Begini Rekomendasi Saham Trimegah Bangun Persada (NCKL) yang Dipengaruhi Harga Nikel

Scoot.co.id – JAKARTA. Kinerja gemilang PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), yang lebih dikenal sebagai Harita Nickel, pada tahun 2025 diperkirakan akan sangat bergantung pada dinamika harga nikel global dan kekuatan permintaan dari Tiongkok. Meskipun demikian, prospek perusahaan tampak menjanjikan dengan berbagai strategi ekspansi dan keunggulan operasional yang dimilikinya.

Pada semester I-2025, NCKL telah menunjukkan performa keuangan yang solid dengan mencetak pendapatan sebesar Rp 14,10 triliun. Angka ini menandai peningkatan signifikan sebesar 10,16% year on year (YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 12,80 triliun. Mayoritas pendapatan ini, yakni Rp 11,09 triliun, berasal dari segmen pengolahan nikel, sementara segmen penambangan nikel menyumbang Rp 2,99 triliun.

Para analis pasar optimistis terhadap masa depan Harita Nickel. Arief Machrus, seorang Analis dari Ina Sekuritas, memproyeksikan bahwa kinerja NCKL di tahun 2025 akan disokong oleh kontribusi yang lebih kuat dari joint venture (JV) proyek High Pressure Acid Leach (HPAL), peluncuran produk-produk baru, serta rencana peningkatan kepemilikan saham di PT Obi Nickel Cobalt (ONC) menjadi minimal 20%. Arief juga menegaskan bahwa penambahan kapasitas dari proyek elektrolitik kobalt dan HPAL akan semakin mendiversifikasi sumber pendapatan perusahaan dan memperkuat margin keuntungan.

Untuk mendukung pertumbuhan ini, NCKL telah menyiapkan sejumlah proyek strategis. Pabrik PT Karunia Permai Sentosa (KPS) Tahap II, dengan kapasitas 60 ktpa (kiloton per annum), direncanakan akan mulai beroperasi pada akhir 2025, diikuti oleh Tahap III (65 ktpa) pada awal 2026. Selain itu, pabrik kapur tohor yang vital, dengan progres pembangunan 58% dan investasi US$ 70 juta, diharapkan memulai operasi pada kuartal IV – 2025. Konsesi pertambangan Gane Tambang Sentosa (GTS) juga akan memulai uji coba produksi pada kuartal III – 2025, menambah portofolio operasional NCKL.

Keunggulan NCKL dalam kepemimpinan biaya dan operasional yang tangguh menjadi fondasi pertumbuhan yang stabil, bahkan di tengah fluktuasi harga nikel. Indonesia sendiri tetap menjadi pemasok nikel global teratas, meskipun laju ekspansi mungkin lebih bertahap dari perkiraan. Dengan sekitar 200 kt kapasitas HPAL baru yang ditetapkan untuk tahun 2025, sebagian diimbangi oleh pengurangan produksi di Australia dan Tiongkok akibat tingginya biaya, produsen Nickel Pig Iron (NPI) dan HPAL di Indonesia masih menikmati margin positif berkat bijih dan energi berbiaya rendah.

Dalam lanskap industri ini, Harita Nickel memiliki posisi yang sangat menguntungkan berkat keunggulan awal dalam teknologi HPAL dan kemitraan JV yang solid. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk mempertahankan margin yang lebih tinggi dan memanfaatkan pertumbuhan jangka panjang dari permintaan kendaraan listrik (EV). Arief Machrus menyimpulkan bahwa NCKL berada di posisi yang sangat baik untuk tahun 2025, didorong oleh peningkatan volume produksi, margin yang stabil, dan tren industri yang mendukung.

Pandangan positif ini turut diamini oleh Juan Oktavianus, Analis dari Samuel Sekuritas. Juan meyakini bahwa seluruh proyek ekspansi NCKL telah diamankan dan sepenuhnya didanai melalui pembiayaan ekuitas pada periode ketika harga nikel berada di level yang lebih tinggi. Situasi ini secara signifikan mengurangi risiko eksekusi dan memberikan keunggulan kompetitif, terutama saat sebagian besar harga logam lainnya sedang mengalami tren penurunan. Katalis positif bagi NCKL, menurut Juan, meliputi pendapatan tambahan dari ekspansi KPS, kontribusi dari tambang GTS, dan potensi penurunan biaya tunai HPAL berkat pabrik kapur tohor yang baru. Oleh karena itu, Juan menempatkan NCKL sebagai pilihan utama di sektor ini, mengingat biaya tunainya yang terendah.

Meski demikian, terdapat beberapa risiko yang perlu diperhatikan. Miftahul Khaer, Research Analyst Kiwoom Sekuritas, menyoroti bahwa akhir tahun 2025 bisa menjadi momen krusial bagi NCKL, terutama jika beberapa smelter dan fasilitas baru mulai beroperasi dan berkontribusi penuh. Manajemen NCKL sendiri telah mengindikasikan bahwa selesainya pembangunan smelter baru di tahun 2025 dapat meningkatkan volume penjualan nikel. Namun, tantangan utama tetap pada harga nikel global yang diproyeksikan akan memasuki periode surplus akibat ekspansi kapasitas produksi besar-besaran di berbagai negara, yang berpotensi menekan margin keuntungan NCKL.

Dari sisi sentimen pasar, kestabilan Average Selling Price (ASP) nikel di masa mendatang, keberhasilan integrasi fasilitas baru, serta arus permintaan impor dari Tiongkok atau kebutuhan bahan baku untuk industri EV akan menjadi penentu penting. Permintaan dari Tiongkok memang masih menjadi penopang utama, namun risiko oversupply global harus tetap diwaspadai.

Berdasarkan analisisnya, Arief Machrus memproyeksikan pendapatan NCKL pada tahun 2025 akan mencapai Rp 29,06 triliun dengan laba bersih Rp 8,16 triliun. Angka ini meningkat dari proyeksi tahun 2024 yang sebesar Rp 26,97 triliun pendapatan dan Rp 6,38 triliun laba bersih. Dengan prospek yang kuat ini, Arief dan Juan merekomendasikan “beli” saham NCKL dengan target harga masing-masing Rp 1.400 per saham dan Rp 1.300 per saham. Sementara itu, Miftahul merekomendasikan “hold” dengan target harga Rp 1.232 per saham, mengingat potensi tantangan dari fluktuasi harga nikel global.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *