JAKARTA—Sorotan tajam tertuju pada dua raksasa farmasi di Bursa Efek Indonesia, PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO), yang kini menarik perhatian investor berkat valuasi sahamnya yang disebut-sebut berada di level rendah. Pertanyaan krusial pun muncul: di antara kedua emiten farmasi ini, siapakah yang menawarkan harga paling ‘murah’?
Menurut data dari Bloomberg yang dihimpun pada Minggu (21/9/2025), kedua emiten farmasi tersebut memang menyajikan potensi menarik dari sudut pandang harga saham yang terbilang kompetitif. Metrik utama yang digunakan untuk mengukur valuasi saham ini adalah rasio Price per Earnings (P/E), sebuah indikator yang membandingkan harga saham per lembar dengan laba bersih per saham perusahaan.
Secara spesifik, Kalbe Farma (KLBF) mencatatkan rasio P/E sebesar 15,55 kali pada penutupan perdagangan Jumat (19/9/2025) dengan harga saham Rp1.180 per lembar. Angka valuasi saham ini jauh di bawah rata-rata P/E lima tahun terakhir KLBF yang mencapai 20,88 kali, mengindikasikan bahwa saham KLBF berpotensi undervalue. Situasi ini tentu relevan dengan komitmen Kalbe Farma yang kerap menjanjikan pembagian dividen tebal kepada para investornya, seperti yang terungkap dalam berbagai manuver strategis perseroan.
Tak kalah menarik, Sido Muncul (SIDO) juga menunjukkan rasio P/E yang rendah, yakni 13,9 kali, dengan harga saham penutupan terakhir di angka Rp540. Seperti halnya KLBF, valuasi ini lebih murah dibandingkan rata-rata P/E lima tahun SIDO yang berada di level 16,56 kali, menegaskan potensi saham farmasi ini untuk menarik perhatian para pemburu nilai.
Namun, ada dinamika menarik dalam kinerja keuangan Kalbe Farma. Perseroan merevisi target pertumbuhan kinerjanya untuk tahun 2025 menjadi 6%–8% secara tahunan, turun dari proyeksi awal 8%–10%. Direktur Keuangan dan Akuntansi Kalbe Farma, Kartika Setiabudy, menjelaskan bahwa revisi ini dipicu oleh melemahnya segmen nutrisi selama paruh pertama 2025. Meskipun demikian, Kalbe berhasil mencatatkan penjualan neto sebesar Rp17,08 triliun pada semester I/2025, tumbuh 4,59% year-on-year dari Rp16,32 triliun pada periode yang sama tahun 2024. Kartika menambahkan bahwa pasar nutrisi saat ini memang menghadapi berbagai tantangan, yang menjadi faktor utama di balik penyesuaian target tersebut.
Penurunan pendapatan di segmen nutrisi, terang Kartika, utamanya disebabkan oleh penyusutan pembelian produk susu bubuk hingga 9%. Segmen ini, yang sebagian besar (61%) menargetkan pasar anak-anak, disusul dewasa (25%) dan produk khusus (14%), masih sangat didominasi oleh susu bubuk dan produk kesehatan fungsional. Untuk mengatasi ini, Kalbe Farma berencana menyeimbangkan portofolio dengan memperbanyak produk lifestyle yang dapat dijangkau konsumen lebih luas, termasuk diversifikasi ke produk cair atau susu siap minum. Strategi ini diharapkan mampu meredam volatilitas di segmen tradisional dan membuka peluang pertumbuhan baru bagi KLBF.
Beralih ke Sido Muncul, Direktur Budiyanto mengungkapkan bahwa kinerja SIDO sepanjang paruh pertama 2025 sempat tertekan oleh melemahnya daya beli masyarakat yang memengaruhi perekonomian nasional. Namun, ada secercah harapan: musim hujan yang cukup panjang di kuartal II/2025 justru memberikan dorongan signifikan pada penjualan segmen jamu herbal SIDO, termasuk produk unggulan seperti Tolak Angin dan Kuku Bima. Ini sejalan dengan upaya SIDO yang tengah gencar membidik perluasan pasar ekspor Kuku Bima-Tolak Angin ke wilayah Indochina hingga Afrika.
Untuk bangkit dan mengakhiri 2025 dengan kinerja yang lebih prima, SIDO telah menyiapkan berbagai strategi. Selain peluncuran produk baru di segmen herbal dan makanan-minuman (F&B), Sido Muncul agresif memperluas jangkauan pasar ekspor. Saat ini, produk SIDO telah menjangkau 30 negara, dengan tiga kontributor utama ekspor SIDO meliputi Malaysia (4% dari total pendapatan, khususnya untuk Kuku Bima dan Tolak Angin), serta Nigeria dan Filipina yang masing-masing menyumbang 1%-2% dari total pendapatan perseroan.
Total kontribusi ekspor SIDO pada paruh pertama 2025 mencapai 9,7% dari total pendapatan, menandai pertumbuhan penjualan ekspor sebesar 17% secara tahunan. Tren positif ini memicu direksi Sido Muncul untuk menargetkan ekspansi lebih lanjut ke pasar ekspor baru, khususnya di wilayah Indochina dan beberapa negara di Afrika. Dengan strategi penjualan produk baru di area-area tersebut, SIDO berharap kontribusi ekspor dapat meningkat menjadi 9%-10% dari total pendapatan, melampaui capaian 6,8% pada tahun 2024. Peningkatan ini diharapkan semakin memperkuat kinerja SIDO di tengah tantangan pasar domestik.
Dengan perbandingan rasio P/E KLBF sebesar 15,55 kali dan SIDO 13,9 kali, terlihat jelas bahwa saham Sido Muncul menawarkan valuasi yang secara metrik lebih rendah, menjadikannya opsi yang tampak lebih ‘murah’ dari sudut pandang rasio harga terhadap laba. Meskipun demikian, kedua emiten farmasi ini terus berinovasi dan menyesuaikan strategi untuk menopang pertumbuhan di masa depan.
Disclaimer: Artikel ini disajikan semata-mata sebagai informasi dan tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual instrumen investasi. Keputusan investasi sepenuhnya berada pada pertimbangan dan risiko pribadi pembaca. Penulis dan penerbit tidak bertanggung jawab atas segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi yang diambil.