Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada siang hari ini, Rabu (22/10). Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan BI akan mempertimbangkan untuk memangkas suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 4,50 persen.
Meski demikian, Josua juga menilai ruang untuk menahan suku bunga tetap terbuka apabila tekanan di pasar keuangan meningkat menjelang keputusan kebijakan The Federal Reserve (The Fed).
“Kami memproyeksikan RDG BI bulan ini cenderung mempertimbangkan untuk kembali memangkas BI Rate sebesar 25 bps ke 4,50 persen, meskipun ruang untuk jeda masih terbuka bila tekanan pasar keuangan kembali meningkat menjelang keputusan The Fed,” tutur Josua kepada kumparan, Selasa (21/10).
Dasar dari proyeksi ini adalah suku bunga riil yang masih tinggi karena inflasi inti relatif stabil, sehingga terdapat ruang pelonggaran tanpa mengganggu tujuan pemerintah menjaga daya beli masyarakat.
Kenaikan inflasi pada September terutama disebabkan oleh harga pangan yang bergejolak, bukan karena tekanan dari sisi permintaan.
Di sisi lain, transmisi pelonggaran moneter mulai terlihat melalui perbaikan likuiditas perbankan melalui penempatan dana pemerintah yang membantu bank menurunkan ketergantungan pada dana mahal. Meski kepercayaan konsumen masih melemah.
“Kombinasi kebutuhan mendorong pemulihan permintaan dengan tetap menjaga kehati-hatian membuat pilihan pemangkasan terukur tampak logis, alih-alih menunggu terlalu lama hingga siklus kredit benar-benar berbalik,” ujarnya.
Faktor stabilitas nilai tukar rupiah juga menjadi salah satu pertimbangan utama. Tekanan terhadap rupiah disebut relatif terkendali berkat meningkatnya surplus perdagangan bahan baku, terutama dari ekspor minyak sawit dan logam.
Kemudian intervensi BI yang lebih variatif di pasar spot dan lindung nilai, serta penguatan cadangan devisa akibat revaluasi dan kenaikan harga emas.
Memasuki kuartal IV 2024, posisi cadangan devisa juga relatif kuat karena dukungan penarikan pinjaman dan penerbitan surat utang pemerintah dalam valuta asing.
“Dengan bantalan cadangan lebih kuat, risiko terhadap stabilitas nilai tukar dari pemangkasan terukur menjadi lebih dapat dikelola,” imbuhnya.
Meski begitu, ada alasan bagi BI untuk bersikap hati-hati, sebab jadwal RDG yang berdekatan dengan rapat Federal Open Market Committee (FOMC) membuat arah kebijakan The Fed masih sulit diprediksi.
Jika The Fed menahan suku bunga lebih lama, selisih antara suku bunga BI dan The Fed bisa menyempit hingga ke level terendah secara historis, yang dapat memicu tekanan terhadap aset rupiah. Selain itu, pemangkasan berturut-turut juga bisa dibaca pasar sebagai sinyal bahwa BI mulai menoleransi pelemahan rupiah.
Kemudian jika BI benar-benar menurunkan suku bunga, Josua memperkirakan dampaknya akan terasa pada penurunan bertahap suku bunga kredit dan imbal hasil obligasi tenor pendek hingga menengah.
Namun, jika BI memilih untuk menahan suku bunga bulan ini, keputusan itu bukan berarti akhir dari siklus pelonggaran, melainkan strategi untuk menjaga stabilitas dan mengatur ritme kebijakan moneter agar tidak menimbulkan persepsi yang keliru di pasar.
‘Dengan fondasi inflasi inti yang stabil, surplus perdagangan yang kuat, dan cadangan yang memadai, ruang pelonggaran tetap terbuka pada pertemuan berikutnya selama kondisi global bersahabat,” jelasnya.
Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro juga melihat ada kemungkinan BI akan mengambil keputusan menurunkan suku bunga atau menahannya pada RDG kali ini.
“View kita besok cut, tapi kayaknya di perkembangan terakhir BI will hold ya,” tutur pria yang akrab disapa Asmo tersebut.
Asmo menuturkan penyebabnya adalah perkembangan volatilitas nilai tukar terakhir. Selain itu BI juga tengah memastikan lagi transmisi kebijakan moneter dari pemangkasan sebelumnya.