Pasar logam mulia diguncang pada Selasa (4/11/2025) setelah harga emas anjlok lebih dari 1%. Penurunan drastis ini dipicu oleh penguatan signifikan dolar Amerika Serikat (AS) yang mencapai level tertinggi dalam tiga bulan terakhir, serta antisipasi pasar terhadap rilis data ekonomi krusial AS yang diperkirakan akan memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai arah kebijakan moneter The Fed.
Pada pukul 14.15 waktu setempat, spot gold terpantau merosot 1,5% hingga menyentuh angka US$ 3.940,75 per ons. Tak hanya itu, kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember juga turut melemah 1,3%, diperdagangkan pada level US$ 3.960,50 per ons.
Lonjakan nilai dolar AS secara inheren membuat investasi emas menjadi lebih mahal bagi para investor yang memegang mata uang selain dolar. Fenomena ini, menurut David Meger, Direktur Perdagangan Logam di High Ridge Futures, adalah pendorong utama di balik pelemahan harga emas dan perak pada Selasa (4/11). Meger menjelaskan, “Dengan dolar yang terus menembus level tertinggi, pasar emas mendapatkan tekanan signifikan. Sebagian besar kekuatan dolar ini muncul akibat menyusutnya kemungkinan penurunan suku bunga The Fed pada Desember.”
Meskipun The Fed telah melakukan pemangkasan suku bunga pada minggu sebelumnya, pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell mengindikasikan bahwa penurunan tersebut kemungkinan besar akan menjadi yang terakhir di tahun ini. Persepsi ini diperkuat oleh data dari alat FedWatch CME Group, yang menunjukkan bahwa peluang pemotongan suku bunga pada pertemuan The Fed tanggal 9-10 Desember kini merosot menjadi 71%, dari sebelumnya lebih dari 90% hanya dalam waktu seminggu.
Secara tradisional, emas, sebagai aset yang tidak menghasilkan bunga, menjadi pilihan favorit investor ketika suku bunga rendah dan ketidakpastian ekonomi global meningkat. Namun, prospek penutupan pemerintahan AS (government shutdown) yang berpotensi menjadi yang terpanjang dalam sejarah, mengancam terhentinya rilis data ekonomi resmi. Kondisi ini mendorong investor untuk beralih fokus pada laporan-laporan ekonomi non-resmi, seperti ADP National Employment Report untuk bulan Oktober yang dijadwalkan rilis pada Rabu (6/11/2025).
Di tengah dinamika ini, pernyataan dari berbagai pejabat The Fed menggarisbawahi adanya perbedaan pandangan signifikan mengenai strategi terbaik dalam menghadapi potensi kekurangan data ekonomi yang terjadi saat ini. Penurunan harga emas yang lebih dari 1% ini juga dapat diinterpretasikan sebagai aksi ambil untung setelah lonjakan drastis.
Meski emas telah membukukan penguatan luar biasa sebesar 53% sepanjang tahun ini, kini harganya telah merosot lebih dari 9% dari level rekor tertingginya pada 20 Oktober. Rhona O’Connell, seorang analis terkemuka dari StoneX, mengomentari situasi ini: “Emas memang kehilangan sebagian daya tariknya, namun masih merefleksikan kekhawatiran yang berkelanjutan terkait independensi The Fed, potensi stagflasi, serta risiko geopolitik dan ketegangan internasional. Penurunan yang kita saksikan ini sebenarnya merupakan sebuah koreksi pasar yang sangat dibutuhkan.”
Sentimen negatif di pasar logam mulia turut menyeret komoditas lain. Perak spot tercatat turun 1,5% menjadi US$ 47,32 per ons, sementara platinum melemah 1,8% ke level US$ 1.538,05. Tak ketinggalan, palladium mengalami penurunan paling tajam, anjlok 3,1% menjadi US$ 1.400,30 per ons.