Sejumlah emiten farmasi di Indonesia telah menunjukkan kinerja yang bervariasi sepanjang periode Januari hingga September 2025. Laporan keuangan kuartal III tahun ini menyoroti dinamika pasar yang unik, dengan beberapa perusahaan membukukan pertumbuhan solid sementara yang lain menghadapi tantangan signifikan.
PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menonjol dengan pencapaian yang mengesankan. Perseroan berhasil membukukan laba bersih periode berjalan sebesar Rp 2,63 triliun per kuartal III-2025, melesat 10,63% secara tahunan (YoY) dari Rp 2,37 triliun pada tahun sebelumnya. Kenaikan laba ini sejalan dengan pertumbuhan penjualan bersih KLBF yang turut meningkat 7,21% YoY, dari Rp 24,23 triliun menjadi Rp 25,98 triliun. Presiden Direktur KLBF, Irawati Setiady, menjelaskan bahwa pertumbuhan ini ditopang oleh perbaikan margin laba kotor yang mencapai 40,6%, didukung oleh bauran produk yang optimal dan stabilitas harga bahan baku.
Lebih lanjut, performa gemilang KLBF juga disumbang oleh peningkatan signifikan di mayoritas segmen bisnisnya. Segmen obat resep melonjak 11% YoY, terutama berkat pertumbuhan pada kategori obat-obatan spesialis dan obat generik yang didukung oleh Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Produk kesehatan juga menunjukkan pertumbuhan kuat sebesar 9,4% YoY, didorong oleh penjualan yang merata. Tak ketinggalan, segmen distribusi dan logistik tumbuh 10,3% YoY seiring dengan ekspansi produk prinsipal eksternal. “Berbagai inisiatif strategis seperti ekosistem onkologi, pengembangan obat biologis dan alat kesehatan berjalan sesuai rencana, dan kami terus melakukan rejuvenasi brand pada kategori produk konsumer agar tetap relevan dengan tren konsumen saat ini,” ungkap Irawati dalam keterangan resmi pada Senin (27/10/2025).
Kinerja positif juga dicatatkan oleh PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO), yang berhasil membukukan kenaikan penjualan bersih sebesar 3,89% YoY mencapai Rp 2,72 triliun. Peningkatan ini didorong oleh segmen jamu herbal dan suplemen yang tumbuh dari Rp 1,54 triliun menjadi Rp 1,60 triliun, serta makanan dan minuman yang naik dari Rp 986,04 miliar ke Rp 1,02 triliun. Sejalan dengan kenaikan penjualan, laba bersih SIDO juga tumbuh 5,19% YoY menjadi Rp 818,54 miliar. Sementara itu, PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) juga melaporkan peningkatan laba bersih sebesar 4,95% YoY menjadi Rp 1,13 triliun dari Rp 1,08 triliun. Namun, penjualan TSPC sedikit terkoreksi tipis 0,16%, dari Rp 10,15 triliun menjadi Rp 10,13 triliun.
Di sisi lain, beberapa emiten farmasi menghadapi tantangan yang berbeda. PT Kimia Farma Tbk (KAEF) berhasil menyusutkan rugi bersih secara signifikan sebesar 57,39% YoY, dari Rp 421,83 miliar menjadi Rp 179,73 miliar. Meskipun demikian, penjualan KAEF di periode ini masih mencatatkan penurunan 10,88% YoY, mencapai Rp 7 triliun dari Rp 7,86 triliun setahun sebelumnya. Serupa dengan KAEF, PT Indofarma Tbk (INAF) juga sukses mengikis kerugiannya dari Rp 166,48 miliar menjadi Rp 127,09 miliar per September 2025, namun penjualan bersih INAF juga minus 2,99% YoY dari Rp 137,87 miliar ke Rp 133,73 miliar. Menariknya, PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) justru mengalami pembengkakan rugi bersih sebesar 70,75% YoY, dari Rp 214,23 miliar menjadi Rp 365,81 miliar. Fenomena ini kontras dengan lonjakan penjualan PYFA yang fantastis hingga 77,32% YoY, dari Rp 1,16 triliun menjadi Rp 2,06 triliun.
Kinerja bervariasi ini dianalisis oleh para ahli. Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, mengemukakan bahwa pertumbuhan KLBF didorong oleh segmen obat resep, produk kesehatan konsumen, dan distribusi yang kuat. Namun, emiten lain seperti KAEF dan INAF masih bergulat dengan tekanan akibat tingginya biaya bahan baku impor serta daya beli konsumen yang terbatas, yang pada akhirnya menciptakan disparitas kinerja antarperusahaan farmasi. Senada, Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo, menambahkan bahwa kinerja emiten farmasi juga dipengaruhi oleh faktor musiman, seperti cuaca yang mulai memasuki musim hujan. Secara historis, kondisi ini meningkatkan permintaan obat resep, suplemen daya tahan tubuh, dan produk kesehatan keluarga.
Meskipun prospek sektor farmasi masih menjanjikan, para analis juga mengingatkan akan sejumlah risiko. Aziz mewanti-wanti potensi pelemahan rupiah yang dapat berdampak pada biaya impor bahan baku, serta regulasi harga obat yang masih perlu dicermati oleh emiten sektor farmasi. Ekky Topan juga berpendapat serupa, menyoroti kenaikan biaya produksi dan ketatnya persaingan harga di produk generik sebagai tantangan yang harus terus diwaspadai. “Prospek sektor ini ke depan masih cukup positif, ditopang oleh permintaan produk kesehatan yang stabil, potensi ekspor, serta dukungan kebijakan pemerintah untuk industri farmasi nasional,” tegas Ekky kepada Kontan, Senin (3/11/2025). Hingga akhir tahun, Ekky memperkirakan pertumbuhan kinerja emiten farmasi masih mampu mencapai high single digit hingga low double digit, tergantung pada efektivitas perusahaan dalam menjaga margin dan mengelola biaya bahan baku.
Dari sisi investasi saham, Ekky merekomendasikan saham KLBF sebagai pilihan utama. Fundamental KLBF dinilai paling solid di antara emiten lain, didukung oleh strategi bisnis yang efisien. KLBF layak dikoleksi dengan target harga di kisaran Rp 1.500–Rp 1.600 per saham untuk jangka menengah. Sementara itu, saham SIDO dan TSPC dapat menjadi opsi tambahan bagi investor yang mencari dividen stabil dan potensi capital gain jangka pendek. SIDO direkomendasikan di kisaran harga Rp 600-Rp 630 per saham, sedangkan TSPC di Rp 3.200-Rp 3.250. Aziz juga menegaskan bahwa dengan fundamental yang kuat dan outlook pertumbuhan yang menarik, saham KLBF belum sepenuhnya mencerminkan potensi kinerjanya. Oleh karena itu, ia merekomendasikan “buy” untuk KLBF dengan target harga Rp 1.700.
KLBF Chart by TradingView
Ringkasan
Kinerja emiten farmasi di Indonesia bervariasi pada periode Januari-September 2025. PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menunjukkan pertumbuhan laba bersih dan penjualan yang signifikan, didorong oleh berbagai segmen bisnis. PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) dan PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) juga mencatatkan peningkatan laba bersih, meskipun dengan dinamika yang berbeda dalam penjualan.
Beberapa emiten seperti PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF) berhasil mengurangi kerugian, namun penjualan mereka mengalami penurunan. Analis merekomendasikan saham KLBF sebagai pilihan utama karena fundamentalnya yang solid dan prospek pertumbuhan yang menarik. Saham SIDO dan TSPC juga menjadi opsi investasi dengan pertimbangan dividen stabil dan potensi capital gain jangka pendek.