LCT Dongkrak Ekspor Impor Jatim? BI Gandeng Pengusaha!

SURABAYA – Bank Indonesia (BI) secara aktif mengajak para pelaku usaha di Jawa Timur, khususnya yang bergerak di sektor ekspor dan impor, untuk mengoptimalkan penggunaan metode pembayaran Local Currency Transaction (LCT). Inisiatif ini bertujuan memperkuat ketahanan ekonomi nasional dan regional.

Direktur Departemen Internasional Bank Indonesia, Elsya M.S. Chani, menyoroti peran krusial Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu lokomotif utama perekonomian nasional. Dengan statusnya sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi di kawasan Indonesia Timur, Jawa Timur membukukan neraca perdagangan dan nilai transaksi ekspor impor yang signifikan. Potensi besar ini tercermin dari pangsa ekspor dan investasi Jawa Timur terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yang masing-masing mencapai 47,57% dan 26,87%.

Lebih lanjut, Elsya mengungkapkan bahwa nilai impor Jawa Timur berhasil menembus angka US$14,7 miliar, menyumbang lebih dari 14% dari PDB Indonesia. Angka ini menempatkan Jawa Timur sebagai kontributor impor terbesar kedua setelah DKI Jakarta, menegaskan keistimewaan dan kekuatan ekonomi wilayah tersebut dalam konteks nasional.

Melihat potensi besar ini, Bank Indonesia berharap para pengusaha di Jawa Timur dapat secara optimal memanfaatkan layanan LCT yang telah diluncurkan sejak tahun 2018. Transaksi LCT hadir sebagai solusi strategis untuk mendiversifikasi penggunaan mata uang dalam perdagangan lintas batas, mengurangi ketergantungan yang berlebihan terhadap dolar Amerika Serikat (US$). Ini memberikan pilihan yang lebih fleksibel dan efisien bagi pelaku usaha ekspor impor.

Melalui LCT, pelaku usaha transaksi lintas batas dapat memilih untuk bertransaksi menggunakan mata uang lokal, baik itu Rupiah Indonesia maupun mata uang negara mitra dagang. Elsya menekankan bahwa LCT merupakan inisiatif kunci yang dirancang untuk memperkuat fondasi ekspor dan investasi, mendorong ekonomi Indonesia, termasuk ekonomi Jawa Timur, menuju pertumbuhan yang lebih inklusif dan berdaya saing global.

Hingga kini, sistem LCT Bank Indonesia telah diadopsi dan diimplementasikan dengan sejumlah negara mitra strategis, meliputi Malaysia, Thailand, Singapura, Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, dan Uni Emirat Arab. Elsya menambahkan, BI terus memperluas jangkauan kerja sama ini dengan menjajaki finalisasi penerapan LCT bersama Singapura dan India, yang diharapkan dapat rampung pada akhir tahun 2025.

Dalam kurun waktu tahun ini hingga Agustus 2025, nilai transaksi LCT telah mencatat angka impresif setara US$16,38 miliar, dengan rata-rata 7.800 nasabah aktif setiap bulannya. Pencapaian luar biasa ini bahkan telah melampaui total nilai transaksi LCT sepanjang tahun 2024, menunjukkan peningkatan adopsi dan kepercayaan pelaku usaha.

Secara spesifik, Elsya merinci bahwa nilai transaksi LCT pada tahun 2024 adalah US$16,28 miliar, sementara hingga Agustus tahun ini sudah mencapai US$16,38 miliar. Negara-negara dengan kontribusi transaksi terbesar didominasi oleh Tiongkok, Jepang, dan Malaysia, dengan Tiongkok masih memegang posisi teratas sebagai mitra dagang terbesar Indonesia.

Untuk memberikan gambaran konkret mengenai keunggulan LCT, Elsya memaparkan simulasi pembayaran transaksi impor menggunakan sistem direct quotation (kuotasi langsung) antara Rupiah dengan Ringgit Malaysia. Dari simulasi tersebut, jelas terlihat bahwa biaya transaksi menggunakan metode pembayaran LCT jauh lebih efisien dibandingkan metode konvensional yang mengandalkan cross rate.

Sebagai contoh, jika seorang importir Indonesia membeli barang senilai 5 juta Ringgit dari Malaysia melalui skema LCT, ia hanya membutuhkan sekitar Rp18,45 miliar untuk penukaran dari Rupiah ke Ringgit dengan kurs langsung. Bandingkan dengan metode konvensional yang memakai cross rate, total biaya yang diperlukan bisa mencapai Rp18,49 miliar. Hal ini menunjukkan potensi penghematan signifikan hingga Rp37 juta per transaksi, sebuah keuntungan nyata bagi pelaku usaha.

Penghematan biaya yang substansial ini merupakan bukti konkret efisiensi yang ditawarkan LCT, mendorong semakin banyak pelaku usaha untuk beralih menggunakan direct quotation dibandingkan cross rate dalam setiap transaksi perdagangan internasional mereka. LCT tidak hanya menawarkan kemudahan, tetapi juga keuntungan finansial yang signifikan.

Menyadari potensi peningkatannya, BI terus berkomitmen untuk memperluas adopsi kerangka kerja LCT melalui berbagai upaya intensif, termasuk sosialisasi, diseminasi informasi, dan kegiatan edukasi lainnya. Tujuannya adalah memastikan lebih banyak pelaku usaha memahami dan merasakan manfaat langsung dari sistem ini.

Sebagai penutup, Elsya menegaskan kembali pentingnya LCT, terutama bagi Provinsi Jawa Timur yang menempati posisi kedua dalam volume transaksi lintas batas terbesar setelah DKI Jakarta. Dengan diversifikasi penggunaan mata uang asing, LCT tidak hanya memberikan manfaat nyata bagi pelaku usaha tetapi juga secara fundamental mendukung stabilitas Rupiah dan keseluruhan sistem keuangan nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *