Meneropong Arah IHSG Kuartal IV/2025 di Tengah Depresiasi Rupiah & Net Sell Asing

Scoot.co.id , JAKARTA — Indeks harga saham gabungan (IHSG) sudah menguat 13,86% hingga akhir kuartal III/2025. Indeks komposit diproyeksi mampu bertahan di atas 8.000 pada kuartal terakhir tahun ini meski dibayangi sentimen depresiasi rupiah dan net sell asing.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG dituutp turun 62,18 poin atau 0,77% ke level 8.061,06 pada akhir perdagangan Selasa (30/9/2025). Di level itu, IHSG menguat 13,86% year-to-date (YtD). 

Penguatan IHSG didorong oleh saham DCII yang melejit 550%, DSSA naik 187,03%, BRPT melonjak 307,61%, BRMS naik 142,77%, MLPT terbang 694,59%, CDIA meroket 781,58%, dan BNLI melambung 529,63% sepanjang tahun berjalan 2025. 

Pada periode yang sama, investor asing tercatat membukukan jual bersih atau net sell sebesar Rp54,74 triliun atau setara dengan Rp3,27 triliun.

Sementara itu, mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup menguat 0,09% ke Rp16.665 per dolar AS. Secara YtD, rupiah melemah sekitar 3% terhadap dolar AS.

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengatakan pasar mengapresiasi September ceria pada 2025. 

“Bahkan performa positif pada IHSG diperkirakan berlanjut pada Oktober hingga Desember berdasarkan rata-rata 5 tahun terakhir,” kata Nafan dalam risetnya pada Selasa (30/9/2025).

: Harga Emas Antam di Pegadaian Hari Ini (1/10) Lanjut Naik jadi Rp2.335.000 per Gram

Sampai akhir tahun terdapat sejumlah sentimen yang akan memengaruhi IHSG, di antaranya kondisi ekonomi global yang mulai menunjukkan resiliensinya di tengah ketidakpastian yang berkelanjutan.

Nafan mengatakan dampak pengenaan tarif resiprokal AS terhadap Indonesia masih tergolong cukup rendah bila dibandingkan dengan China, Kanada, Afrika Selatan, Myanmar, Laos, India, maupun Brazil.

Di sisi lain, Gubernur The Fed Jerome Powell dinilai bersikap dovish dan berhati-hati dalam menerapkan kebijakan pelonggaran moneter ke depan di tengah tekanan inflasi AS.

“Apalagi jika hasil US Core PCE per Agustus 2025 naik di atas 2,9% dan menjauhi target inflasi 2% yang ditetapkan The Fed. Kondisi tersebut memungkinkan bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga satu kali lagi sebesar 25 basis poin pada Oktober 2025.”

Kebijakan moneter longgar pun diterapkan Bank Indonesia (BI). Setelah BI Rate dipangkas sebanyak 5 kali dengan total 125 basis poin sejak awal 2025, BI diperkirakan akan melanjutkan penurunan BI Rate pada akhir 2025.

: Rekomendasi Saham dan Pergerakan IHSG Hari Ini, Rabu 1 Oktober 2025

Dari dalam negeri, sentimen lainnya yang akan mendorong IHSG adalah adanya paket stimulus yang telah dikeluarkan Pemerintah Indonesia dengan tujuan memperkuat daya tahan ekonomi domestik.

Nafan menambahkan bahwa sejumlah sentimen positif berpotensi mendukung arus modal masuk pada kuartal IV/2025, di antaranya strategi window dressing dan fenomena Santa Claus rally.

“Untuk kuartal IV/2025 kuncinya ada di dinamika window dressing hingga Santa Claus rally effect,” ujarnya.

Window dressing merupakan strategi manajer investasi untuk mempercantik kinerja portofolio sebelum dilaporkan kepada investor. Sementara Santa Claus rally merujuk pada tren kenaikan harga saham yang lazim terjadi pada pekan terakhir Desember.

Nafan menambahkan, pembagian dividen interim oleh sejumlah emiten dengan likuiditas tinggi menjelang akhir tahun juga dapat menjadi daya tarik bagi investor asing.

: Saham LQ45 Tertinggal Saat IHSG Kinclong, Ini Peluang Rebound pada Akhir 2025

Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengingatkan bahwa arah kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed) dan dinamika politik di Amerika Serikat akan tetap menjadi faktor penting yang memengaruhi arus modal global.

Menurutnya, pelaku pasar perlu mencermati sisa siklus pemangkasan suku bunga The Fed serta potensi penutupan sementara (shutdown) pemerintahan AS.

Melansir Bloomberg, sejumlah layanan pemerintahan AS terancam berhenti jika Kongres gagal mencapai kesepakatan anggaran hingga Selasa (30/9/2025) waktu setempat. Kondisi tersebut akan membuat pegawai non-esensial dirumahkan, dan data ekonomi penting tertunda perilisannya.

Shutdown ini bisa menunda pengumuman data ketenagakerjaan AS, jadi Federal Reserve akan bingung untuk menentukan kebijakan suku bunga pada FOMC Oktober,” ujar Liza.

Dengan berbagai dinamika eksternal tersebut, arah pergerakan dana asing di pasar saham Indonesia menjelang akhir tahun masih akan ditentukan oleh kombinasi faktor global dan domestik, meskipun fundamental pasar dalam negeri menunjukkan sinyal penguatan.

JP Morgan Revisi Target IHSG 

Dalam riset terbaru, JP Morgan Sekuritas merevisi naik target indeks harga saham gabungan (IHSG) level 8.600 didorong oleh potensi kembalinya arus modal asing ke pasar emerging market.

Tim Analis JP Morgan Sekuritas yang dipimpin oleh Henry Wibowo menyampaikan IHSG sudah naik 27% dalam 6 bulan terakhir dan mengukir rekor tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH) di posisi penutupan 8.125. 

Di sisi lain, investor asing masih membukukan jual bersih atau net sell sekitar US$3 miliar. Tekanan yang harus dimonitor asat ini adalah depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mendekati 2% sejak suku bunga acuan Bank Indonesia dipangkas. 

JP Morgan Sekuritas mempertahankan pandangan netral terhadap pasar saham Indonesia, tetapi pihaknya meyakini potensi kembalinya aliran modal asing ke pasar emerging market dapat mendukung re-rating, khususnya mempertimbangkan valuasi Indonesia yang tidak mahal.

Berdasarkan data JP Morgan, price to earnings ratio (PER) IHSG saat ini sebesar 12 kali atau 1,5 kali standar deviasi atau di bawah rata-rata 10 tahun. 

“Kami menaikkan target IHSG dengan base case 8.600 dalam 12 bulan ke depan,” tulisnya dalam riset, Selasa (30/9/2025). 

Untuk bull case, IHSG diproyeksi menembus 9.000, sedangkan bear case IHSG diramal di level 6.600 dalam 12 bulan ke depan. 

Sebelumnya, JP Morgan Sekuritas memperkirakan IHSG akan bergerak di rentang 7.500-8.000 hingga akhir tahun ini. 

Sejalan dengan kenaikan target IHSG itu, JP Morgan memberikan proyeksi terhadap sejumlah sektor potensial. Outlook sektor industrial dikerek dari netral menjadi overweight sejalan dengan upgrade terhadap PT Astra International Tbk. (ASII). 

Di sisi lain, sektor energi diturunkan peringkatnya dari netral menjadi downgrade di tengah prospek lesunya permintaan dan pasokan batu bara. 

“Kami tetap overweight terhadap sektor konsumer ditopang oleh belanja pemerintah dan upaya stimulus ekonomi yang fokus untuk mendongkrak konsumsi domestik,” imbuhnya. 

JP Morgan Sekuritas juga menyukai saham emiten-emiten berkualitas yang fokus pada pasar domestik, seperti BBCA, AMRT, ICBP, MAPI, dan ISAT. Selain itu, GOTO dinilai cukup menarik karena sudah hampir menyentuh level Rp50 per saham. 

“Kami menyukai emiten yang sensitif terhadap penurunan suku bunga seperti ASII, CTRA, PWON, dan juga ANTM sebagai proxi emas.” 

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *