Imbal hasil atau yield surat utang pemerintah menunjukkan tren kenaikan setelah serangkaian demonstrasi yang dimulai pada Kamis, 28 Agustus 2025. Peristiwa ini memicu fluktuasi di pasar keuangan, khususnya pada instrumen obligasi.
Berdasarkan data yang diterima Kontan dari Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) pada Jumat, 29 Agustus 2025, terjadi peningkatan signifikan pada imbal hasil obligasi pemerintah. Untuk tenor 2 tahun, yield melonjak menjadi 5,350%, naik dari posisi 5,313% pada Kamis, 28 Agustus 2025. Senada, imbal hasil untuk obligasi pemerintah tenor 10 tahun juga menunjukkan kenaikan, dari 6,310% pada Kamis menjadi 6,359% pada hari Jumat.
Meskipun terjadi gejolak, Kepala Ekonom Pefindo, Suhindarto, menyatakan bahwa dampak kerusuhan dalam demonstrasi tersebut terhadap pasar surat utang pemerintah tidak akan terlalu signifikan dalam jangka panjang. Ia menegaskan bahwa surat utang dianggap sebagai instrumen yang lebih aman dibandingkan dengan pasar saham, menjadikannya pilihan utama bagi investor yang ingin mengamankan portofolio mereka di tengah ketidakpastian. “Ketika situasi seperti ini terjadi, pasar saham mendapatkan hantaman lebih signifikan. Investor melirik pasar surat utang pemerintah untuk mengamankan portofolio mereka,” jelas Suhindarto kepada Kontan pada Senin, 1 September 2025.
Pernyataan ini diperkuat oleh data pergerakan investor asing. Pada Kamis, 28 Agustus 2025, investor asing membukukan beli bersih (net buy) sebesar Rp 4,59 triliun di pasar surat utang pemerintah. Sebaliknya, selama periode Rabu, 27 Agustus 2025, hingga Kamis, investor asing tercatat membukukan jual bersih (net sell) di pasar saham dengan total nilai mencapai Rp 1,61 triliun. Aktivitas ini secara jelas menunjukkan preferensi investor asing terhadap stabilitas surat utang di tengah demonstrasi. Bahkan, dalam penawaran lelang Surat Utang Negara (SUN) pada Selasa, 26 Agustus 2025, pemerintah berhasil menyerap Rp 30 triliun dari total penawaran Rp 126 triliun, mengindikasikan minat pasar yang tetap ada.
Suhindarto menambahkan bahwa minat investor terhadap surat utang tidak akan terpengaruh secara substansial karena mereka cenderung berfokus pada prospek jangka panjang. Ada dua aspek utama yang menjadi perhatian investor saat ini, yakni kelanjutan pemangkasan suku bunga Bank Indonesia dan pengelolaan anggaran pemerintah. Prospek penurunan suku bunga menjadi daya tarik tersendiri, karena jika suku bunga terus dipangkas, harga surat utang yang mereka pegang akan meningkat, membuka peluang untuk mendapatkan capital gain yang menguntungkan di masa depan. Bahkan, proyeksi menunjukkan bahwa jika BI memangkas suku bunga, yield SUN 10 tahun berpotensi turun ke level 6,20%, yang tentunya akan meningkatkan daya tarik investasi pada instrumen ini. Dalam lelang SUN baru-baru ini, investor bahkan secara spesifik membidik seri FR0045 dan FR0098, menunjukkan selektivitas yang strategis.
Meskipun demikian, Suhindarto tidak memungkiri bahwa jika ketegangan politik dan sosial saat ini berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, potensi keluarnya investor asing dari pasar domestik tidak bisa diabaikan. Namun, ia menekankan bahwa dalam skenario seperti itu, investor asing biasanya akan menarik diri dari pasar saham terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk keluar dari pasar surat utang, kembali menegaskan posisi obligasi sebagai aset yang lebih resilient.
Ringkasan
Setelah serangkaian demonstrasi, yield surat utang pemerintah mengalami kenaikan. Peningkatan signifikan terjadi pada imbal hasil obligasi pemerintah tenor 2 tahun menjadi 5,350% dan tenor 10 tahun menjadi 6,359%. Meskipun demikian, obligasi dianggap sebagai instrumen yang lebih aman dibandingkan saham, sehingga investor cenderung beralih ke surat utang untuk mengamankan portofolio.
Investor asing mencatatkan beli bersih (net buy) di pasar surat utang pemerintah, sementara melakukan jual bersih (net sell) di pasar saham. Minat investor terhadap surat utang tidak terpengaruh secara substansial karena fokus pada prospek jangka panjang, terutama kelanjutan pemangkasan suku bunga BI dan pengelolaan anggaran pemerintah. Namun, ketegangan politik dan sosial yang berkepanjangan dapat memicu keluarnya investor asing, meskipun umumnya mereka akan menarik diri dari pasar saham terlebih dahulu.