
Scoot.co.id JAKARTA. Menjelang batas akhir penutupan pada 7 Agustus 2025, penjualan instrumen investasi Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR014 menunjukkan kinerja yang beragam di antara dua tenor yang ditawarkan.
Data terbaru dari Bareksa pada Selasa (5/8/2025) pukul 14.30 WIB memperlihatkan bahwa SBR014 tenor 2 tahun telah berhasil mencatatkan penjualan signifikan, mencapai sekitar Rp 9,29 triliun atau 92,9% dari total kuota nasional yang ditetapkan sebesar Rp 10 triliun. Kontras dengan performa tersebut, penjualan SBR014 tenor 4 tahun menunjukkan penyerapan sebesar Rp 2,63 triliun, yang baru mencapai 52,72% dari kuota Rp 5 triliun yang disediakan.
Pemesanan SBR014 Rp 10 T Lebih, Simak Cara Investasi Modal Rp 1 Juta Kupon 6,35%
Menganalisis fenomena ini, Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menyoroti perbedaan kinerja penjualan kedua tenor SBR014 tersebut. Ia menjelaskan kepada Kontan pada Senin (4/8/2025) bahwa rendahnya penjualan untuk tenor 4 tahun jelas mengindikasikan adanya preferensi investor yang lebih condong pada tenor investasi yang lebih pendek.
Josua memaparkan, kecenderungan ini kemungkinan besar dipicu oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah sentimen pasar yang diliputi ketidakpastian kondisi makroekonomi global, serta prospek volatilitas tingkat suku bunga domestik di masa mendatang. Selain itu, ia juga mengamati bahwa sebagian investor masih mengambil sikap wait and see atau menunggu dan melihat sebelum memutuskan untuk melakukan pembelian SBR014 lebih lanjut.
Cara Investasi SBR Agar Untung 6,35%, SBR014 Sudah Laku Rp 6,3 Triliun 30 Juli 2025
Pergerakan kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang belakangan agresif dalam menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) disebut-sebut sebagai salah satu pemicu utama sikap kehati-hatian investor. Investor, menurut Josua, cenderung menanti apakah Bank Indonesia akan mengeluarkan kebijakan lanjutan yang berpotensi memengaruhi imbal hasil dari instrumen investasi fixed income lainnya di pasar.
Tak hanya itu, dampak berkelanjutan dari tarif perdagangan Amerika Serikat turut menjadi pertimbangan penting bagi investor. Josua menegaskan bahwa tarif perdagangan AS terhadap Indonesia yang saat ini mencapai 19% juga berperan dalam mendorong investor untuk semakin berhati-hati dalam mengalokasikan dana investasi mereka.
Ringkasan
Penjualan Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR014 menunjukkan perbedaan signifikan antara tenor 2 tahun dan 4 tahun. Tenor 2 tahun mencatatkan penjualan Rp 9,29 triliun atau 92,9% dari kuota, sementara tenor 4 tahun hanya mencapai Rp 2,63 triliun atau 52,72% dari kuota.
Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menjelaskan bahwa preferensi investor pada tenor pendek dipicu oleh ketidakpastian makroekonomi global dan volatilitas suku bunga domestik. Selain itu, kebijakan moneter BI yang agresif menurunkan suku bunga dan dampak tarif perdagangan AS juga mendorong investor untuk bersikap wait and see.