Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah secara terbuka menyambut baik respons Hamas terhadap usulan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang ia ajukan. Trump menginterpretasikan pernyataan terbaru dari Hamas sebagai sinyal positif akan kesiapan mereka untuk menerima dan mengupayakan perdamaian jangka panjang di wilayah tersebut.
Melalui platform Truth Social pada Sabtu (4/10), Donald Trump mendesak agar Israel “segera menghentikan pengeboman di Gaza” demi keselamatan dan pembebasan sandera secara cepat. Desakan ini menegaskan prioritas penyelamatan nyawa di tengah konflik yang memanas.
Trump menekankan bahwa seruan penghentian pengeboman ini bukan semata-mata mengenai keamanan di Gaza, melainkan bagian integral dari upaya yang lebih luas untuk mewujudkan perdamaian. “Ini bukan hanya soal Gaza, tapi soal perdamaian yang telah lama dicari di Timur Tengah,” ujarnya, menegaskan visi yang lebih besar dari inisiatifnya.
Sebelumnya, Gedung Putih juga telah merilis video yang menampilkan Donald Trump merekam pesan terkait situasi di Gaza, meskipun jadwal publikasinya belum diumumkan secara resmi. Terlepas dari itu, Hamas telah menyatakan persetujuannya terhadap rencana yang diusulkan Trump, termasuk butir krusial mengenai pembebasan seluruh sandera Israel.
Kesepakatan Hamas ini mencakup pula penyerahan jenazah dan diserahkannya kendali administratif Gaza kepada otoritas teknokrat Palestina yang independen. Namun, situasi masih pelik; menurut data Israel, sebanyak 48 sandera masih ditahan di Gaza, dan 20 di antaranya diperkirakan masih hidup. Sebagai perbandingan, laporan dari berbagai media dan lembaga hak asasi manusia menunjukkan sekitar 11.100 warga Palestina saat ini mendekam di penjara Israel, dengan banyak yang dilaporkan mengalami penyiksaan, kelaparan, dan pengabaian medis yang serius.
Melalui pernyataan resminya di Telegram, Hamas menegaskan bahwa isu-isu lain yang terkandung dalam rencana Trump, terutama yang berkaitan dengan masa depan Gaza dan hak-hak asasi rakyat Palestina, harus diputuskan berdasarkan posisi nasional bersama dan sesuai dengan hukum serta resolusi internasional yang berlaku.
Sumber Palestina yang dikutip oleh Anadolu mengungkapkan bahwa Hamas telah menyampaikan tanggapan resmi mereka kepada para mediator, sekaligus meminta klarifikasi lebih lanjut atas beberapa poin dalam rencana tersebut. Proses pengambilan keputusan ini melibatkan serangkaian konsultasi internal yang mendalam, serta dialog dengan berbagai faksi Palestina dan para mediator, sebelum akhirnya Hamas memformulasikan posisinya terhadap usulan Donald Trump.
Kelompok pejuang kemerdekaan Palestina tersebut juga menyampaikan apresiasi terhadap upaya kolektif dari negara-negara Arab, dunia Islam, dan komunitas internasional, termasuk Presiden Donald Trump sendiri. Upaya-upaya ini, yang mendesak penghentian perang di Gaza, pelaksanaan pertukaran tahanan, penyediaan bantuan kemanusiaan segera, penolakan terhadap pendudukan, dan penolakan pengusiran rakyat Palestina, dinilai sebagai langkah penting menuju resolusi konflik.
Donald Trump sebelumnya telah menetapkan tenggat waktu hingga Ahad pukul 18.00 waktu Washington (2200 GMT) bagi Hamas untuk secara resmi menyetujui rencananya. Proposal ini secara ambisius bertujuan mengubah Gaza menjadi zona bebas senjata, didukung oleh pembentukan pemerintahan transisi yang akan diawasi oleh badan internasional baru di bawah naungan Trump.
Rincian inti dari rencana Trump meliputi pembebasan seluruh sandera Israel dalam kurun waktu 72 jam sejak tercapainya persetujuan, sebagai imbalan atas pembebasan ratusan tahanan Palestina. Selain itu, rencana ini juga menyerukan penghentian segera segala bentuk permusuhan, perlucutan senjata bagi semua kelompok bersenjata di Gaza, serta penarikan pasukan Israel secara bertahap dari wilayah tersebut.
Pemerintahan sementara yang diusulkan akan dijalankan oleh otoritas teknokratis yang berada di bawah pengawasan Amerika Serikat. Sementara itu, Israel telah menerapkan blokade ketat terhadap Gaza, sebuah wilayah kantong Palestina dengan populasi hampir 2,4 juta jiwa, selama hampir 18 tahun, yang telah menimbulkan krisis kemanusiaan yang mendalam.
Situasi semakin memburuk sejak Maret, ketika blokade diperketat dengan penutupan perbatasan dan larangan masuknya bantuan esensial seperti makanan dan obat-obatan, yang secara drastis memicu wabah kelaparan. Tragisnya, sejak Oktober 2023, perang genosida Israel di Gaza telah merenggut nyawa hampir 66.300 warga Palestina, di mana mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak, menandai skala kehancuran yang tak terbayangkan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai lembaga hak asasi manusia telah berulang kali mengeluarkan peringatan bahwa Gaza kini berada di ambang ketidaklayakan huni. Dengan kelaparan dan penyebaran penyakit yang meluas, diiringi oleh gelombang pengungsian besar-besaran, prospek perdamaian di Timur Tengah menjadi semakin mendesak untuk diwujudkan demi masa depan wilayah tersebut.
Ringkasan
Donald Trump menyambut baik respon Hamas terhadap usulan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang ia ajukan, dan mendesak Israel untuk segera menghentikan pengeboman di Gaza demi keselamatan sandera. Trump menekankan bahwa penghentian pengeboman adalah bagian dari upaya mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. Hamas sendiri telah menyatakan persetujuannya terhadap rencana tersebut, termasuk pembebasan seluruh sandera Israel dan penyerahan kendali administratif Gaza kepada otoritas teknokrat Palestina yang independen.
Rencana Trump mencakup pembebasan sandera dalam 72 jam dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina, penghentian permusuhan, perlucutan senjata di Gaza, dan penarikan pasukan Israel. Pemerintah transisi diusulkan akan diawasi oleh Amerika Serikat. Israel telah memblokade Gaza selama 18 tahun, memperburuk krisis kemanusiaan dan mendorong PBB memperingatkan tentang ketidaklayakan huni Gaza.