Scoot.co.id , JAKARTA – Dolar AS menunjukkan kekuatannya di perdagangan Asia pada Kamis (2/10/2025), setelah kabar penundaan sidang pemecatan pejabat The Fed oleh Mahkamah Agung meredakan sebagian kekhawatiran pasar. Di tengah perkembangan ini, para investor juga mengamati dengan saksama potensi dampak dari penutupan (shutdown) pemerintah AS serta arah kebijakan suku bunga The Fed di masa mendatang.
Berdasarkan data Reuters, indeks dolar, yang mengukur kekuatan mata uang AS terhadap sejumlah mata uang utama lainnya, tercatat naik 0,1% mencapai level 97,80. Kenaikan ini mengakhiri tren pelemahan dolar AS yang telah berlangsung selama empat hari beruntun, menunjukkan adanya pergeseran sentimen pasar.
“Untuk sementara, kekhawatiran pasar terkait independensi The Fed tampaknya akan surut ke belakang layar dalam beberapa bulan ke depan,” jelas Tony Sycamore, seorang analis pasar dari IG di Sydney, mengomentari dampak keputusan Mahkamah Agung terhadap dinamika pasar keuangan.
Fokus pasar kini beralih pada berapa lama penutupan pemerintah AS akan berlangsung dan bagaimana hal tersebut memengaruhi publikasi data ekonomi vital. “Kita berada dalam kekosongan data hingga 13 Oktober,” tambah Sycamore, menyoroti ketidakpastian yang disebabkan oleh terhentinya aliran data ekonomi federal di tengah ketidakpastian arah kebijakan.
Situasi ini semakin kompleks dengan adanya dimensi politik. Sehari sebelumnya, pemerintahan Trump dilaporkan membekukan dana sebesar US$26 miliar yang seharusnya dialokasikan untuk negara bagian yang cenderung mendukung Partai Demokrat, sebuah langkah yang menyoroti penggunaan shutdown sebagai alat tekanan politik.
Sementara itu, platform prediksi Polymarket menunjukkan bahwa kemungkinan terbesar penutupan pemerintahan AS hanya akan berlangsung selama 1 hingga 2 pekan. Namun, ada juga 34% peluang bahwa kondisi ini akan berlanjut lebih lama, dengan total hampir US$1 juta menjadi taruhan dalam prediksi tersebut.
Di tengah kekosongan data resmi, laporan dari ADP menjadi acuan utama. Laporan tersebut menunjukkan bahwa lapangan kerja di sektor swasta AS pada September anjlok sebanyak 32.000, setelah revisi penurunan 3.000 pada Agustus. Investor kini sangat bergantung pada data ini karena laporan ketenagakerjaan resmi dari Departemen Tenaga Kerja untuk September tidak akan dipublikasikan akibat gejolak shutdown.
Meskipun demikian, aktivitas manufaktur AS menunjukkan kenaikan tipis pada September. Namun, pesanan baru dan tingkat perekrutan karyawan justru melemah, sebagian besar disebabkan oleh tekanan tarif impor besar-besaran yang diberlakukan pada era pemerintahan Trump.
Menanggapi berbagai dinamika ekonomi ini, pasar secara luas memperkirakan bahwa The Fed akan kembali memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin dalam pertemuan bulan Oktober. Berdasarkan CME FedWatch Tool, peluang pemangkasan suku bunga ini telah mencapai 99,4%, meningkat dari 96,2% sehari sebelumnya. Dalam respons pasar yang lain, harga emas terpantau turun 0,2% menjadi US$3.857,09 per ons, setelah sebelumnya sempat melonjak ke rekor tertinggi seiring dengan pelemahan dolar AS.
Di pasar valuta asing, dolar AS berhasil menguat. Mata uang Paman Sam naik 0,2% terhadap yen, diperdagangkan pada 147,305 yen, serta menguat 0,1% menjadi 7,13 yuan dalam perdagangan offshore. Sementara itu, nilai tukar euro melemah tipis 0,04% menjadi US$1,1725, menyusul laporan Wall Street Journal yang menyebutkan AS akan membantu Ukraina dengan intelijen untuk serangan rudal jarak jauh terhadap infrastruktur energi Rusia. Adapun sterling terlihat stabil di level US$1,3474.