PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (IDX: BBRI), atau BRI, menunjukkan optimisme kuat terhadap prospek jangka panjangnya melalui kebijakan strategis pembelian kembali saham atau buyback. Langkah ini dirancang tidak hanya untuk mendukung program kepemilikan saham bagi karyawan, tetapi juga sebagai refleksi keyakinan perseroan atas keberlanjutan kinerja cemerlang di masa depan.
Keputusan krusial untuk melaksanakan buyback saham BBRI ini telah mendapatkan restu penuh dari Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang diselenggarakan pada 24 Maret 2025 lalu. Dengan alokasi dana sebesar-besarnya Rp 3 triliun, perseroan diberikan fleksibilitas untuk mengeksekusi aksi korporasi ini, baik melalui Bursa Efek maupun di luar bursa, secara bertahap atau sekaligus. Proses buyback ini ditargetkan rampung paling lama 12 bulan setelah tanggal RUPST, serta akan dilaksanakan dengan mematuhi sepenuhnya ketentuan yang berlaku, termasuk Pasal 43 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 29 Tahun 2023.
Keyakinan BRI untuk melakukan buyback diperkuat oleh valuasi harga saham BBRI yang saat ini dinilai undervalue. Data dari Bloomberg pada Jumat (31/10/2025) mengungkapkan bahwa dari total 37 analis yang meliput saham BRI, sebanyak 30 analis atau sekitar 81% merekomendasikan “beli” dengan target harga rata-rata 12 bulan ke depan mencapai Rp 4.651 per saham. Indikator Price to Book Value (PBV) BRI yang berada di level 1,80x pada 31 Oktober 2025, masih jauh di bawah rata-rata PBV 5 tahun, semakin menguatkan status undervalue saham tersebut.
Direktur Finance & Strategy BRI, Viviana Dyah Ayu, pada Press Conference Paparan Kinerja Keuangan BRI Triwulan III 2025 (30/10), menegaskan komitmen perseroan terhadap rencana ini. “Kami memperoleh budget kurang lebih sekitar Rp 3 triliun dan saat ini kami masih memiliki budget yang dapat kami pakai sesegera mungkin jika melihat situasi pergerakan BBRI. Saat ini memang kami melihat saham BBRI undervalue, kami mempertimbangkan untuk melakukan hal (buyback) tersebut,” ujar Viviana, menandakan kesiapan BRI untuk bertindak.
Pijakan kokoh bagi langkah buyback ini adalah kinerja keuangan BRI yang tetap positif dan berkelanjutan hingga akhir Triwulan III 2025. Perseroan berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 41,2 triliun, didukung oleh indikator kinerja kunci yang sehat dan pertumbuhan yang solid. Total aset BRI tercatat tumbuh 8,2% secara tahunan (YoY) mencapai Rp 2.123,4 triliun. Dari sisi pendanaan, Dana Pihak Ketiga (DPK) BRI juga menunjukkan peningkatan kuat 8,2% YoY menjadi Rp 1.474,8 triliun. Sementara itu, aktivitas intermediasi Perseroan tercermin dari penyaluran kredit BRI yang tumbuh 6,3% YoY menjadi Rp 1.438,1 triliun.
Performa impresif ini ditopang oleh fondasi permodalan yang kokoh, dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) BRI berada di level 25,4%, jauh di atas ketentuan minimum regulator. Aspek likuiditas pun terjaga dengan baik, ditunjukkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) bank yang memadai sebesar 86,5%. “Angka ini memberikan ruang likuiditas yang memadai bagi BRI untuk terus tumbuh secara sehat dan berkelanjutan,” pungkas Viviana, menegaskan kesiapan BRI menghadapi tantangan dan peluang di masa depan.