JAKARTA – Pasar komoditas kembali bergejolak dengan harga emas yang memecahkan rekor baru pada Selasa (9/9/2025). Lonjakan harga ini didorong kuat oleh meningkatnya spekulasi pemotongan suku bunga Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan akan terjadi pada tahun ini.
Mengutip laporan Bloomberg, harga emas batangan di pasar global mencatat kenaikan signifikan sebesar 0,6%, melampaui level US$3.659 per ons. Kenaikan ini melanjutkan momentum impresif setelah harga emas melonjak 2,5% dalam dua sesi sebelumnya. Pemicu utamanya adalah data payroll AS yang lebih lemah dari perkiraan pada hari Jumat, yang sontak membuat para pelaku pasar memperkirakan setidaknya dua kali pemotongan suku bunga tahun ini, termasuk potensi penurunan 0,25% pada pertemuan Federal Reserve pekan depan.
Logam mulia seperti emas memang cenderung diuntungkan dari biaya pinjaman yang lebih rendah karena karakteristiknya yang tidak membayar bunga. Oleh karena itu, prospek pelonggaran kebijakan moneter The Fed secara langsung meningkatkan daya tarik investasi emas.
Namun demikian, kelanjutan penguatan harga emas yang didorong oleh reli pemotongan suku bunga Fed mungkin akan sangat bergantung pada beberapa indikator ekonomi penting. Perhatian utama akan tertuju pada revisi data tenaga kerja AS yang dijadwalkan rilis pada Selasa sore, serta data inflasi produsen dan konsumen AS yang akan diumumkan pada Rabu dan Kamis pekan ini. Selain itu, reaksi pasar terhadap lelang obligasi Treasury jangka pendek dan panjang juga akan menjadi faktor penentu arah pergerakan harga emas selanjutnya.
Sepanjang tahun ini, harga emas telah mencatatkan kenaikan hampir 40%. Reli impresif ini ditopang oleh beberapa faktor fundamental, termasuk pembelian emas besar-besaran oleh bank sentral dunia dan, tentu saja, spekulasi pemotongan suku bunga. Tak hanya itu, meningkatnya permintaan emas sebagai aset safe-haven di tengah ketegangan geopolitik yang memanas serta kekhawatiran dampak ekonomi global dari kebijakan tarif Presiden Donald Trump turut memperkuat posisi emas.
Faktor lain yang turut membantu memperpanjang reli emas selama tiga tahun terakhir adalah intervensi pemimpin AS terhadap independensi The Fed. Dalam beberapa minggu terakhir, volatilitas bulanan emas juga mengalami peningkatan, yang kemudian menambah premi pada opsi perdagangan emas.
“Harga opsi yang lebih tinggi tidak berarti momentum akan terus berlanjut,” ungkap Ahmad Assiri, peneliti dari Pepperstone, seperti dilansir dari Bloomberg. Ia menambahkan, jika reli harga emas melampaui ekspektasi para pedagang opsi, mereka akan terdorong untuk membeli aset dasar, yang pada gilirannya akan memberikan dorongan tambahan bagi harga emas.
Para analis dan investor secara umum memperkirakan harga emas akan terus mengalami kenaikan. Goldman Sachs Group Inc. bahkan memproyeksikan bahwa emas bisa melonjak signifikan hingga hampir US$5.000 per ons. Skenario ini dapat terjadi jika investor mengalihkan sebagian kecil kepemilikan mereka dari obligasi pemerintah ke emas batangan, terutama sebagai respons terhadap indikasi lebih lanjut campur tangan politik di bank sentral.
Aliran dana ke dana yang diperdagangkan di bursa (Exchange-traded funds/ETF) emas batangan terus menguat sejak konferensi Jackson Hole bulan lalu, di mana Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengisyaratkan kesediaan untuk melonggarkan kebijakan moneter. Pada Senin lalu, aliran dana ini mencapai level tertinggi dalam hampir tiga bulan. Meskipun demikian, total kepemilikan ETF emas batangan saat ini masih berada di bawah rekor yang tercatat selama pandemi Covid-19 dan awal perang Rusia-Ukraina.
Pada pukul 14.38 waktu Singapura, emas batangan diperdagangkan pada level US$3.643,52 per ons. Sementara itu, perak terpantau melemah, namun paladium dan platinum justru menunjukkan penguatan. (Stefanus Bintang Agni)