Harga Minyak Dunia: Gejolak Geopolitik Bikin Harga Meroket?

Harga minyak mentah WTI menunjukkan pelemahan signifikan pada Selasa (19/8/2025). Berdasarkan data Trading Economics, pada pukul 20.17 WIB, harga minyak WTI tercatat turun 1,42% menjadi US$ 62,53 per barel, menandai pergeseran sentimen pasar setelah penguatan sebelumnya.

Penurunan ini terjadi sehari setelah harga minyak WTI sempat menguat 1% dan ditutup di level US$ 63,4 per barel. Kenaikan pada hari sebelumnya didorong oleh optimisme yang tumbuh di pasar, menyusul perundingan penting antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Kini, fokus investor beralih pada potensi dampak diplomasi antara kedua negara tersebut terhadap dinamika pasokan minyak global, terutama jika hal tersebut mengarah pada perubahan sanksi atau langkah-langkah menuju rekonsiliasi.

Sutopo Widodo, Presiden Komisioner HFX International Berjangka, menekankan bahwa hubungan antara kedua pemimpin negara tersebut memiliki pengaruh substansial terhadap fluktuasi harga minyak. Ia menjelaskan, “Pertikaian perdamaian dengan Rusia berpotensi besar berakhir dengan penghapusan sanksi, yang secara langsung akan meningkatkan pasokan minyak Rusia ke pasar global dan pada gilirannya menekan harga.” Lebih lanjut, Sutopo menambahkan, penyelesaian konflik yang berkelanjutan juga akan mereduksi risiko geopolitik yang selama ini menjadi salah satu faktor utama pendorong tingginya harga minyak.

Sutopo juga menggarisbawahi bahwa pergerakan harga minyak WTI merupakan hasil interaksi kompleks antara faktor fundamental dan sentimen investor. Faktor fundamental mencakup variabel makro seperti kebijakan produksi OPEC+, tingkat permintaan energi global, serta nilai tukar dolar AS. Namun, dalam jangka pendek, sentimen investor yang sangat dipengaruhi oleh isu-isu geopolitik sering kali memegang kendali dominan dalam menentukan arah harga. “Dalam jangka panjang, harga akan kembali ke tingkat yang ditentukan oleh dasar-dasar pasar yang lebih solid,” tambahnya.

Menjelang akhir tahun ini, Sutopo memaparkan dua skenario utama untuk pergerakan harga minyak. Skenario optimistis memproyeksikan harga minyak WTI dapat bergerak naik ke kisaran US$ 60–US$ 75 per barel. Prediksi ini dapat terwujud jika terjadi gangguan signifikan pada pasokan, seperti kegagalan produksi dari perusahaan minyak besar atau keputusan strategis OPEC+ untuk memangkas tingkat produksi minyak mereka.

Di sisi lain, skenario pesimistis memperkirakan harga minyak berpotensi anjlok ke kisaran US$ 50–US$ 60 per barel. Proyeksi ini didasarkan pada asumsi pencabutan sanksi terhadap Rusia yang akan membanjiri pasar dengan pasokan minyak tambahan, peningkatan keseluruhan pasokan global, atau perlambatan ekonomi global yang dapat menekan permintaan energi. Sutopo menyimpulkan, “Pasar minyak akan tetap bergejolak, sangat sensitif terhadap setiap perkembangan politik dan ekonomi dunia yang sedang berlangsung.”

Ringkasan

Harga minyak mentah WTI mengalami penurunan sebesar 1,42% menjadi US$ 62,53 per barel pada Selasa, setelah sempat menguat sehari sebelumnya. Pergeseran sentimen pasar ini dipengaruhi oleh fokus investor terhadap potensi dampak diplomasi antara Amerika Serikat dan Ukraina terhadap pasokan minyak global, terutama terkait dengan sanksi terhadap Rusia.

Menurut Sutopo Widodo, fluktuasi harga minyak dipengaruhi oleh interaksi faktor fundamental dan sentimen investor. Ia memaparkan dua skenario harga minyak di akhir tahun: optimis (US$ 60-US$ 75 per barel) jika ada gangguan pasokan, dan pesimis (US$ 50-US$ 60 per barel) jika sanksi Rusia dicabut atau terjadi perlambatan ekonomi global. Pasar minyak diperkirakan akan tetap bergejolak dan sensitif terhadap perkembangan politik dan ekonomi global.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *