NEW YORK – Harga minyak dunia melonjak sekitar 2% mencapai titik tertinggi dalam sepekan pada Kamis (14/8/2025), didorong oleh optimisme pasar terhadap potensi pemangkasan suku bunga Amerika Serikat bulan depan serta meningkatnya ketegangan menjelang pertemuan krusial antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin terkait konflik di Ukraina. Kenaikan signifikan ini mendorong kontrak berjangka minyak mentah Brent menguat US$ 1,21 atau 1,8% menjadi US$ 66,84 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS melesat US$ 1,31 atau 2,1% ke level US$ 63,96 per barel.
Lonjakan harga ini berhasil mengangkat kedua patokan utama tersebut dari zona jenuh jual teknis untuk pertama kalinya dalam tiga hari, membawa Brent mencapai level penutupan tertinggi sejak 6 Agustus. Kondisi ini kontras dengan situasi sebelumnya pada Selasa (12/8/2025), ketika Brent dan WTI mencatat harga penutupan terendah masing-masing sejak 5 Juni dan 2 Juni, yang kala itu tertekan oleh data pasokan yang melemah dari Badan Informasi Energi AS (EIA) dan Badan Energi Internasional (IEA).
Di balik pergerakan harga, dinamika geopolitik menjadi sorotan utama, khususnya menjelang perundingan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Trump menyuarakan optimisme bahwa Putin siap mencapai kesepakatan damai, bahkan mengisyaratkan kemungkinan perjanjian senjata nuklir menjelang pertemuan puncak mereka di Alaska. Namun, di sisi lain, Trump juga melontarkan ancaman “konsekuensi berat”, termasuk potensi sanksi ekonomi baru, jika Putin menolak menghentikan perang di Ukraina. Mengingat Rusia merupakan produsen minyak mentah terbesar kedua di dunia setelah AS pada tahun 2024, setiap pelonggaran sanksi terhadap Moskow berpotensi secara signifikan meningkatkan volume ekspor minyak Rusia ke pasar global.
Di tengah ketegangan ini, Trump juga mengancam akan memberlakukan tarif sekunder terhadap negara-negara pembeli minyak Rusia, terutama China dan India, jika konflik terus berlanjut. Analis dari Rystad Energy menyoroti bahwa ketidakpastian seputar hasil perundingan AS-Rusia ini menambah premi risiko bullish di pasar, meskipun sebagian pengamat masih meragukan apakah Trump akan benar-benar mengambil langkah yang secara drastis mengganggu pasokan global.
Selain faktor geopolitik, ekspektasi kuat akan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve pada September juga turut memperkuat sentimen positif di pasar minyak. Mayoritas pelaku pasar memprediksi langkah pelonggaran moneter ini akan diambil menyusul data yang menunjukkan inflasi konsumen AS hanya naik secara moderat pada Juli. Bahkan, Menteri Keuangan AS Scott Bessent secara terbuka mengisyaratkan peluang pemangkasan suku bunga yang lebih agresif, hingga 50 basis poin, dengan merujuk pada data ketenagakerjaan yang mulai melemah.
Meski demikian, kenaikan harga grosir yang terjadi baru-baru ini berpotensi memicu kekhawatiran di kalangan pembuat kebijakan The Fed terkait risiko inflasi yang persisten. Hal ini dapat memperumit perdebatan internal mereka dan memicu ketegangan dengan Gedung Putih yang terus mendesak kebijakan moneter yang lebih longgar.
Di benua Eropa, dinamika pasokan juga menjadi perhatian, dengan investasi minyak dan gas Norwegia diperkirakan mencapai puncaknya tahun ini sebelum mulai menurun pada 2026 seiring dengan rampungnya proyek-proyek besar. Norwegia, yang menyumbang sekitar 2% dari pasokan minyak global, kini telah menjelma menjadi pemasok gas pipa terbesar bagi Eropa sejak invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022.