Air Hujan Jakarta Tercemar Mikroplastik! DKI Genjot Pengendalian Limbah

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), tengah mengintensifkan program pengendalian sampah plastik secara komprehensif, mencakup hulu hingga hilir, sebagai respons sigap terhadap temuan mengejutkan. Kebijakan strategis ini dipicu oleh hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang mengungkap adanya kandungan mikroplastik dalam air hujan di wilayah Ibu Kota, sebuah indikasi mengkhawatirkan terhadap kualitas udara Jakarta.

Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menegaskan bahwa temuan BRIN tersebut merupakan “alarm lingkungan” yang menuntut respons cepat dan kolaboratif dari semua pihak. “Polusi plastik kini bukan lagi sekadar ancaman bagi ekosistem laut atau sungai, melainkan telah merambah hingga ke langit Jakarta,” ungkap Asep dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/10). Pernyataan ini menggarisbawahi urgensi penanganan sampah plastik yang telah mencapai dimensi baru.

Menyikapi tantangan ini, Pemprov DKI Jakarta telah lama berkomitmen melalui serangkaian kebijakan untuk menekan timbulan sampah plastik sekali pakai. Salah satunya adalah Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 yang mewajibkan penggunaan kantong belanja ramah lingkungan. Selain itu, program Jakstrada Persampahan juga terus diperluas dengan target ambisius, yaitu pengurangan sampah hingga 30% langsung dari sumbernya, menunjukkan keseriusan dalam pengendalian sampah.

Lebih lanjut, inisiatif DKI Jakarta juga mencakup perluasan jaringan bank sampah, pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R), serta penguatan program daur ulang berbasis komunitas. Langkah-langkah ini bertujuan vital untuk memastikan limbah plastik tidak lagi mencemari lingkungan terbuka. Asep Kuswanto menekankan bahwa “upaya pengurangan plastik harus dimulai dari sumbernya, melibatkan setiap individu—dari rumah tangga, industri, hingga sektor jasa. Setiap orang memegang peran krusial dalam menciptakan perubahan.”

Memperkuat Pemantauan Melalui Platform JEDI

Untuk memperdalam pemahaman dan penanganan masalah ini, DLH DKI Jakarta kini berkoordinasi erat dengan BRIN untuk memperluas cakupan pemantauan mikroplastik. Pemantauan ini mencakup baik di udara maupun air hujan, dan akan diintegrasikan ke dalam sistem Jakarta Environmental Data Integration (JEDI)—sebuah platform canggih pemantauan kualitas lingkungan berbasis data. Diharapkan, data akurat dari JEDI akan menjadi fondasi kuat bagi perumusan kebijakan yang lebih efektif dalam pengendalian polusi plastik di atmosfer.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga tengah mempersiapkan kampanye publik masif bertajuk “Jakarta Tanpa Plastik di Langit dan Bumi”. Kampanye ini dirancang untuk mengedukasi dan mengajak masyarakat luas agar mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, membiasakan diri memilah sampah, serta menghindari pembakaran limbah sembarangan yang berkontribusi pada polusi udara. “Langit Jakarta memberi sinyal kuat kepada kita untuk lebih bijak dalam mengelola bumi,” ujar Asep Kuswanto, menegaskan bahwa “perubahan perilaku kolektif adalah kunci utama menuju lingkungan yang lebih bersih.”

Dalam semangat kolaborasi, Pemprov DKI secara aktif mengajak dunia usaha, lembaga riset, dan komunitas lingkungan untuk bersinergi. Tujuannya adalah memperkuat aksi nyata dalam pengurangan plastik dan mendorong inovasi daur ulang. Asep Kuswanto menyatakan, “Kami sangat terbuka untuk menjalin kolaborasi riset, mengembangkan teknologi filtrasi, hingga menciptakan produk-produk ramah lingkungan. Menjaga langit bersih dari mikroplastik adalah tanggung jawab bersama yang harus diemban oleh seluruh elemen masyarakat.”

Secara terpisah, Firdaus Ali, Koordinator Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, menegaskan komitmen Pemprov DKI yang sangat responsif terhadap berbagai hasil riset yang menyoroti kualitas lingkungan. Ini termasuk aspek krusial seperti air, udara, dan tanah, yang menjadi fokus perhatian utama pemerintah daerah.

Firdaus Ali juga menyoroti upaya pemerintah daerah dalam mengendalikan peredaran plastik berkualitas rendah. Plastik jenis ini, yang umumnya merupakan hasil dari proses daur ulang sederhana, seringkali mudah terurai dan banyak digunakan oleh masyarakat—dari pasar tradisional, warung, hingga pedagang kaki lima. “Sekilas, plastik ini mungkin tampak ramah lingkungan karena mudah terurai. Namun, ironisnya, justru inilah yang berkontribusi signifikan terhadap peningkatan jumlah mikroplastik di alam,” jelas Firdaus, mengungkap paradoks di balik plastik daur ulang sederhana.

Menyudahi pernyataannya, Firdaus Ali meluruskan persepsi bahwa Pemprov DKI tidaklah “bermusuhan” dengan plastik itu sendiri. “Kami tidak anti terhadap penggunaan plastik, sebab plastik telah menjadi bagian integral dari peradaban modern. Namun, yang kami tolak dan lawan adalah plastik yang mencemari lingkungan, yang merusak ekosistem kita,” pungkasnya, menegaskan fokus pada solusi berkelanjutan untuk polusi plastik.

Ringkasan

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mengintensifkan pengendalian sampah plastik setelah penelitian BRIN menemukan mikroplastik dalam air hujan. Temuan ini menjadi “alarm lingkungan” yang menuntut respons cepat dan kolaboratif untuk mengatasi polusi plastik yang telah mencapai langit Jakarta. Berbagai kebijakan telah diterapkan, termasuk Peraturan Gubernur tentang kantong belanja ramah lingkungan dan program Jakstrada Persampahan dengan target pengurangan sampah dari sumbernya.

DKI Jakarta memperluas jaringan bank sampah, membangun TPS 3R, dan memperkuat program daur ulang. DLH DKI berkoordinasi dengan BRIN untuk memperluas pemantauan mikroplastik yang akan diintegrasikan ke dalam sistem JEDI. Kampanye publik “Jakarta Tanpa Plastik di Langit dan Bumi” juga disiapkan untuk mengedukasi masyarakat tentang pengurangan plastik sekali pakai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *