Kredit Macet di KPR dan KKB Mulai Meningkat, Ini Peringatan BI untuk Bank dan Nasabah

BUKITTINGGI — Bank Indonesia (BI) menyoroti tren peningkatan kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) pada segmen kredit konsumsi yang terus merangkak naik. Fenomena ini muncul di tengah perlambatan pertumbuhan kredit secara umum di sektor perbankan, sebuah sinyal yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak.

Direktur Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI), Irman Robinson, menegaskan keprihatinannya dalam Pelatihan Wartawan Triwulan IV-2025 di Hotel Santika, Bukittinggi, Sumatera Barat, pada Jumat (24/10/2025). “NPL kredit konsumsi memang masih di bawah 5 persen, namun tren peningkatannya cukup jelas, dan ini yang harus kita pantau bersama,” ujar Irman, menekankan bahwa meskipun angka absolut masih rendah, arah pergerakannya menjadi indikator penting risiko.

Data terbaru BI memperlihatkan bahwa pertumbuhan kredit konsumsi pada September 2025 melambat menjadi 7,3 persen secara tahunan (year on year/yoy), turun dari 7,7 persen yoy pada bulan sebelumnya. Perlambatan ini terutama kentara pada sub-sektor kunci seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Tercatat, pertumbuhan KPR berada di angka 7,2 persen dan KKB hanya 0,7 persen, jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang masing-masing 7,1 persen dan 3,4 persen. “Fokus utama kita bersama adalah pada NPL di kredit konsumsi, khususnya di segmen KPR dan KKB,” tambah Irman.

Secara keseluruhan, kinerja pertumbuhan kredit perbankan pada September 2025 sedikit menguat menjadi 7,70 persen yoy, naik dari 7,56 persen yoy di Agustus 2025. Namun, Irman menggarisbawahi bahwa permintaan kredit secara umum masih belum menunjukkan kekuatan signifikan. Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sikap pelaku usaha yang cenderung wait and see, optimalisasi pembiayaan internal oleh perusahaan, serta level suku bunga kredit yang masih relatif tinggi.

Kredit macet (ilustrasi). – (Republika/M Syakir)

Senada dengan hal tersebut, Gubernur BI, Perry Warjiyo, sebelumnya telah menyoroti besarnya fasilitas pinjaman yang belum dicairkan (undisbursed loan) pada September 2025, yang mencapai angka Rp2.374,8 triliun atau 22,54 persen dari total plafon kredit yang tersedia. Kondisi ini mayoritas terjadi pada segmen korporasi, dengan kontribusi terbesar dari sektor perdagangan, industri, dan pertambangan, khususnya untuk jenis kredit modal kerja, mencerminkan kehati-hatian dalam ekspansi bisnis.

Menyikapi tantangan ini, Irman menegaskan strategi Bank Indonesia untuk memacu pertumbuhan kredit adalah dengan mengoptimalkan insentif likuiditas makroprudensial berbasis kinerja. Kebijakan ini akan difokuskan pada sektor-sektor yang masih memiliki risiko terkendali. “Jika sub-sektornya masih menunjukkan kinerja positif, kami tetap memberikan ruang bagi bank untuk menyalurkan kredit, namun kita akan hindari sektor-sektor yang NPL-nya sudah tinggi,” jelas Irman, menunjukkan pendekatan selektif BI.

Selain itu, BI mendorong bank untuk tidak hanya bergantung pada debitur lama, tetapi juga aktif merangkul debitur baru, khususnya dari sektor ekonomi kreatif. Langkah ini bertujuan untuk memperluas diversifikasi portofolio kredit dan mengurangi konsentrasi risiko. Dengan insentif likuiditas dari BI, bank memiliki kesempatan untuk menyalurkan dana tambahan hingga Rp10 triliun, yang telah dipersiapkan khusus untuk mendukung sektor-sektor prioritas yang berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *