Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan pentingnya terus mendorong peningkatan pertumbuhan kredit perbankan guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Pernyataan ini disampaikan Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur pada Rabu (22/10). Data terbaru menunjukkan, penyaluran kredit perbankan pada September 2025 memang mencatat sedikit kenaikan menjadi 7,70 persen secara tahunan (yoy), dari posisi 7,56 persen (yoy) pada Agustus 2025. Meskipun ada perbaikan tipis, laju ini masih memerlukan dorongan lebih lanjut untuk mencapai potensi optimalnya.
Kendati demikian, Perry menyoroti bahwa permintaan kredit perbankan masih belum menunjukkan geliat yang kuat. Fenomena ini diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain sikap kehati-hatian atau wait and see dari pelaku usaha, kecenderungan korporasi untuk mengoptimalkan pembiayaan internal, serta tingkat suku bunga kredit yang dinilai masih relatif tinggi. Kondisi ini secara nyata tercermin dari besarnya fasilitas pinjaman yang belum dicairkan atau undisbursed loan. Pada September 2025, angka undisbursed loan masih mencapai Rp2.374,8 triliun, setara dengan 22,54 persen dari total plafon kredit yang tersedia. Jumlah yang signifikan ini sebagian besar terkonsentrasi pada segmen korporasi, terutama di sektor perdagangan, industri, dan pertambangan, serta didominasi oleh jenis kredit modal kerja.
Berbanding terbalik dengan sisi permintaan, dari perspektif penawaran, kapasitas pembiayaan bank justru dinilai sangat memadai. Kesiapan ini ditopang oleh rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang kuat sebesar 29,29 persen, serta pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 11,18 persen (yoy) pada September 2025. Kondisi likuiditas perbankan yang prima ini turut didukung oleh ekspansi keuangan pemerintah, termasuk penempatan dana pemerintah pada sejumlah bank besar, serta serangkaian kebijakan pelonggaran likuiditas dan insentif kebijakan makroprudensial Bank Indonesia yang proaktif.
Secara umum, minat penyaluran kredit perbankan terpantau cukup positif, tercermin dari persyaratan pemberian kredit (lending requirement) yang relatif longgar. Namun demikian, sikap kehati-hatian masih dominan pada segmen tertentu, khususnya untuk kredit konsumsi dan UMKM. Perbankan memilih untuk lebih selektif dalam menyalurkan pembiayaan pada kedua segmen ini mengingat potensi risiko kredit yang lebih tinggi.
Analisis lebih lanjut terhadap data pertumbuhan kredit perbankan menunjukkan disparitas antar segmen. Pertumbuhan kredit modal kerja melambat menjadi 3,37 persen (yoy), demikian pula kredit konsumsi yang turun ke 7,42 persen (yoy). Kontrasnya, kredit investasi menunjukkan performa impresif dengan lonjakan pertumbuhan mencapai 15,18 persen (yoy). Sementara itu, kredit UMKM dan pembiayaan syariah juga menghadapi perlambatan, masing-masing tumbuh sebesar 0,23 persen (yoy) dan 7,55 persen (yoy).
Melihat dinamika ini, Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan kredit untuk tahun 2025 akan berada di batas bawah kisaran 8-11 persen, dengan harapan akan menunjukkan peningkatan yang lebih signifikan pada tahun 2026. Untuk mencapai target ambisius ini, Bank Indonesia berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Upaya bersama ini akan difokuskan pada peningkatan pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan yang berkualitas serta perbaikan struktur suku bunga yang lebih kondusif bagi iklim investasi dan konsumsi.
Ringkasan
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menekankan pentingnya mendorong pertumbuhan kredit perbankan untuk mendukung ekonomi, meskipun data terbaru menunjukkan kenaikan tipis menjadi 7,70% (yoy) pada September 2025. Permintaan kredit masih lesu akibat sikap wait and see pengusaha, korporasi yang mengoptimalkan pembiayaan internal, dan suku bunga kredit yang dinilai relatif tinggi. Hal ini tercermin dari tingginya undisbursed loan yang mencapai Rp2.374,8 triliun pada September 2025.
Meskipun permintaan belum optimal, kapasitas pembiayaan bank dinilai memadai dengan rasio AL/DPK yang kuat dan pertumbuhan DPK yang positif. Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan kredit 2025 di batas bawah kisaran 8-11%, dan berkomitmen memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan KSSK untuk meningkatkan pertumbuhan kredit yang berkualitas dan memperbaiki struktur suku bunga.