Scoot.co.id , JAKARTA — Bank Indonesia (BI) kembali menorehkan keputusan tak terduga dengan mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate pada level 4,75% dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Rabu (22/10/2025). Langkah ini secara konsisten melanjutkan tren pelonggaran kebijakan moneter akomodatif yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa penetapan suku bunga ini diambil setelah mempertimbangkan secara cermat berbagai indikator perekonomian, baik di tingkat global maupun domestik. Fokus utama turut mencakup dinamika kredit di sektor perbankan, memastikan stabilitas sistem keuangan. Perry menegaskan, “Keputusan ini konsisten dengan perkiraan inflasi 2025-2026,” menggarisbawahi komitmen BI terhadap stabilitas harga jangka menengah.
Keputusan Bank Indonesia ini sontak mengejutkan pasar dan sebagian besar ekonom. Pasalnya, sebelum RDG, konsensus para ekonom memproyeksikan Bank Indonesia akan kembali memangkas suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 basis poin, menuju level 4,50%. Survei yang dilakukan oleh Bloomberg menunjukkan dominasi pandangan ini, di mana 29 dari 37 ekonom memprediksi pemangkasan tersebut, sementara sisanya memperkirakan penahanan suku bunga.
Salah satu ekonom yang vokal dengan prediksi pemangkasan adalah Hosianna Evalita Situmorang dari PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN). Ia berargumen bahwa BI masih memiliki ruang yang cukup untuk melakukan pemotongan suku bunga kebijakan. Menurutnya, langkah ini perlu diambil sebelum tekanan nilai tukar dan inflasi berpotensi meningkat menjelang akhir tahun.
Lebih lanjut, Anna, panggilan akrabnya, menyoroti perkembangan inflasi yang cenderung melandai, terutama jika komponen harga emas dan perumahan dikesampingkan. Di sisi lain, indikator konsumsi domestik juga menunjukkan pelemahan. Dengan likuiditas perbankan yang masih memadai, Anna menekankan bahwa “pemangkasan tambahan diperlukan untuk memperlancar transmisi dan menjaga momentum pertumbuhan,” demi menjaga roda pertumbuhan ekonomi tetap berputar.
Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), David Sumual. Ia memperkirakan Bank Indonesia akan menahan suku bunga kebijakan setelah serangkaian pemangkasan yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut. David mengamati bahwa pemangkasan suku bunga BI sebelumnya merupakan antisipasi terhadap potensi penurunan Fed Fund Rate oleh Bank Sentral Amerika Serikat.
David juga mencatat adanya arus keluar modal asing yang signifikan dari instrumen Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Situasi ini, menurutnya, menuntut BI untuk lebih dulu menstabilkan nilai tukar Rupiah. Kendati demikian, David tidak menutup kemungkinan adanya penurunan suku bunga di kemudian hari, menyatakan, “Masih ada ruang penurunan di akhir tahun jika Rupiah stabil, menguat, dan Fed melanjutkan penurunan suku bunganya,” memberikan gambaran tentang faktor-faktor penentu kebijakan moneter ke depan.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) pada level 4,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) terbaru. Keputusan ini melanjutkan kebijakan moneter akomodatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan mempertimbangkan berbagai indikator perekonomian global dan domestik, termasuk dinamika kredit perbankan dan stabilitas sistem keuangan.
Keputusan BI ini berbeda dengan ekspektasi sebagian besar ekonom yang memprediksi penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin. Pertimbangan BI termasuk stabilitas nilai tukar Rupiah dan arus keluar modal asing dari SBN dan SRBI. Meskipun demikian, penurunan suku bunga di masa depan masih mungkin terjadi jika Rupiah stabil dan The Fed melanjutkan penurunan suku bunganya.