Scoot.co.id, JAKARTA – Emiten pertambangan terkemuka milik konglomerat Prajogo Pangestu, PT Petrosea Tbk (PTRO), berhasil mencatatkan kinerja keuangan yang sangat gemilang sepanjang periode Januari hingga September 2025. Perusahaan menunjukkan pertumbuhan impresif yang melampaui ekspektasi pasar.
Berdasarkan laporan keuangan terbarunya, PTRO sukses membukukan laba bersih sebesar US$ 6,93 juta pada kuartal III-2025. Angka ini menandai lonjakan luar biasa sebesar 141,87% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar US$ 2,86 juta.
Tak hanya laba, dari sisi pendapatan pun Petrosea mencatat kinerja yang kuat. Perusahaan membukukan pendapatan bersih senilai US$ 603,84 juta, mengalami peningkatan signifikan sebesar 18,42% dari US$ 509,91 juta yang tercatat pada kuartal III-2024.
Lonjakan Laba Mendorong Perbaikan Margin dan Efisiensi
Abida Massi Armand, seorang Fundamental Analyst dari BRI Danareksa Sekuritas, menjelaskan bahwa lonjakan laba bersih PTRO yang jauh melampaui pertumbuhan pendapatan ini mengindikasikan adanya peningkatan substansial dalam efisiensi operasional dan profitabilitas perusahaan. Ini menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengoptimalkan sumber daya.
Menurut Abida, perbaikan kinerja ini terutama didorong oleh strategi manajemen dalam mengalihkan bauran pendapatan ke kontrak-kontrak dengan margin lebih tinggi. Selain itu, penerapan prinsip operation excellence juga turut berkontribusi besar, terlihat dari peningkatan EBITDA sebesar 50,9% dan margin laba kotor sebesar 20,9% pada semester I-2025. Meskipun kontrak pertambangan serta rekayasa dan konstruksi masih menjadi penyumbang pendapatan terbesar saat ini, segmen EPCI (Engineering, Procurement, Construction, and Installation) diproyeksikan akan menjadi penopang utama lonjakan margin di masa depan.
EPCI Jadi Mesin Pertumbuhan Laba Baru Petrosea
Segmen EPCI secara luas diyakini akan menjadi tulang punggung pertumbuhan PTRO di masa mendatang. Dengan diperkuat oleh akuisisi strategis yang dilakukan perseroan, segmen ini diperkirakan mampu menghasilkan margin laba kotor yang impresif, berkisar antara 30% hingga 34%. Proyeksi ini akan mendorong margin EBITDA konsolidasi perusahaan mencapai 22% pada tahun 2026, menegaskan posisinya sebagai motor profitabilitas baru.
PTRO juga memiliki rekor total nilai kontrak (backlog) yang sangat substansial, mencapai Rp 64,3 triliun. Angka fantastis ini memberikan visibilitas pendapatan jangka panjang hingga tahun 2032. Backlog ini mencakup beberapa proyek penting, di antaranya:
- Jasa pertambangan Life of Mine (LoM) senilai Rp 17,4 triliun,
- Proyek EPC Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) Tangguh UCC sebesar Rp 4,6 triliun, dan
- Proyek konstruksi tambang nikel Vale Indonesia senilai Rp 2,8 triliun.
Selain fokus di dalam negeri, PTRO juga memperluas jejak ekspansi globalnya melalui berbagai kontrak internasional. Salah satu contoh penting adalah proyek EPC di Pakistan (Reko Diq Mining Company) dengan nilai US$ 26,2 juta, yang membuktikan kapabilitas global dan daya saing perseroan di pasar internasional.
“Segmen EPCI ini diproyeksikan mencapai Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 47,7% dan akan menjadi mesin pertumbuhan laba utama, jauh melampaui pertumbuhan segmen tradisional,” ungkap Abida kepada Kontan, Jumat (24/10).
Risiko Eksekusi dan Tantangan Pendanaan
Meskipun prospek Petrosea sangat positif, Abida mengingatkan akan adanya risiko eksekusi yang harus diperhatikan secara cermat. Transformasi bisnis PTRO menuju perusahaan EPCI memang membawa potensi pertumbuhan yang tinggi, namun juga diiringi dengan tantangan pendanaan yang signifikan. Peningkatan liabilitas hingga US$ 1,12 miliar per September 2025 mengindikasikan bahwa pertumbuhan perusahaan sebagian besar didanai melalui utang.
“Investor perlu memonitor kemampuan perusahaan untuk menghasilkan arus kas yang kuat guna melayani utang dan memastikan rasio cakupan bunga (interest coverage ratio) tetap tinggi,” tambah Abida, menekankan pentingnya manajemen likuiditas yang hati-hati.
Rekomendasi Saham PTRO: Target Harga Menarik
Dari sisi valuasi, Abida secara tegas memberikan rekomendasi buy untuk saham PTRO dengan target harga Rp 10.000 per saham. Target ambisius ini dihitung menggunakan metode Discounted Cash Flow (DCF) yang secara komprehensif mempertimbangkan perubahan model bisnis perusahaan, rekor backlog yang solid, dan prospek pertumbuhan laba yang cerah.
Namun demikian, Abida menekankan bahwa pencapaian target harga Rp 10.000 per saham sangat bergantung pada keberhasilan realisasi pertumbuhan CAGR 47,7% di segmen EPCI serta tercapainya margin EBITDA 22% pada tahun 2026. Hal ini menjadikan keberhasilan implementasi strategi di segmen EPCI sebagai kunci utama.
Analisis Teknikal: Momentum Masih Uptrend
Sementara itu, Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, menilai secara teknikal bahwa pergerakan saham PTRO masih berada dalam fase uptrend dan mampu bertahan di atas moving average 20 (MA20), menunjukkan kekuatan tren positif. “Namun demikian selama 2 hari belakangan ini didominasi oleh tekanan jual dan indikator MACD masih cenderung melandai di area positif dengan Stochastic yang rawan terkoreksi,” ujar Herditya kepada Kontan, Jumat (24/10), mengisyaratkan potensi koreksi jangka pendek.
Herditya menambahkan, level support PTRO berada di Rp 6.575 dan resistance di Rp 7.500 per saham. Berdasarkan analisis ini, ia merekomendasikan trading buy saham PTRO dengan target harga di kisaran Rp 7.975–Rp 8.150 per saham, menawarkan peluang keuntungan bagi para investor dan trader.