Penjualan SBN Ritel Capai Rp 137,7 Triliun hingga Oktober 2025

JAKARTA – Pemerintah terus menunjukkan komitmennya dalam menghadirkan instrumen investasi yang diminati masyarakat. Sepanjang tahun berjalan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah sukses menerbitkan enam seri Surat Berharga Negara (SBN) Ritel, meliputi ORI027, ST014, SR022, SBR014, SR023, hingga yang terbaru ORI028.

Pencapaian penjualan SBN Ritel ini terbilang signifikan. Plt. Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu, Novi Puspita Wardani, mengungkapkan bahwa total penjualan seluruh seri SBN Ritel sampai dengan Oktober 2025 telah mencapai angka fantastis Rp 137,7 triliun. Angka tersebut sudah termasuk kontribusi penjualan ORI028 yang mencapai Rp 15,5 triliun dan akan memasuki periode setelmen pada 29 Oktober 2025, seperti yang disampaikan Novi kepada Kontan pada Jumat (24/10/2025).

Novi menambahkan, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, total penjualan SBN Ritel pada 2024 tercatat sebesar Rp 148,36 triliun. Di sisi lain, jumlah SBN Ritel yang akan jatuh tempo hingga Oktober 2025 mencapai Rp 111,6 triliun, memberikan gambaran mengenai perputaran dana pada instrumen Surat Berharga Negara ini di pasar.

Melihat tingginya minat investor, pemerintah masih akan mengeluarkan satu seri SBN Ritel lagi di sisa tahun 2025, yaitu Sukuk Tabungan (ST) seri ST015. Masa penawaran untuk ST015 ini direncanakan berlangsung mulai 10 November hingga 3 Desember 2025, membuka peluang bagi masyarakat untuk kembali berinvestasi pada instrumen yang aman dan menguntungkan.

Menanggapi prospek penerbitan ST015, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia, Ramdhan Ario Maruto, berpendapat bahwa daya tarik Sukuk Tabungan ini akan sangat bergantung pada besaran tingkat kupon yang ditawarkan. Ramdhan menjelaskan bahwa SBN Ritel, termasuk ORI dan ST, secara fundamental merupakan instrumen investasi yang lebih terukur jika dibandingkan dengan instrumen lain seperti saham.

Namun, lanjut Ramdhan, keputusan masyarakat dalam berinvestasi seringkali didasarkan pada perbandingan antar instrumen untuk mencari potensi return paling maksimal. Oleh karena itu, besaran kupon yang kurang kompetitif dapat mengurangi minat investor, membuat sebagian masyarakat mungkin akan menunda atau bahkan mengurungkan niatnya untuk masuk ke instrumen investasi ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *