Perang Dagang AS-China Ancam Pertemuan IMF-Bank Dunia! Apa Dampaknya?

Scoot.co.id , JAKARTA – Pertemuan tahunan bergengsi Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Washington pekan ini, yang seharusnya menjadi forum pembahasan vital mengenai ketahanan ekonomi global, kini justru terselubung oleh bayang-bayang memanasnya kembali perang dagang AS-China.

Melansir laporan Reuters pada Senin (13/10/2025), agenda utama pertemuan yang menghadirkan lebih dari 10.000 delegasi dari 190 negara ini, semula fokus pada upaya penguatan ekonomi dunia di tengah tekanan geopolitik dan potensi perlambatan ekonomi Amerika Serikat. Namun, eskalasi ketegangan terbaru antara Washington dan Beijing kini mendominasi diskusi, terutama menyusul ancaman Donald Trump untuk membalas kebijakan ekspor China yang kini diperluas secara drastis, khususnya untuk komoditas logam tanah jarang yang krusial.

: Ekspor China Meroket, Bukti Tarif Impor Trump Tak Mempan?

Sebelumnya, dalam lima bulan terakhir, kedua raksasa ekonomi ini sempat menunjukkan tanda-tanda meredanya friksi dengan membangun gencatan perang dagang. Langkah ini berhasil menurunkan bea masuk dari level tiga digit dan memicu peningkatan proyeksi pertumbuhan global versi IMF. Harapan akan perdamaian dagang semakin menguat jelang rencana pertemuan antara Trump dan Presiden China Xi Jinping akhir bulan ini.

Namun, optimisme tersebut sontak runtuh pada Jumat (10/10/2025). Trump secara mengejutkan mengancam akan membatalkan pertemuan tersebut dan menaikkan tarif impor China secara masif, disertai serangkaian langkah balasan lainnya yang menambah ketidakpastian di pasar.

: : Analis: Pasar Saham Terperosok Imbas Sentimen Konflik Dagang AS-China

Ketegangan semakin memuncak ketika Beijing segera membalas ancaman tersebut dengan memberlakukan tarif pelabuhan baru terhadap kapal-kapal buatan atau berbendera AS, sebagai respons setimpal terhadap kebijakan biaya pelabuhan yang sebelumnya diterapkan Washington untuk kapal asal China.

Martin Muehleisen, mantan kepala strategi IMF yang kini menjabat di Atlantic Council, menafsirkan ancaman Trump sebagai strategi tawar-menawar yang ekstrem. Meski demikian, ia memperingatkan bahwa langkah ini menimbulkan ketidakpastian besar di pasar. “Semoga nalar menang. Jika Trump benar-benar kembali ke tarif 100% untuk barang China, pasar akan sangat terpukul dan destabilisasi ekonomi dapat terjadi,” ujarnya.

: : Harga Minyak Global Rebound, Pasar Cermati Sinyal Damai Dagang AS-China

Ancaman Trump tak pelak memicu aksi jual saham terbesar di Amerika Serikat dalam beberapa bulan terakhir. Kekhawatiran akan gelembung pasar saham yang dipicu oleh euforia investasi kecerdasan buatan (AI) pun semakin merebak, menambah kompleksitas tantangan ekonomi global saat ini. Sementara itu, masih belum ada kepastian mengenai apakah Menteri Keuangan AS Scott Bessent, yang memimpin negosiasi perdagangan dengan China, akan sempat bertemu dengan pejabat Beijing selama pertemuan di Washington.

IMF Tetap Optimistis

Sebelum gelombang ketegangan baru ini melanda, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva sempat menyoroti ketahanan luar biasa ekonomi global dalam menghadapi beragam guncangan. Mulai dari tekanan biaya tarif, ketidakpastian ekonomi yang terus-menerus, pelemahan pasar tenaga kerja di AS, hingga lonjakan adopsi kecerdasan buatan (AI) yang disruptif.

Dalam pratinjau World Economic Outlook yang dijadwalkan rilis pada Selasa mendatang, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global 2025 akan sedikit melambat menjadi 3,0%, dari perkiraan 3,3% pada tahun 2024. Proyeksi ini sebenarnya telah dinaikkan pada Juli lalu, menjadi 3,0%, berkat penurunan bea masuk AS–China yang sempat meredakan ketegangan dagang kala itu. “Kita memang melihat ketahanan nyata di dunia, namun ini tetap merupakan masa yang sangat tidak pasti. Risiko pelemahan masih mendominasi proyeksi kami,” tutur Georgieva, menegaskan perlunya kewaspadaan.

Agenda AS di IMF–Bank Dunia

Amerika Serikat juga tengah gencar mendorong IMF dan Bank Dunia untuk memfokuskan kembali mandat utama mereka pada stabilitas keuangan dan pembangunan. AS berharap kedua lembaga ini dapat mengurangi perhatian pada isu-isu seperti iklim dan kesetaraan gender, dan kembali pada misi inti yang lebih fundamental.

Pertemuan ini juga menandai debut publik Dan Katz sebagai Deputi Direktur Pelaksana IMF yang baru. Mantan bankir investasi dan kepala staf Bessent ini akan diawasi ketat oleh negara-negara anggota dalam melaksanakan agenda AS, termasuk dorongan agar IMF lebih tegas mengkritik kebijakan ekonomi China yang berbasis negara. Lebih lanjut, dukungan AS terhadap Argentina, negara peminjam terbesar IMF, juga menjadi sorotan utama. Terlebih, Presiden Argentina Javier Milei dijadwalkan bertemu Donald Trump di Gedung Putih pekan ini. Georgieva menyambut baik langkah tersebut sebagai upaya menjaga reformasi berbasis pasar di Buenos Aires agar tetap berjalan.

Namun, Martin Muehleisen kembali memperingatkan bahwa dominasi AS berisiko menggeser peran IMF sebagai lembaga multilateral yang independen. Ia melontarkan pertanyaan reflektif: “Apakah IMF masih lembaga global yang netral, atau mulai bergeser menjadi perpanjangan tangan Departemen Keuangan AS?” Ini memicu diskusi lebih lanjut tentang integritas dan otonomi lembaga keuangan global.

Selain isu perang dagang AS-China, para menteri keuangan negara G7 juga dijadwalkan membahas langkah-langkah untuk memperketat sanksi terhadap Rusia, dalam upaya mengakhiri konflik di Ukraina. Inggris secara khusus mendorong aksi bersama antara G7 dan Uni Eropa guna memangkas pendapatan energi Rusia dan membatasi akses Moskow terhadap aset-asetnya di luar negeri.

Salah satu opsi krusial yang tengah dibahas adalah rencana Uni Eropa untuk menggunakan aset beku Rusia sebagai jaminan pinjaman sebesar 140 miliar euro (sekitar US$162 miliar) bagi Ukraina. Langkah ini diharapkan dapat memberikan dukungan finansial yang signifikan bagi negara yang tengah dilanda perang tersebut.

Ringkasan

Pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Washington terancam dibayangi oleh eskalasi perang dagang AS-China. Ancaman Donald Trump untuk membalas kebijakan ekspor China, terutama komoditas logam tanah jarang, telah menggoyahkan harapan akan perdamaian dagang yang sempat membaik. Ketegangan ini memicu ketidakpastian pasar dan aksi jual saham, serta kekhawatiran akan gelembung pasar saham akibat euforia investasi AI.

Meskipun IMF tetap optimistis terhadap ketahanan ekonomi global, eskalasi perang dagang AS-China menambah kompleksitas tantangan ekonomi. Amerika Serikat juga mendorong IMF dan Bank Dunia untuk lebih fokus pada stabilitas keuangan dan pembangunan, serta mengurangi perhatian pada isu-isu seperti iklim dan kesetaraan gender. Pertemuan ini juga membahas langkah-langkah untuk memperketat sanksi terhadap Rusia terkait konflik di Ukraina.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *