Scoot.co.id JAKARTA. Kinerja emiten properti kawasan industri menunjukkan potret yang beragam sepanjang paruh pertama tahun 2025. Di satu sisi, ada yang mencatat pertumbuhan signifikan, sementara di sisi lain, beberapa justru harus menghadapi tekanan dan penurunan.
PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) menjadi salah satu emiten yang bersinar terang. Perusahaan ini berhasil membukukan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 2,72 triliun per semester I 2025, melonjak 14% dibandingkan dengan Rp 2,38 triliun di periode yang sama tahun 2024. Peningkatan pendapatan ini turut mengerek laba bersih KIJA yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk, melesat fantastis 523,50% secara tahunan (year on year) dari Rp 49,82 miliar menjadi Rp 310,65 miliar per Juni 2025.
Tak hanya itu, kinerja penjualan pemasaran (marketing sales) dari segmen Land Development dan Properti KIJA juga patut diacungi jempol. Mereka sukses mengantongi Rp 1,9 triliun pada semester pertama 2025, yang setara dengan 55% dari target tahunan perusahaan dan menunjukkan kenaikan 13% yoy dari Rp 1,7 triliun. “Ini setara dengan 55% dari target tahunan 2025 dan naik 13% yoy dari Rp 1,7 triliun,” terang Corporate Secretary KIJA, Mulyadi Suganda, dalam keterangan resminya tanggal 31 Juli 2025.
Namun, gambaran kontras terlihat pada kinerja PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) dan PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA). DMAS mengalami penurunan pendapatan signifikan hingga 49,07% yoy, dari Rp 1,20 triliun menjadi hanya Rp 613,35 miliar. Penurunan ini sebagian besar dipicu oleh melemahnya kontribusi dari segmen penjualan industri, yang merupakan pilar utama bisnis DMAS.
Penjualan segmen industri DMAS anjlok 51,47% yoy, dari Rp 1,12 triliun menjadi Rp 547,82 miliar di semester I-2025. Padahal, segmen ini menyumbang hingga 89,31% terhadap total pendapatan usaha perseroan pada periode tersebut. Meskipun demikian, Direktur dan Sekretaris Perusahaan DMAS, Tondy Suwanto, mengungkapkan bahwa “Sektor data center masih menjadi pelanggan utama yang berkontribusi terhadap penjualan lahan industri yang dicatatkan sebagai pendapatan Perseroan pada paruh pertama tahun 2025.” Akibat penurunan pendapatan tersebut, laba bersih DMAS pun ikut merosot 46,09% yoy, dari Rp 803,27 miliar menjadi Rp 433,01 miliar hingga semester I-2025.
Sementara itu, SSIA mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp 2,11 triliun per semester I 2025, turun 9,8% dari Rp 2,34 triliun pada semester I 2024. Lebih lanjut, SSIA harus menelan pil pahit dengan membukukan rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 32,34 miliar per Juni 2025, berbanding terbalik dari laba bersih Rp 105,62 miliar pada Juni 2024. “Penekanan kinerja ini sebagian besar dipengaruhi oleh kinerja segmen perhotelan yang mengalami penurunan kontribusi sementara akibat aktivitas renovasi,” jelas Erlin Budiman, VP of Investor Relations & Sustainability SSIA, dalam keterangan resminya, Senin (4/8/2025).
Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, menjelaskan bahwa tekanan yang dialami oleh emiten properti kawasan industri seperti DMAS dan SSIA disebabkan oleh penjualan lahan yang belum maksimal diiringi dengan beban pemodalan yang tinggi, sehingga menekan margin profitabilitas. Berbeda dengan KIJA yang berhasil membukukan marketing sales sangat tinggi di proyek Kendal Industrial Park, didorong oleh permintaan kuat dari investor asing.
Senada, Analis Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora menambahkan bahwa kenaikan laba KIJA tidak hanya berasal dari peningkatan pendapatan, tetapi juga dari kemampuan manajemen dalam menekan beban-beban keuangan. Ia menyoroti penurunan beban penjualan dari Rp 50,24 miliar di semester I 2024 menjadi Rp 32,65 miliar per semester I 2025, serta beban umum dan administrasi yang menyusut dari Rp 267,97 miliar menjadi Rp 250,39 miliar di tahun lalu.
Prospek Kinerja dan Rekomendasi Saham
Melihat pergerakan saham, harga saham KIJA dan DMAS cenderung mengikuti kinerja fundamentalnya. Saham KIJA berada di level Rp 191 per saham, naik 2,69% sejak awal tahun (year to date/YTD). Sementara itu, saham DMAS diperdagangkan di Rp 139 per saham, terkoreksi 6,71% YTD. Menariknya, saham SSIA justru bergerak berlawanan arah dengan kinerja keuangannya. Harga SSIA parkir di Rp 2.640 per saham pada penutupan pasar hari ini, melesat 96,28% YTD.
Andhika Cipta Labora mengemukakan bahwa kenaikan saham SSIA ini didorong oleh sentimen positif dari investasi Grup Djarum dan PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) yang menjadi pemegang saham SSIA. Indy Naila menambahkan bahwa pergerakan saham SSIA lebih didorong oleh adanya proyek strategis jangka panjang, sehingga investor melihat adanya potensi perbaikan kinerja di masa depan, meskipun secara valuasi, rasio harga terhadap laba (PER) SSIA masih negatif.
Prospek kinerja emiten properti kawasan industri di semester II 2025 diperkirakan akan membaik. Andhika Cipta Labora optimistis, salah satunya karena suku bunga Bank Indonesia (BI) yang telah diturunkan pada Juli lalu ke level 5,25%. Selain itu, ekspektasi penurunan suku bunga The Fed sebanyak 2-3 kali lagi di semester II 2025 berpotensi diikuti oleh BI. “Apabila suku bunga turun, akan membuat investor tertarik untuk investasi di sektor riil dan berpeluang membeli lahan di kawasan industri,” paparnya.
Indy Naila juga melihat potensi perbaikan kinerja pada SSIA yang akan ditopang oleh proyek Subang Smartpolitan, yang kini menarik perhatian industri kendaraan listrik (EV). Kinerja KIJA juga berpotensi terus meningkat karena marketing sales mereka yang stabil dapat mendorong kinerja keuangan emiten. “Jika suku bunga acuan mengalami outlook turun akan meningkatkan dari sisi permintaan ke manufaktur,” pungkasnya.
Berdasarkan analisis tersebut, Andhika Cipta Labora merekomendasikan beli untuk saham SSIA dengan target harga Rp 2.800 per saham dan DMAS dengan target harga Rp 148 per saham. Sementara itu, Indy Naila merekomendasikan speculative buy untuk KIJA dengan target harga Rp 204 per saham.
Dari perspektif teknikal, Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, melihat pergerakan saham KIJA berada di level support Rp 186 dan resistance Rp 193. Ia merekomendasikan buy if break untuk KIJA dengan target harga Rp 196 – Rp 200 per saham. Untuk DMAS, Herditya mencermati level support di Rp 137 dan resistance di Rp 141, menyematkan rekomendasi trading buy dengan target harga Rp 143 – Rp 148 per saham.