Scoot.co.id , JAKARTA — Dua bank investasi raksasa di Amerika Serikat, JPMorgan Chase & Co. dan Bank of America Corp., kini memprediksi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan menghentikan kebijakan pengetatan neraca atau quantitative tightening (QT) lebih cepat dari perkiraan semula, yakni pada Oktober mendatang. Proyeksi yang dimajukan ini mengakhiri proses penarikan likuiditas yang telah berlangsung agresif sejak pertengahan 2022.
Perkiraan baru ini, yang dikutip Bloomberg pada Jumat (24/10/2025), menunjukkan perubahan signifikan dari proyeksi sebelumnya yang menempatkan penghentian QT pada Desember 2025 atau awal tahun depan. Pemicunya adalah peningkatan biaya pinjaman yang terpantau di pasar pendanaan dolar AS, sebuah sinyal bahwa tekanan likuiditas mulai terasa di sistem keuangan.
Pertemuan The Fed di Washington pekan depan diperkirakan akan menjadi momen krusial. Selain antisipasi penurunan suku bunga acuan ke kisaran 3,75–4%, pelaku pasar sangat menantikan isyarat jelas mengenai akhir dari QT. Instrumen kebijakan moneter ini merupakan salah satu perangkat penting yang digunakan The Fed untuk mengendalikan suku bunga dan menjaga stabilitas pasar keuangan.
: Ramalan Terbaru Ekonom soal Pemangkasan Suku Bunga The Fed hingga Akhir Tahun
Kebijakan QT sendiri merupakan langkah The Fed untuk memangkas neraca keuangannya yang kini mencapai sekitar US$6,6 triliun. Caranya adalah dengan menjual surat utang pemerintah AS (Treasuries) dan sekuritas, yang bertujuan menarik kelebihan likuiditas yang sempat membanjiri pasar selama pandemi Covid-19.
Tidak hanya JPMorgan dan Bank of America, sejumlah lembaga lain juga turut mempercepat proyeksi mereka. TD Securities dan Wrightson ICAP bahkan memperkirakan QT akan berakhir pada bulan ini, sementara analis dari Barclays dan Goldman Sachs memproyeksikan waktunya sedikit lebih lama.
: : The Fed Sulit Tentukan Arah Suku Bunga Gara-Gara Shutdown Pemerintah AS
Ketua The Fed, Jerome Powell, sebelumnya telah menegaskan bahwa proses pengetatan neraca akan berhenti saat cadangan perbankan berada sedikit di atas level yang dianggap “cukup longgar” atau ample reserves—sebuah batas minimum untuk mencegah gangguan pasar akibat kekurangan likuiditas. Ia menambahkan, titik tersebut kemungkinan besar akan tercapai dalam beberapa bulan mendatang.
Analisis dari Mark Cabana dan Katie Craig dari Bank of America menguatkan pandangan ini. Keduanya menyatakan bahwa kondisi pasar uang saat ini menjadi sinyal kuat pengetatan likuiditas. “Tingkat suku bunga repo yang tinggi dan tekanan di pasar pendanaan menunjukkan cadangan sistem keuangan semakin menipis,” tulis mereka dalam riset terbaru.
Senada, tim analis JPMorgan yang dipimpin Teresa Ho juga menyoroti alasan serupa. Mereka mencatat bahwa pasar pendanaan kini beroperasi “dengan lebih banyak gesekan” seiring penurunan dana di fasilitas reverse repo milik The Fed—indikator kuat bahwa cadangan yang tersisa di sistem keuangan semakin terbatas.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan penting: seberapa lama The Fed dapat melanjutkan kebijakan pengetatan likuiditas tanpa memicu masalah serupa dengan yang terjadi pada September 2019? Kala itu, cadangan uang di perbankan menipis drastis saat The Fed masih aktif mengurangi asetnya. Akibatnya, suku bunga pinjaman antarbank melonjak tajam karena bank-bank saling berebut dana tunai jangka pendek.
Momen krisis tersebut nyaris melumpuhkan pasar uang, memaksa The Fed untuk turun tangan membeli surat utang jangka pendek guna menstabilkan kondisi. Pengalaman tersebut menjadi pelajaran berharga yang mendasari kehati-hatian The Fed dalam mengelola akhir dari QT saat ini.
: : Suku Bunga Efektif The Fed Naik untuk Ketiga Kalinya dalam Sebulan