Scoot.co.id – Saat ChatGPT bersiap menyambut ulang tahunnya yang ketiga, sebuah fenomena menarik terjadi di dunia investasi. Setidaknya satu dari sepuluh investor ritel kini memanfaatkan chatbot tersebut untuk memilih saham, sebuah tren yang memicu ledakan signifikan di pasar robo-advisory. Namun, di balik gelombang inovasi ini, sejumlah pengamat justru mengingatkan bahwa strategi investasi berbasis AI ini masih tergolong berisiko tinggi dan belum sepenuhnya mampu menggantikan peran penasihat keuangan konvensional.
Berkat kecanggihan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), akses terhadap dunia investasi kini semakin terdemokratisasi. Siapa pun dapat memilih saham, memantau pergerakannya, dan memperoleh analisis investasi mendalam yang sebelumnya hanya dapat dijangkau oleh bank-bank besar atau investor institusional dengan sumber daya melimpah.
Dilansir dari Reuters, pasar robo-advisory—yang mencakup seluruh perusahaan penyedia nasihat keuangan otomatis berbasis algoritma, mulai dari perusahaan fintech, bank, hingga manajer investasi—diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan eksponensial. Menurut firma analisis data Research and Market, pasar ini diperkirakan akan meroket hingga mencapai pendapatan USD 470,91 miliar pada tahun 2029, naik drastis dari USD 61,75 miliar pada tahun lalu, menandai peningkatan sekitar 600 persen.
Setengah Abad di Silicon Valley, Larry Ellison Buktikan Dirinya Masih Bertahan dan Bangkit di Era AI
Salah satu contoh adaptasi terhadap tren ini datang dari Jeremy Leung. Setelah hampir dua dekade menganalisis perusahaan untuk Union Bank of Switzerland (UBS), Leung kini beralih menggunakan ChatGPT sebagai rekan pilih sahamnya. Sejak kehilangan pekerjaannya di bank Swiss tersebut awal tahun ini, ia mengandalkan AI untuk menyusun portofolio multi-asetnya.
“Saya tidak lagi memiliki kemewahan (terminal) Bloomberg, atau layanan data pasar semacam itu yang sangat-sangat mahal,” ungkap Leung. “Sementara, ChatGPT yang sederhana dapat melakukan banyak hal dan mereplikasi banyak alur kerja yang biasa saya lakukan.” Namun, Leung mengingatkan bahwa alat semacam itu mungkin melewatkan beberapa analisis penting karena tidak dapat mengakses data yang berada di balik paywall. Peringatan ini semakin relevan mengingat industri ini berkembang pesat secara eksponensial.
Leung pun tak sendiri dalam memanfaatkan kecanggihan AI. Sekitar separuh dari investor ritel di seluruh dunia menyatakan akan menggunakan alat AI seperti ChatGPT, yang peluncurannya pada November 2022 memicu ledakan AI di pasar, atau Gemini milik Google untuk memilih atau mengubah investasi dalam portofolio mereka. Berdasarkan hasil survei 11.000 investor ritel global dari broker eToro, 13 persen di antaranya telah menggunakan alat AI untuk memilih saham. Di Inggris, survei oleh perusahaan perbandingan Finder menunjukkan 40 persen responden telah menggunakan chatbot dan AI untuk saran keuangan pribadi mereka.
Meski demikian, ChatGPT sendiri telah memberikan peringatan tegas bahwa pihaknya tidak boleh diandalkan untuk memberikan nasihat keuangan profesional. Pemiliknya, OpenAI, juga belum merilis data mengenai jumlah orang yang menggunakan chatbot-nya untuk memilih investasi. “Model AI bisa sangat brilian,” kata Dan Moczulski, direktur pelaksana eToro di Inggris, yang melayani 30 juta pengguna di seluruh dunia. “Risikonya muncul ketika orang-orang memperlakukan model generik seperti ChatGPT atau Gemini sebagai bola kristal,” tambahnya.
Moczulski menekankan bahwa yang terbaik adalah menggunakan platform AI yang secara khusus dilatih untuk menganalisis pasar. Hal ini dikarenakan model AI generatif rentan salah mengutip angka dan tanggal, terlalu bergantung pada narasi yang telah ditetapkan sebelumnya, serta terlalu mengandalkan pergerakan harga masa lalu untuk mencoba memprediksi masa depan yang volatil.
Sebuah studi menarik dilakukan oleh Finder pada Maret 2023. Mereka meminta ChatGPT untuk memilih serangkaian saham dari bisnis berkualitas tinggi, dengan kriteria seperti tingkat utang rendah, pertumbuhan berkelanjutan, dan aset yang menghasilkan keunggulan kompetitif. Hasilnya, pemilihan 38 saham, termasuk saham AI seperti Nvidia dan Amazon, bersama dengan perusahaan konsumen utama seperti Procter & Gamble dan Walmart, telah melonjak hampir 55 persen sejauh ini. Angka ini hampir 19 poin persentase lebih banyak dari rata-rata 10 dana paling populer di Inggris, termasuk yang dikelola oleh Vanguard, Fidelity, HSBC, dan Fundsmith.
Memang, saat ini saham AS berada di sekitar rekor tertinggi dan tampaknya kebal terhadap kebijakan AS yang tidak menentu serta data ekonomi yang tidak merata. Namun, pemilihan saham menggunakan ChatGPT tetap menuntut pengetahuan keuangan yang solid. Para pengadopsi AI sendiri mengakui adanya risiko tinggi untuk salah sebelum akhirnya benar. Leung, misalnya, menyusun pertanyaan spesifik seperti “asumsikan Anda seorang analis short, apa tesis short untuk saham ini?” atau “gunakan hanya sumber yang kredibel, seperti pengajuan SEC.” “Semakin banyak konteks yang Anda berikan, semakin baik responsnya AI,” jelas Leung.
Antusiasme terhadap perangkat AI yang telah mendemokratisasi akses investasi ini juga membawa kekhawatiran. Sulit untuk mengetahui apakah investor ritel telah menggunakan perangkat manajemen risiko yang memadai untuk memitigasi potensi kerugian secara tepat ketika pasar mengalami perubahan drastis. Indeks STOXX 600 pan-Eropa telah naik hampir 10 persen tahun ini, sementara indeks S&P 500 telah bertambah 13 persen setelah melonjak 23 persen tahun lalu. “Jika orang merasa nyaman berinvestasi menggunakan AI dan mereka menghasilkan uang, mereka mungkin tidak mampu mengelolanya saat krisis atau kemerosotan,” pungkas Leung, menyerukan kehati-hatian.
Nvidia Investasi Rp 1.665 Triliun ke OpenAI, Perkuat Aliansi Strategis Dua Raksasa AI dalam Persaingan Global
Ringkasan
Sebuah tren menarik muncul di dunia investasi, di mana sebagian investor ritel mulai memanfaatkan chatbot AI seperti ChatGPT untuk memilih saham. Hal ini memicu pertumbuhan pasar robo-advisory yang diproyeksikan mencapai USD 470,91 miliar pada tahun 2029. Akses terhadap investasi kini lebih mudah, namun beberapa pihak memperingatkan risiko tinggi karena AI mungkin melewatkan analisis penting dan investor perlu memiliki pengetahuan keuangan yang solid.
Survei menunjukkan bahwa sekitar 13% investor ritel global telah menggunakan AI untuk memilih saham. Meskipun ada keberhasilan dalam pemilihan saham berbasis AI, seperti yang ditunjukkan oleh studi Finder, penting untuk menggunakan platform AI yang terlatih khusus untuk menganalisis pasar dan menghindari ketergantungan pada model generik. Investor juga perlu berhati-hati dalam mengelola risiko, terutama saat pasar mengalami perubahan drastis, dan memahami bahwa AI bukanlah pengganti nasihat keuangan profesional.