KONTAN.CO.ID – JAKARTA.
Pergerakan harga perak dalam sebulan terakhir menarik perhatian serius para investor, menyusul koreksi yang lebih dalam dibandingkan emas. Data pasar menunjukkan, harga perak telah tergelincir hingga 2,87%, sementara emas mencatat penurunan yang lebih moderat, sekitar 1,5%. Disparitas ini tentu saja memicu kekhawatiran akan prospek logam mulia ke depan, terutama di tengah bayang-bayang ketatnya kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan berlanjutnya ketidakpastian geopolitik global.
Menyikapi fenomena ini, Analis Mata Uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa volatilitas harga perak tak terpisahkan dari dinamika harga emas. Ia menegaskan bahwa emas tetap menjadi barometer utama yang mengarahkan sentimen pasar logam mulia secara keseluruhan.
Lukman menambahkan, dalam jangka pendek, pergerakan harga emas sangat ditentukan oleh ekspektasi pasar terhadap arah suku bunga The Fed, serta perkembangan situasi geopolitik dan dampak kebijakan tarif terhadap perekonomian global. Hal tersebut diungkapkannya kepada Kontan pada Minggu, (24/8).
Emas, Perak, atau Bitcoin? Ini Pendapat Robert Kiyosaki vs Warren Buffett
Oleh karena itu, dalam jangka pendek, Lukman memproyeksikan harga emas akan cenderung bergerak dalam kondisi range bound atau berfluktuasi pada rentang tertentu. Kondisi ini secara otomatis menyeret harga perak, mengingat korelasi eratnya dengan emas sebagai aset safe haven atau lindung nilai.
Tekanan terhadap logam mulia kian diperparah oleh sentimen pasar yang menanti kejelasan langkah kebijakan moneter AS. Ketidakpastian kapan The Fed akan memulai siklus pemangkasan suku bunga menjadi faktor dominan yang menghambat laju apresiasi harga emas dan perak.
“Saat ini, harga emas masih bergerak terbatas karena pasar menantikan kepastian arah kebijakan. Demikian pula dengan perak, yang cenderung mengikuti tren pergerakan emas,” terang Lukman lebih lanjut.
Kendati dalam jangka pendek tertekan, prospek jangka panjang untuk logam mulia tetap menjanjikan. Optimisme baru tumbuh setelah pidato Ketua The Fed, Jerome Powell, di Jackson Hole. Lukman menyoroti bahwa Powell menunjukkan sikap yang lebih less hawkish, memicu spekulasi di pasar akan potensi pemangkasan suku bunga yang lebih cepat dari prediksi awal.
“Pidato Powell yang cenderung lebih less hawkish memang memberikan harapan dan dukungan bagi harga emas. Namun, untuk kembali menembus level tertinggi sepanjang masa (ATH), diperlukan katalisator tambahan, mengingat harga emas telah mengalami kenaikan yang signifikan sepanjang tahun ini,” ungkapnya.
Harga Perak Melonjak di Kuartal II 2025, Ternyata Ini Penyebabnya
Di samping itu, dinamika geopolitik global yang meliputi eskalasi tensi di Timur Tengah, ketegangan perang dagang, hingga friksi antarnegara besar, masih menjadi pendorong kuat peningkatan permintaan emas dan perak. Para investor secara tradisional beralih ke logam mulia sebagai aset aman tatkala risiko global melonjak.
Tak kalah krusial adalah tren permintaan yang konsisten dari bank sentral dunia. Lukman menggarisbawahi bahwa pola pembelian emas oleh bank-bank sentral akan terus berlanjut sebagai strategi diversifikasi cadangan devisa. Kondisi fundamental ini diyakini akan menjadi penopang utama harga logam mulia untuk jangka panjang.
“Permintaan berkelanjutan dari bank sentral dunia akan terus menyokong harga emas dalam jangka panjang. Hingga akhir tahun ini, harga emas berpotensi menembus ATH baru di kisaran US$3.700 per troy ounce, bahkan tidak menutup kemungkinan menyentuh US$4.000 pada tahun depan,” pungkasnya.
Dengan korelasi yang begitu erat dengan emas, harga perak juga sangat berpotensi ikut menguat signifikan dalam jangka panjang. Meskipun kini mengalami koreksi yang lebih dalam, peluang pemulihan dan lonjakan harga tetap terbuka lebar, terutama jika katalisator pendukung—baik dari ranah kebijakan moneter maupun dinamika geopolitik—menjadi semakin pasti.
“Secara garis besar, harga perak akan merasakan dampak positif dari tren kenaikan emas dalam jangka panjang. Oleh karena itu, meskipun saat ini terkoreksi lebih dalam, prospek rebound yang kuat tetap sangat terbuka di masa mendatang,” tutup Lukman, mengakhiri analisisnya.
Ringkasan
Harga perak mengalami koreksi lebih dalam dibandingkan emas, memicu kekhawatiran di kalangan investor terkait prospek logam mulia. Volatilitas harga perak terkait erat dengan dinamika harga emas, yang dipengaruhi ekspektasi suku bunga The Fed dan situasi geopolitik. Dalam jangka pendek, harga emas diproyeksikan bergerak range bound, menyeret harga perak.
Prospek jangka panjang logam mulia tetap menjanjikan, didukung oleh sikap The Fed yang less hawkish dan dinamika geopolitik global. Permintaan berkelanjutan dari bank sentral dunia sebagai strategi diversifikasi cadangan devisa juga menjadi penopang utama harga emas. Harga emas berpotensi menembus level tertinggi sepanjang masa (ATH) dan harga perak juga berpotensi menguat signifikan dalam jangka panjang.