Scoot.co.id, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) secara konsisten melanjutkan strategi penurunan volume lelang dan posisi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Kebijakan ini, yang telah dioptimalkan sejak Januari 2025 hingga 15 Agustus 2025, merupakan pilar utama dari operasi moneter pro-pasar yang bertujuan untuk menggenjot likuiditas di pasar uang dan sektor perbankan.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Agustus 2025 yang diselenggarakan secara video conference pada Rabu (20/8/2025), mengungkapkan bahwa total posisi instrumen SRBI per 15 Agustus 2025 tercatat sebesar Rp720,01 triliun. Angka ini menandai penurunan signifikan dari posisi Rp916,97 triliun yang tercatat pada awal Januari 2025, menunjukkan upaya BI dalam menjaga ketersediaan likuiditas.
Selain fokus pada SRBI, Bank Indonesia juga memperluas cakupan operasi moneternya untuk meningkatkan likuiditas pada instrumen dengan tenor yang lebih pendek. Implementasi kebijakan pada primary dealer sejak Mei 2024 telah berhasil mendorong transaksi SRBI di pasar sekunder dan meningkatkan aktivitas repurchased agreement antar pelaku pasar. Langkah ini secara progresif memperkuat fleksibilitas dan efisiensi manajemen likuiditas perbankan.
Dalam konteks diversifikasi instrumen, posisi Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI) tercatat sebesar US$4,56 miliar, sementara Sukuk Valuta Asing Bank Indonesia (SUVBI) berada di angka US$460 juta. Pada momen RDG BI tanggal 19 dan 20 Agustus tersebut, Gubernur Perry Warjiyo juga mengumumkan penurunan BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5 persen.
Kebijakan penurunan suku bunga acuan ini ditekankan untuk terus mengoptimalkan transmisi penurunan suku bunga acuan ke suku bunga pasar uang dan perbankan. Pemangkasan BI Rate pada bulan ini melanjutkan tren yang telah dimulai pada Juli 2025, di mana bank sentral sebelumnya telah menurunkan suku bunga sebesar 25 bps, menjadikan suku bunga acuan saat itu 5,25 persen.