YOGYAKARTA — Bank Indonesia (BI) mengambil langkah strategis dengan menurunkan penerbitan Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI) secara terukur sepanjang tahun 2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya bank sentral untuk menjaga kecukupan likuiditas di sektor perbankan dan pasar uang, sekaligus memberikan dorongan signifikan bagi keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional.
Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Ronald D. Parluhutan, dalam agenda Pelatihan Wartawan Media Nasional di Yogyakarta pada Jumat (22/8/2025), menjelaskan bahwa outstanding SRBI telah menurun secara substansial. Tercatat, posisi outstanding SRBI menyusut menjadi Rp720,61 triliun per 19 Agustus 2025, dari sebelumnya Rp923,53 triliun pada 31 Desember 2024. Penurunan ini mencerminkan komitmen BI dalam mendukung ekspansi likuiditas di sistem keuangan.

Penurunan signifikan pada outstanding SRBI ini turut diiringi oleh tren penurunan yield atau imbal hasil, khususnya pada tenor 12 bulan yang selama ini menjadi acuan utama di pasar. Saat ini, instrumen SRBI ditawarkan dalam tiga pilihan tenor, yaitu 6, 9, dan 12 bulan, memberikan fleksibilitas bagi para investor. Kebijakan ini juga merupakan respons terhadap dinamika pasar dan kebutuhan likuiditas domestik.
Sejalan dengan pengurangan SRBI, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 19—20 Agustus 2025 memutuskan untuk kembali memangkas BI Rate sebesar 25 basis poin (bps), membawa suku bunga acuan tersebut ke level 5,00%. Pemangkasan ini menandai kali kelima otoritas moneter melakukan penyesuaian suku bunga, dengan masing-masing 25 bps pada September 2024, Januari, Mei, Juli, dan Agustus 2025. Tingkat suku bunga acuan 5,00% ini menjadi yang terendah sejak November 2022, jauh di bawah level lelang SRBI mingguan sebelumnya yang tercatat 5,34%.
Meskipun outstanding SRBI mengalami penurunan yang cukup drastis, Ronald Parluhutan memastikan bahwa aktivitas di pasar sekunder tetap terjaga dengan baik. Minat investor asing terhadap instrumen ini juga masih menunjukkan ketahanan yang solid. Hingga 31 Juli 2025, kepemilikan SRBI oleh nonresiden atau investor asing mencapai Rp146,78 triliun, setara dengan 19,81% dari total outstanding SRBI sebesar Rp740,78 triliun pada periode yang sama. Angka ini mengindikasikan kepercayaan global terhadap kebijakan moneter Bank Indonesia.
Lebih lanjut, Ronald menjelaskan bahwa pengurangan outstanding SRBI ini membuka ruang yang lebih besar bagi ketersediaan likuiditas di pasar uang. Bank Indonesia juga melakukan penyesuaian komposisi instrumen operasi moneter dengan memperbesar porsi pada tenor pendek. Langkah ini diambil untuk lebih mendukung kelonggaran likuiditas perbankan, yang pada akhirnya diharapkan dapat mendorong roda ekonomi bergerak lebih cepat dan stabil.
“Dengan penurunan komposisi SRBI ke Rp720 triliun, komponen tenor yang lebih pendek kami tingkatkan agar likuiditas perbankan lebih longgar dan ekonomi dapat terus tumbuh,” pungkas Ronald, menegaskan visi Bank Indonesia untuk menciptakan lingkungan finansial yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) menurunkan penerbitan Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI) secara terukur di tahun 2025, bertujuan menjaga likuiditas perbankan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Outstanding SRBI telah menyusut menjadi Rp720,61 triliun per 19 Agustus 2025, dari Rp923,53 triliun pada 31 Desember 2024. Penurunan ini diiringi tren penurunan yield, terutama pada tenor 12 bulan.
RDG BI juga memangkas BI Rate sebesar 25 bps menjadi 5,00%, menandai penurunan kelima dan terendah sejak November 2022. Meskipun outstanding SRBI turun, aktivitas pasar sekunder tetap terjaga dengan baik, dan minat investor asing masih solid dengan kepemilikan sebesar Rp146,78 triliun. BI menyesuaikan komposisi instrumen operasi moneter dengan memperbesar porsi pada tenor pendek guna mendukung kelonggaran likuiditas perbankan.