Scoot.co.id JAKARTA – Gelombang positif menyelimuti sektor pertambangan emas Indonesia. Sejumlah emiten pertambangan emas berhasil memancarkan kinerja keuangan dan operasional yang cemerlang sepanjang semester I-2025, didorong oleh tren kenaikan harga komoditas global.
Sebagai salah satu pemain kunci, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menunjukkan performa impresif. Meskipun laporan keuangan konsolidasi belum dirilis, anggota Holding BUMN Pertambangan MIND ID ini sukses membukukan penjualan emas sebanyak 942.128 ons troi pada semester I-2025. Angka ini melonjak signifikan sebesar 84% year on year (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Manajemen ANTM menegaskan bahwa peningkatan permintaan emas di pasar domestik menjadi perhatian utama. Oleh karena itu, ANTM konsisten memperkuat posisi pasarnya melalui strategi penjualan yang berfokus pada kualitas produk, keamanan, dan kemudahan akses bagi pelanggan. “Komitmen ini memungkinkan ANTM mempertahankan kepercayaan konsumen sebagai merek pilihan utama dan mendukung pencapaian kinerja penjualan emas yang positif pada semester I-2025,” ungkap Manajemen ANTM dalam keterbukaan informasi pada 31 Juli 2025.
Performa gemilang juga ditunjukkan oleh PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS). Perusahaan ini mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 97% yoy, mencapai US$ 120,85 juta pada semester I-2025. Tidak hanya itu, laba bersih BRMS juga melesat 136% yoy menjadi US$ 22,27 juta. Kinerja finansial yang positif ini ditopang oleh peningkatan produksi emas BRMS sebesar 46% yoy, yang mencapai 38.993 ons troi hingga akhir Juni 2025.
Sementara itu, PT United Tractors Tbk (UNTR) turut merasakan dampak positif dari sektor emas. Anak usaha Grup Astra ini membukukan kenaikan pendapatan dari segmen pertambangan emas dan mineral sebesar 60% yoy, mencapai Rp 7 triliun pada semester I-2025. Melalui dua anak usahanya, PT Agincourt Resources dan PT Sumbawa Jutaraya, UNTR berhasil meningkatkan penjualan emas 14% yoy menjadi 125.000 ons troi pada paruh pertama tahun ini. Namun, secara konsolidasi, kinerja UNTR menunjukkan gambaran yang sedikit berbeda; meskipun pendapatan konsolidasi tumbuh 6% yoy menjadi Rp 68,52 triliun, laba bersih perusahaan justru tergerus 15% yoy menjadi Rp 8,13 triliun.
Tak ketinggalan, PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) juga membukukan peningkatan pendapatan sebesar 34,79% yoy menjadi US$ 192,55 juta pada semester I-2025. Yang lebih mengesankan, ARCI berhasil membalikkan posisi rugi bersih sebesar US$ 3,89 juta yang diderita pada semester I-2024 menjadi laba bersih sebesar US$ 34,87 juta pada periode yang sama tahun 2025. Penjualan emas ARCI pun meningkat 5% yoy, mencapai 49.200 ons troi di akhir semester I-2025.
Miftahul Khaer, Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas, menjelaskan bahwa kenaikan harga emas dunia yang sempat menembus level tertinggi pada awal 2025 memberikan dorongan signifikan bagi kinerja mayoritas emiten produsen emas. Ia menambahkan bahwa dampak kenaikan harga emas paling terasa pada perusahaan dengan porsi lini bisnis emas yang dominan serta memiliki biaya produksi yang relatif efisien, seperti ANTM dan BRMS. Sebagai ilustrasi, kinerja ANTM terdorong oleh kenaikan harga jual dan pertumbuhan volume penjualan emas. BRMS juga diuntungkan berkat penambahan kapasitas produksi dari proyek tambang baru yang beroperasi penuh pada 2025. “Lonjakan harga ini membuat margin keuntungan emiten makin efisien, apalagi ketika volume penjualan juga meningkat,” ujarnya pada Jumat (8/8).
Indy Naila, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, menambahkan bahwa harga emas sebenarnya sudah mulai memasuki fase normalisasi pada semester I-2025, artinya kenaikan harga komoditas tersebut tidak lagi sekuat pada periode sebelumnya. Kendati demikian, mengingat risiko ketidakpastian ekonomi dan geopolitik masih cukup tinggi, besar kemungkinan harga emas masih berpeluang menanjak, sehingga tetap menguntungkan bagi emiten produsen emas.
Kedua analis sepakat bahwa kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi emas dan PPh impor emas batangan secara teoretis dapat menekan permintaan emas fisik di pasar domestik. Namun, dampaknya bagi emiten pertambangan emas dinilai relatif terbatas karena mayoritas hasil produksi mereka dijual kepada pelanggan industri seperti perusahaan pemurnian emas. “Penerapan PPh Pasal 22 bisa mengurangi permintaan dari pelanggan ritel, tapi sepertinya dampaknya kecil,” tutur Indy pada Jumat (8/8).
Indy merekomendasikan saham ANTM, UNTR, BRMS, dan ARCI layak untuk dikoleksi investor, dengan target harga masing-masing di level Rp 3.500 per saham, Rp 25.500 per saham, Rp 500 per saham, dan Rp 800 per saham. Senada, Miftahul juga menilai saham ANTM tetap menarik dikoleksi dengan target harga di level Rp 3.390 per saham. Sementara itu, BRMS direkomendasikan short trading buy dengan target Rp 474 per saham, dan ARCI disarankan trading buy dengan target harga Rp 780 per saham. Adapun saham UNTR direkomendasikan hold dengan target harga Rp 24.500 per saham.