Harga Saham Blue Chip Bank Ini Turun 21% Dari Awal Tahun 2025, Pilih Beli / Jual?

Scoot.co.id, JAKARTA. Pasar modal kembali menyorot pergerakan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), salah satu saham blue chip terkemuka di sektor perbankan Indonesia. Setelah menghadapi koreksi signifikan sejak awal tahun 2025, harga saham BBCA menunjukkan kebangkitan pada perdagangan Rabu, 10 September 2025. Pertanyaan krusial pun muncul bagi para investor: apakah momentum ini menandakan saat yang tepat untuk membeli saham BBCA, atau justru masih harus menahan diri?

Pada penutupan perdagangan Rabu (10/9/2025), saham BBCA berhasil menguat 275 poin atau 3,65%, mencapai level Rp 7.800,00 per saham. Kenaikan ini tentu menjadi angin segar setelah rentetan penurunan yang membuat harga saham BBCA terakumulasi anjlok 2.100 poin atau 21,21% sejak awal tahun 2025 hingga kemarin.

Meskipun performa Year-to-Date (YTD) masih dalam zona merah, keyakinan pasar terhadap prospek saham BBCA tetap solid. Konsensus analis dari Bloomberg menunjukkan dukungan kuat, di mana mayoritas 34 analis merekomendasikan beli (buy) saham BBCA. Hanya tiga analis yang menyarankan untuk tahan (hold), tanpa ada rekomendasi jual. Bahkan, target harga rata-rata saham BBCA dipatok pada Rp 10.824 per saham, menyiratkan potensi kenaikan sebesar 43% dari posisi harga saat ini.

Dalam waktu dekat, PT Bank Central Asia Tbk akan menggelar paparan publik pada Kamis, 11 September 2025, sebagai bagian dari rangkaian Public Expose Live Bursa Efek Indonesia (BEI). Acara ini akan menjadi platform penting bagi manajemen untuk mempresentasikan kinerja terkini BCA dan menguraikan strategi bisnis mereka ke depan, memberikan gambaran yang lebih jelas bagi investor.

Inilah Rencana Skema Kompensasi Wuling Binguo EV Akibat Penurunan Harga

Momentum Investor

Menanggapi situasi ini, Victoria Venny, Head of Research MNC Sekuritas, melihat pelemahan saham BBCA justru sebagai momentum strategis bagi investor. Menurut Venny, ini adalah kesempatan emas untuk meninjau lebih dalam fundamental perseroan, yang dinilainya masih sangat kuat berkat model bisnis yang prudent dan terdiversifikasi secara apik.

Di tengah tantangan likuiditas yang dihadapi oleh sejumlah bank lain, BCA menunjukkan ketahanan luar biasa. Bank ini berhasil menjaga Loan to Deposit Ratio (LDR) harian yang sehat pada level 78,9%. Angka ini mencerminkan kapasitas BCA untuk terus melakukan ekspansi kredit yang solid tanpa mengesampingkan prinsip kehati-hatian yang menjadi ciri khasnya.

Selain itu, aspek efisiensi juga menjadi sorotan positif dalam kinerja BCA. Cost to Income Ratio (CIR) perseroan berhasil ditekan menjadi 29,1% pada semester I-2025, menurun dari 30,5% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan efisiensi biaya ini berbuah manis, tercermin dari kenaikan laba operasional sebelum pencadangan (PPOP) sebesar 9,1% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 37,6 triliun.

“Beban operasional hanya tumbuh 5,3%, angka yang jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pendapatan,” jelas Venny. Ia menambahkan, “Hal ini secara jelas mencerminkan kemampuan manajemen untuk mengendalikan biaya secara efektif di tengah agresifnya ekspansi bisnis.”

Secara lebih rinci, berikut adalah rangkuman kinerja solid BCA sepanjang semester I-2025:

  1. Laba bersih mencapai Rp 29 triliun, tumbuh 8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, menunjukkan profitabilitas yang kuat.
  2. Pendapatan bunga meningkat 7% menjadi Rp 42,5 triliun.
  3. Pendapatan non-bunga melonjak 10,6% menjadi Rp 13,7 triliun, menandakan diversifikasi sumber pendapatan yang efektif.
  4. Penyaluran kredit tumbuh impresif sebesar 12,9% menjadi Rp 959 triliun, jauh melampaui rata-rata pertumbuhan industri yang hanya 7,3%.
  5. Dana Pihak Ketiga (DPK) naik 6%, menunjukkan kepercayaan nasabah yang berkelanjutan.
  6. Giro tumbuh 9%, dan
  7. Tabungan meningkat 6%, menegaskan basis dana murah yang stabil.

Tonton: Pengangguran Anak Muda RI Capai 15%, Tiga Kali Lipat dari Usia Dewasa


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *