Scoot.co.id , JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi dengan tenang fenomena profit taking yang melanda pasar saham dalam beberapa hari terakhir. Koreksi ini terjadi setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebelumnya berhasil memecahkan rekor, menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG tercatat melemah signifikan sebesar 2,57%, mengakhiri perdagangan di level 7.915,66. Penurunan ini terjadi setelah indeks sempat dibuka menguat di level 8.132,75.
Dalam sesi perdagangan hari ini, IHSG bergerak fluktuatif, mencapai level terendah 7.854,31 dan puncaknya di 8.140,60. Total nilai transaksi perdagangan yang terjadi mencapai Rp28,43 triliun, dengan volume transaksi mencapai 39,47 miliar lembar saham dan frekuensi transaksi sebanyak 2,66 juta kali. Meski demikian, kapitalisasi pasar (market cap) modal Indonesia masih berada di angka impresif Rp14.746 triliun.
Pada penutupan perdagangan, koreksi terlihat mendominasi, dengan 617 saham mengalami pelemahan, sementara hanya 135 saham yang berhasil menguat, dan 204 saham lainnya stagnan.
Asing Net Buy Borong Saham BBCA, EMAS, Cs Saat IHSG Jeblok ke Bawah 8.000
Pelemahan indeks komposit ini terutama disebabkan oleh koreksi harga saham emiten-emiten dari kelompok konglomerat. Terutama, saham-saham afiliasi Prajogo Pangestu menunjukkan penurunan tajam: PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) anjlok 7,12%, PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA) turun 8,72%, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) merosot 9,66%, PT Petrosea Tbk. (PTRO) melemah 5%, dan PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) terkoreksi 5,1%.
Mengenai koreksi IHSG, Purbaya Yudhi Sadewa menilai bahwa pelemahan ini tak lepas dari pengaruh sentimen global. Ia menambahkan bahwa fenomena ini adalah hal yang wajar dalam dinamika pasar, mengingat para broker memiliki kepentingan dalam pergerakan harga.
“Orang bursa atau broker, kalau indeksnya naik terus, dia rugi, enggak bisa trading, atau flat atau turun terus. Yang bagus adalah in between mereka bisa ambil untung,” jelasnya kepada wartawan di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Jumat (17/10/2025). Purbaya, yang memiliki latar belakang di Danareksa, menekankan bahwa para broker memang berkepentingan di balik volatilitas pasar saham.
Lebih lanjut, ia menggarisbawahi pentingnya fokus pada upaya pemerintah dalam memperbaiki fundamental perekonomian dalam negeri. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang kuat akan mendorong kinerja perusahaan yang lebih baik, dan pada gilirannya, memberikan dampak positif bagi pasar saham.
Purbaya juga tidak menampik adanya euforia di pasar saham beberapa waktu lalu saat IHSG menembus level rekor di atas 8.000. Euforia ini, menurutnya, mendorong banyak investor masuk dengan keyakinan terhadap ekonomi yang membaik.
“Kemarin euforia kenapa? Karena mereka [berpikir] kayaknya betulan nih [bagus ekonominya]. Masuk-masuklah ramai-ramai, habis itu wah ketinggian nih [IHSG] turun dulu lah ambil profit nanti beli di bawah, naik lagi ke atas. Jadi orang pasar tuh seperti itu,” pungkas Purbaya, menggambarkan siklus alami di kalangan pelaku pasar yang berburu keuntungan.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi koreksi IHSG yang terjadi baru-baru ini sebagai fenomena *profit taking* yang wajar setelah sebelumnya indeks mencapai rekor tertinggi. IHSG tercatat melemah signifikan sebesar 2,57%, dipicu oleh koreksi harga saham emiten konglomerat, terutama saham afiliasi Prajogo Pangestu.
Purbaya menjelaskan bahwa volatilitas pasar adalah hal yang biasa, karena broker memiliki kepentingan dalam pergerakan harga untuk mendapatkan keuntungan. Ia menekankan pentingnya fokus pada fundamental ekonomi yang kuat untuk mendorong kinerja perusahaan dan memberikan dampak positif bagi pasar saham, serta menyoroti adanya euforia sebelumnya saat IHSG menembus rekor.