IHSG Naik Tipis, Peluang Investasi Minggu Depan? Analisis Lengkap!

Scoot.co.id JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan dinamika menarik sepanjang pekan ini, meskipun pada penutupan perdagangan Kamis (4/9/2025) harus melemah 0,23% ke level 7.867,35 dibandingkan hari sebelumnya. Namun, kabar baiknya, kinerja IHSG secara mingguan justru mencatatkan penguatan signifikan sebesar 0,47%, menunjukkan resiliensi pasar di tengah berbagai sentimen.

Menurut analisis Herditya Wicaksana, seorang analis dari MNC Sekuritas, penguatan yang terjadi pada IHSG sepanjang pekan ini sebagian besar didorong oleh membaiknya situasi politik dalam negeri. Kondusivitas yang kembali tercipta pasca-aksi demonstrasi pada akhir Agustus lalu memberikan angin segar bagi pasar saham Indonesia.

Tidak hanya itu, stabilitas data ekonomi domestik turut menjadi penopang kuat. Rilis data inflasi dan neraca dagang Indonesia yang relatif terjaga, bersamaan dengan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, menciptakan sentimen positif yang mendorong minat investor. Lebih lanjut, lonjakan harga emas dunia yang terjadi dalam sepekan terakhir juga memberikan dampak signifikan, terutama bagi emiten-emiten di IHSG yang memiliki eksposur terhadap komoditas berharga tersebut.

Meskipun demikian, pelemahan yang terjadi menjelang penutupan pekan diperkirakan Herditya disebabkan oleh aksi profit taking. “Kami perkirakan pelemahan IHSG menuju akhir pekan ini cenderung disebabkan oleh profit taking menjelang long weekend,” ujarnya pada Kamis (4/9/2025), menjelaskan fenomena pasar yang umum terjadi sebelum libur panjang.

Faktor lain yang turut menekan IHSG adalah outflow asing. Herditya mencatat bahwa investor asing membukukan net foreign sell sebesar Rp 5,3 triliun sepanjang pekan ini. Outflow ini, menurutnya, merupakan kombinasi dari sentimen memanasnya suhu politik di Indonesia dan juga aksi profit taking yang disebutkan sebelumnya. William Hartanto, Praktisi Pasar Modal & Founder WH-Project, menambahkan bahwa penjualan oleh investor asing ini banyak terkonsentrasi pada saham-saham berkapitalisasi besar (big caps). Aksi jual pada saham-saham unggulan ini secara langsung menekan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan menjelang akhir pekan.

Memasuki pekan depan, William Hartanto memproyeksikan IHSG cenderung akan mengalami koreksi. Namun, potensi penguatan tetap terbuka berkat adanya sentimen window dressing oleh sejumlah emiten pada September 2025. Selain itu, sentimen eksternal seperti meningkatnya ekspektasi pemotongan suku bunga The Fed juga dapat menjadi katalis positif. William memprediksi pergerakan IHSG akan berada dalam rentang 7.800-7.913 pada pekan depan, dengan rekomendasi saham yang patut dicermati antara lain LSIP, MEDC, INKP, dan TKIM.

Di sisi lain, Herditya Wicaksana memiliki pandangan serupa, memproyeksikan IHSG akan mengalami konsolidasi dengan kecenderungan koreksi di kisaran 7.680-7.913 sepanjang pekan mendatang. Arah pergerakan IHSG ke depan akan sangat dipengaruhi oleh sejumlah sentimen, mulai dari pergerakan harga komoditas dan nilai tukar rupiah, rilis data neraca dagang dan inflasi China, hingga rilis data cadangan devisa dan penjualan ritel Indonesia, serta data inflasi AS. Herditya merekomendasikan investor untuk mencermati saham ADMR dengan target harga Rp 1.100–1.145 per saham, ESSA dengan target harga Rp 660–695 per saham, dan RAJA dengan target harga Rp 3.000–3.200 per saham.

Ringkasan

IHSG mencatatkan penguatan mingguan sebesar 0,47% meskipun melemah pada penutupan perdagangan Kamis. Penguatan ini didorong oleh membaiknya situasi politik dalam negeri dan stabilitas data ekonomi domestik, termasuk inflasi dan neraca dagang yang terjaga serta penguatan nilai tukar Rupiah. Pelemahan menjelang akhir pekan diperkirakan disebabkan oleh aksi profit taking dan outflow asing, terutama pada saham-saham berkapitalisasi besar.

Untuk pekan depan, IHSG diproyeksikan akan mengalami konsolidasi dengan kecenderungan koreksi, namun potensi penguatan tetap terbuka karena sentimen window dressing dan ekspektasi pemotongan suku bunga The Fed. Investor disarankan untuk mencermati pergerakan harga komoditas, nilai tukar Rupiah, data neraca dagang dan inflasi China, serta data cadangan devisa dan penjualan ritel Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *