KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja laba dari raksasa otomotif nasional, PT Astra International Tbk (ASII), diproyeksikan akan membawa kejutan positif pada kuartal III-2025. Prediksi ini muncul setelah sinyal stabilisasi di sektor otomotif mulai terlihat, menggeser perkiraan awal yang cenderung melemah.
Sebelumnya, Analis BRI Danareksa Sekuritas, Nashrullah Putra Sulaeman, memperkirakan laba bersih ASII untuk kuartal III-2025 akan berada di kisaran Rp 7,9 triliun, sebuah penurunan sebesar 7% secara kuartalan (quarter on quarter/qoq) dan 21% secara tahunan (year on year/yoy). Namun, optimisme baru muncul. “Data industri otomotif terbaru menunjukkan tanda-tanda awal stabilisasi dan kami pikir ini mungkin memberikan kejutan positif,” ungkap Nashrullah dalam risetnya pada Rabu (16/10/2025).
Sektor otomotif memang menunjukkan geliat positif. Volume wholesales kendaraan roda empat (4W) nasional tercatat tumbuh 6,9% qoq menjadi 184,7 ribu unit pada kuartal III-2025. Sejalan dengan itu, volume penjualan Astra sendiri meningkat 5,4% qoq, mencapai 96,1 ribu unit. Capaian ini krusial dalam menjaga pangsa pasar ASII tetap kokoh di level sekitar 52%.
Tak hanya otomotif, segmen jasa keuangan Astra International juga diproyeksikan tetap stabil. Pendapatan dari lini bisnis ini diperkirakan bergerak sejalan dengan peningkatan volume penjualan otomotif, sementara margin bersih diyakini akan bertahan di kisaran 25%–26%, ditopang oleh kredit yang stabil sepanjang kuartal tersebut. Nashrullah juga menyoroti potensi dorongan signifikan di akhir kuartal IV-2025 dari tren musiman. Secara historis, sekitar 30% dari total penjualan tahunan kendaraan roda empat Astra dibukukan pada periode tersebut, yang akan menjadi katalis kuat bagi kinerja ASII.
Momentum musiman ini diperkirakan akan mendorong total volume penjualan mobil nasional mencapai 770 ribu hingga 780 ribu unit sepanjang tahun 2025. “Ini menjaga pangsa pasar ASII di kisaran 52,5%-53%,” tambah Nashrullah dalam risetnya. Meskipun demikian, Nashrullah mengakui bahwa tekanan harga dari produsen mobil asal China masih berpotensi berlanjut. Namun, posisi kuat Astra sebagai pemimpin pasar dan jaringan purna jual yang luas diperkirakan mampu menopang harga jual rata-rata (Average Selling Price/ASP), menjaga daya saing prospek ASII.
Pandangan positif juga disampaikan oleh Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila. Ia menilai prospek ASII masih sangat menjanjikan, terutama berkat dorongan kuat dari penjualan otomotif. Kendati demikian, segmen alat berat dinilai masih moderat. Indy menambahkan, diversifikasi pendapatan Astra International akan semakin kuat seiring dengan kontribusi yang diharapkan dari lini bisnis Energi Baru Terbarukan dan infrastruktur mulai tahun 2026, yang akan memperkuat posisi perusahaan di masa depan.
Meski prospektif, kinerja ASII tetap menghadapi sejumlah tantangan yang perlu dicermati. Indy Naila menyoroti daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih serta ketidakpastian ekonomi global yang berpotensi mengganggu rantai pasok. “Kondisi ini bisa berdampak pada segmen bisnis ASII yang berkaitan dengan komoditas dan ekspor,” jelas Indy. Selain itu, sentimen dari tren kendaraan listrik (EV) juga menjadi faktor penting yang perlu dipantau secara cermat ke depannya, mengingat perubahan lanskap industri otomotif global.
Dari sisi valuasi, saham ASII dinilai masih sangat menarik. Indy Naila berpendapat bahwa PER ASII di 7,53 kali berada di bawah rata-rata industri yang 9,87 kali, menunjukkan potensi investasi yang undervalued. Oleh karena itu, Indy merekomendasikan buy on weakness untuk saham ASII dengan target harga Rp 6.200 per saham. “ASII memang patut dicermati dengan pemantauan kinerja keuangan secara kuartalan serta pembagian dividen di tahun 2026,” tambah Indy.
Senada dengan itu, Nashrullah mengungkapkan bahwa saham ASII saat ini diperdagangkan pada valuasi 7,5 kali P/E untuk tahun 2026, angka yang lebih rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir di 7,8 kali. Nashrullah merekomendasikan buy saham ASII dengan target harga yang lebih tinggi, yaitu Rp 6.700, menunjukkan valuasi 9,5 kali P/E tahun 2026, atau mendekati +1 standar deviasi. Valuasi ini dinilai wajar apabila Astra mampu mempertahankan pangsa pasar di atas 50%, menjaga konsistensi pembagian dividen dengan imbal hasil sekitar 7%, serta memberikan kejelasan lebih terkait katalis strategis seperti Total Shareholder Return (TSR) atau peluncuran kendaraan hybrid (HEV) di masa mendatang.