Mengapa Emas Menjadi Raja Lagi? Ini Penjelasannya Menurut Ekonom

Harga emas dunia kembali mencetak rekor tertinggi yang memukau, melampaui level US$ 4.100 (sekitar Rp 67,9 juta) per ons pada Selasa (14/10/2025). Jika dikonversi ke dalam satuan gram, harga emas murni mencapai angka fantastis sekitar Rp 2.363.399 per gram. Mengutip laporan CNBC, harga emas spot bahkan melonjak 1,3 persen hingga menyentuh US$ 4.162,31 per ons (setara Rp 69,9 juta) atau sekitar Rp 2.433.948 per gram. Lonjakan ini menandai kenaikan harga emas hingga 57 persen, sebuah rekor tertinggi sepanjang masa. Lalu, apa yang sebenarnya mendorong harga emas terus melesat dalam beberapa waktu terakhir?

Berbagai faktor kompleks melatarbelakangi fenomena ini. Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Junarsin, menjelaskan bahwa kenaikan harga emas dipicu oleh ketidakpastian perekonomian global dan kondisi geopolitik yang memanas. “Perekonomian dunia sedang tidak pasti karena pertumbuhan melambat dan kebijakan proteksionis di mana-mana, seperti tarif dan perang dagang,” terangnya saat dimintai pandangan Kompas.com, Selasa (14/10/2025). Menurutnya, dalam situasi penuh gejolak seperti ini, pelaku pasar cenderung mengalihkan aset mereka ke logam mulia karena dianggap sebagai lindung nilai yang lebih aman.

“Ketika ketidakpastian ekonomi meningkat, investor beralih ke aset logam mulia. Tren kenaikan harga emas tampaknya akan terus berlanjut, bersaing dengan cryptocurrencies,” kata Eddy. Selain perlambatan ekonomi, ia menambahkan, ketegangan geopolitik juga turut mendorong harga emas dunia. “Geopolitik ribut di mana-mana, seperti di Timur Tengah, Ukraina, dan lainnya,” imbuhnya, menyoroti dampak konflik global terhadap sentimen pasar.

HSBC Perkirakan Emas Tembus Rata-Rata US$3.950 per Ons Troi pada 2026

Sementara itu, Kantor berita Reuters pada Selasa melaporkan bahwa kenaikan harga emas saat ini didorong oleh kombinasi beragam faktor. Itu termasuk ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global yang terus berlanjut, ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh bank sentral, pembelian masif oleh bank sentral itu sendiri, serta aliran dana besar ke instrumen berbasis emas. Analisis pasar senior OANDA, Kelvin Wong, mengungkap faktor lain yang jadi penyebab harga emas meroket adalah keyakinan pasar bahwa The Fed akan melanjutkan penurunan suku bunga. “Ketegangan perdagangan bukan pendorong utama reli kali ini. Pasar lebih menanggapi meningkatnya keyakinan bahwa The Fed akan melanjutkan penurunan suku bunga, yang menurunkan biaya pendanaan jangka panjang dan mendukung emas,” kata Wong.

Harga Emas Cetak Rekor Baru di Atas US$4.230, Saham Tambang Ikut Naik Kamis (16/10)

Kepala Federal Reserve Philadelphia, Anna Paulson, menambahkan bahwa risiko di pasar tenaga kerja semakin memperkuat alasan pemangkasan suku bunga lanjutan. Para investor kini menantikan pidato Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam pertemuan tahunan NABE untuk mencari petunjuk arah kebijakan bank sentral berikutnya. Data CME FedWatch menunjukkan, pasar memperkirakan peluang penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin mencapai 99 persen pada Oktober 2025 dan 94 persen pada Desember 2025. Dalam kondisi suku bunga rendah, investasi emas menjadi semakin menarik karena meskipun tidak memberikan imbal hasil seperti obligasi atau deposito, nilainya cenderung stabil dan berfungsi sebagai penjaga kekayaan.

Selain faktor moneter yang dominan, tensi dagang antara Amerika Serikat dan China kembali meningkat, menambah lapisan kekhawatiran global. Hal ini terjadi setelah Beijing memperluas kontrol ekspor tanah jarang (rare earth). Sebagai respons, Presiden AS Donald Trump mengancam akan menerapkan tarif tambahan hingga 100 persen terhadap produk asal China, serta berencana membatasi ekspor perangkat lunak penting buatan AS mulai 1 November 2025. Trump dijadwalkan bertemu Presiden China, Xi Jinping, di Korea Selatan pada akhir Oktober 2025 untuk mencoba meredakan ketegangan tersebut, sebuah peristiwa yang akan dipantau ketat oleh pasar investasi emas.

Tonton: Harga Perak Melejit Lampaui Emas, Goldman Sachs Wanti-wanti Risiko

Melihat berbagai pemicu ini, beberapa lembaga keuangan besar mulai merevisi proyeksi harga emas untuk 2026. Bank of America dan Societe Generale memperkirakan harga emas bisa mencapai US$ 5.000 per ons (sekitar Rp 82,9 juta) atau Rp 2.924.265 per gram. Sementara itu, Standard Chartered menaikkan proyeksi menjadi US$ 4.488 per ons (sekitar Rp 74,4 juta) atau Rp 2.624.431 per gram. Proyeksi optimis ini menegaskan posisi emas sebagai aset yang terus dicari di tengah dinamika ekonomi dan geopolitik global yang penuh ketidakpastian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *