Saham dua emiten produsen etanol terkemuka, PT Madusari Murni Indah Tbk. (MOLI) dan PT Indo Acidatama Tbk. (SRSN), menunjukkan kinerja yang mengesankan sepanjang tahun berjalan 2025. Kenaikan harga saham ini didorong sentimen positif dari rencana Kementerian ESDM untuk mengimplementasikan penggunaan etanol 10% (E10) sebagai campuran wajib dalam bahan bakar minyak (BBM).
Data dari Bloomberg mencatat, saham MOLI mengakhiri perdagangan Selasa (14/10/2025) di level Rp340 per saham. Meskipun pada hari tersebut MOLI sempat terkoreksi tajam sebesar 15% atau anjlok 60 poin, performa tahunan perseroan tetap solid. Sepanjang tahun berjalan 2025, saham MOLI tercatat menguat signifikan 60,38% dari posisi Rp212 per saham pada awal tahun.
Kinerja serupa juga ditunjukkan oleh saham SRSN yang melonjak 34% year-to-date dari level Rp50 pada akhir 2024. Namun, sama seperti MOLI, saham SRSN juga mengalami koreksi pada akhir perdagangan Selasa (14/10/2025), jatuh 12,99% menjadi Rp67.
Pendorong utama pergerakan saham MOLI dan SRSN dalam jangka pendek adalah wacana penerapan mandatori E10, yaitu campuran 10% etanol dengan bensin, yang baru-baru ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Program BBM campur etanol ini bahkan diapresiasi oleh akademisi sebagai terobosan strategis untuk mencapai swasembada energi nasional.
Etanol yang akan digunakan sebagai campuran ini merupakan bahan bakar nabati (BBN) atau bioetanol, yang dapat diproduksi dari tebu dan singkong. Langkah ini diharapkan mampu menekan angka impor BBM dan sekaligus mengurangi emisi karbon. Menurut Bahlil, kebijakan mandatori E10 adalah arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto, yang selaras dengan keberhasilan program mandatori biodiesel B40 (campuran 40% biodiesel dengan solar). Untuk mewujudkan target ini, Kementerian ESDM akan segera menyusun peta jalan komprehensif.
Sebagai informasi, Molindo, induk dari MOLI, mencatat produksi etanol sebesar 76.958 kiloliter (KL) pada 2023, yang kemudian turun 17,7% menjadi 63.332 KL pada 2024. Penjualan bersih perseroan tercatat Rp1,44 triliun pada 2023 dan Rp1,37 triliun pada 2024. Dalam Laporan Tahunan 2024, manajemen MOLI mengindikasikan bahwa ketidakpastian ekonomi global telah berdampak pada permintaan berbagai komoditas, termasuk etanol.
Namun, di tengah tantangan tersebut, prospek panen tebu yang membaik pada 2025 dianggap sebagai sinyal positif yang berpotensi meredakan tekanan pada harga molases, bahan baku utama bioetanol. Untuk tahun 2025, MOLI menargetkan pertumbuhan omzet moderat sebesar 5% dan peningkatan profitabilitas. Strategi pencapaian target ini meliputi penguatan kinerja ekspor seiring menguatnya nilai tukar dolar AS, peningkatan efisiensi operasional, serta peningkatan output produksi. Perseroan juga melihat tren global menuju energi hijau sebagai peluang jangka panjang yang menjanjikan bagi industri bioetanol. Fasilitas produksi MOLI, yang dioperasikan oleh PT Molindo Raya Industrial (MRI), merupakan produsen etanol food grade terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi mencapai 80.000 KL per tahun.
Di sisi lain, meskipun prospek E10 cerah, Asosiasi Produsen Bioetanol Indonesia (Aprobi) mengungkapkan bahwa kewajiban BBM campur etanol 10% ini masih menghadapi berbagai tantangan dalam implementasinya.
Mengenai profil SRSN, perusahaan ini didirikan pada tahun 1983 dengan nama PT Indo Alkohol Utama, yang kemudian berganti nama menjadi PT Indo Acidatama Chemical Industry. Perseroan bergerak dalam industri agrokimia, memproduksi etanol, asam asetat, dan ethyl asetat, serta telah beroperasi secara komersial sejak tahun 1989. Pada Oktober 2005, SRSN melakukan merger dengan PT Sarasa Nugraha Tbk. dan secara resmi berganti nama menjadi PT Indo Acidatama Tbk. pada Mei 2006. Fasilitas produksi SRSN memiliki kapasitas tahunan sebesar 78.825 KL untuk alkohol etanol, 36.600 ton untuk asam cuka, dan 7.920 ton untuk ethyl asetat.
Dalam hal kinerja keuangan, SRSN membukukan penjualan sebesar Rp1,02 triliun pada 2023 dan meningkat menjadi Rp1,15 triliun pada 2024. Rincian penjualan SRSN pada 2024 menunjukkan kontribusi signifikan dari ekspor etanol senilai Rp331,07 miliar dan penjualan lokal sebesar Rp822,71 miliar. Penjualan lokal SRSN mencakup etanol sebesar Rp658,61 miliar, asam asetat Rp97,12 miliar, spiritus Rp7,17 miliar, CO2 Rp3,29 miliar, pupuk Rp1,93 miliar, dan lain-lain Rp54,57 miliar. Dua pelanggan utama SRSN dengan nilai penjualan terbesar pada 2024 adalah Tanduay Distillers Inc senilai Rp141,45 miliar dan PT Nippon Shukubai Indonesia senilai Rp92,17 miliar.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Saham MOLI dan SRSN mengalami kenaikan signifikan sepanjang tahun 2025, didorong sentimen positif dari rencana implementasi etanol 10% (E10) oleh Kementerian ESDM. Meskipun sempat terkoreksi pada perdagangan terakhir, performa tahunan kedua emiten produsen etanol ini tetap solid dengan kenaikan saham yang mencapai 60,38% untuk MOLI dan 34% untuk SRSN.
Kebijakan mandatori E10, yang merupakan arahan dari Presiden Prabowo Subianto, diapresiasi sebagai langkah strategis menuju swasembada energi dan pengurangan emisi karbon. Implementasi E10 diharapkan dapat menekan impor BBM dengan memanfaatkan bioetanol yang diproduksi dari tebu dan singkong, meskipun Aprobi mengakui adanya tantangan dalam implementasinya.