Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menjadi pusat perhatian setelah mengalami pelemahan signifikan, anjlok 4,14% dalam sepekan terakhir dan melorot hingga di bawah level psikologis 8.000. Penutupan pekan lalu, IHSG tercatat di posisi 7.915, memicu kekhawatiran di kalangan investor akan tren pasar saham Indonesia.
Tekanan pada IHSG ini diyakini berasal dari berbagai faktor global dan domestik. Peningkatan tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China menjadi pemicu utama sentimen negatif, ditambah dengan aksi taking profit pada saham-saham konglomerasi, serta ancaman economic shutdown di AS yang turut menekan pasar global secara keseluruhan.
Namun, di tengah aksi jual masif yang terjadi, sebuah fenomena menarik justru muncul: investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 1,94 triliun di semua pasar. Data ini menimbulkan pertanyaan besar di benak para analis dan pelaku pasar: apakah koreksi IHSG kali ini hanyalah jeda teknikal sementara sebelum tren bullish kembali berlanjut, ataukah ini sinyal awal dari pembalikan arah yang lebih dalam?
Menanggapi gejolak ini, riset dari BRI Danareksa Sekuritas mencoba memproyeksikan arah pergerakan IHSG ke depan. Meskipun terjadi penurunan yang cukup tajam pekan lalu, secara umum tren IHSG diperkirakan masih mempertahankan karakter bullish. Menurut riset tersebut yang dikutip Minggu (19/10/2025), IHSG berhasil menutup gap di level 7.885 dan kini telah memasuki area lower band. Potensi resistance terdekat diperkirakan akan kembali menguji level psikologis 8.000.
Kendati demikian, potensi koreksi lebih lanjut juga tidak dapat dikesampingkan. IHSG berpeluang berbalik arah jika membentuk pola head and shoulders dengan neckline di level 8.030. Jika skenario ini terjadi, potensi pelemahan lebih lanjut ditargetkan akan menuju kisaran level 7.767 hingga 7.626, memberikan peringatan bagi investor untuk tetap waspada.
Di sisi lain, beberapa katalis penting perlu dicermati oleh investor dan pelaku pasar. Dari kancah internasional, perhatian tertuju pada pertemuan yang dijadwalkan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dalam dua pekan mendatang. Trump sendiri telah menegaskan bahwa kebijakan tarif impor 100% terhadap barang asal China bukanlah langkah permanen, melainkan strategi sementara untuk menekan Beijing dalam negosiasi yang sedang berlangsung. Trump optimistis bahwa pembicaraan ini akan menghasilkan kesepakatan yang konstruktif.
Pertemuan kedua pemimpin ekonomi terbesar dunia ini menjadi sorotan global karena dinilai krusial dalam meredakan ketegangan dagang yang telah berlangsung lama. Keberhasilan negosiasi diharapkan tidak hanya membawa stabilitas di pasar keuangan internasional, tetapi juga membuka peluang baru bagi pertumbuhan ekonomi global yang lebih kondusif.
Sementara itu, dari ranah domestik, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tengah mengkaji rencana penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kebijakan ini merupakan langkah antisipatif pemerintah untuk mendorong daya beli masyarakat dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah adanya perlambatan konsumsi domestik yang mulai terasa.
Jika kebijakan penurunan PPN ini direalisasikan, sejumlah sektor ekonomi diproyeksikan akan mendapatkan angin segar. Sektor-sektor seperti konsumsi, ritel, otomotif, dan properti yang sangat sensitif terhadap perubahan harga dan daya beli masyarakat, berpotensi besar untuk diuntungkan, memicu kembali gairah pasar dan investasi di segmen-segmen tersebut.
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com berjudul “IHSG Anjlok 4,14 Persen dalam Sepekan, Bagaimana Arah Pergerakan Pekan Depan?”