Pasar Waswas Independensi The Fed, Harga Emas Melesat

JAKARTA – Harga emas melonjak ke level tertinggi dalam lima pekan terakhir, didorong oleh kekhawatiran seputar independensi bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, serta pelemahan dolar AS dan meningkatnya minat investor terhadap aset aman. Fenomena ini menciptakan gelombang optimisme di pasar komoditas.

Menurut laporan Reuters pada Jumat (29/8/2025), harga emas di pasar spot mengalami kenaikan signifikan sebesar 0,6%, mencapai US$3.416,14 per troy ounce. Angka ini menandai level tertinggi yang tercatat sejak 23 Juli. Sementara itu, harga emas berjangka AS untuk pengiriman Desember juga menunjukkan pergerakan positif, bertengger di level US$3.466,10 per troy ounce.

Pelemahan indeks dolar AS sebesar 0,5% turut berkontribusi pada kenaikan harga emas. Kondisi ini membuat logam mulia yang diperdagangkan dalam mata uang dolar AS menjadi lebih menarik dan terjangkau bagi para pembeli di luar negeri.

Emas telah menunjukkan tren kenaikan yang stabil selama lebih dari sepekan terakhir. Menurut pedagang logam independen Tai Wong, pendorong utama di balik pergerakan ini adalah meningkatnya kekhawatiran seputar independensi Federal Reserve. Wong menjelaskan, “Tekanan dari Trump memicu keresahan bahwa Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) dapat memangkas suku bunga lebih cepat dan mempertahankannya di level rendah untuk jangka waktu yang lebih lama, sebuah skenario yang pada akhirnya sangat menguntungkan emas.”

Analisis dari CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa pasar saat ini menaksir probabilitas lebih dari 87% untuk adanya pemangkasan suku bunga sebesar seperempat poin pada pertemuan The Fed yang dijadwalkan bulan September. Ekspektasi ini semakin memperkuat sentimen positif terhadap emas.

Di tengah ketidakpastian ini, para investor saat ini menantikan rilis data Personal Consumption Expenditures (PCE) pada Jumat. Data PCE dikenal sebagai indikator inflasi kunci yang sangat diperhatikan oleh bank sentral AS dalam pengambilan keputusannya.

Secara historis, emas, yang merupakan aset tanpa imbal hasil, memiliki daya tarik yang kuat dalam dua skenario utama: lingkungan suku bunga rendah dan saat ketidakpastian ekonomi sedang melonjak. Kondisi pasar saat ini ideal untuk performa logam mulia ini.

Selain faktor ekonomi, dinamika politik juga memanas dengan adanya gugatan hukum yang diajukan oleh Gubernur The Fed Lisa Cook. Ia menentang Presiden AS Donald Trump atas tuduhan tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikannya. Kasus ini berpotensi memicu pertarungan hukum yang signifikan, mengancam untuk mengubah norma-norma yang telah lama berlaku mengenai independensi bank sentral AS.

Melihat ke depan, Daniel Pavilonis, seorang analis senior di RJO Futures, menyatakan bahwa prospek emas dalam jangka pendek cenderung sangat bullish. “Saya memperkirakan harga bisa menyentuh sekitar US$3.700 pada akhir tahun ini,” pungkasnya, menunjukkan keyakinan kuat terhadap kenaikan lebih lanjut.

Tidak hanya emas, kinerja positif juga merambah ke segmen logam mulia lainnya. Harga perak di pasar spot melonjak 1,2% mencapai US$39,09 per ounce, menandai level tertinggi sejak 25 Juli. Kenaikan ini menunjukkan sentimen bullish yang lebih luas di pasar.

Tai Wong menambahkan, “Perak telah mencatat kinerja yang kuat sepanjang kuartal ini, meskipun momentumnya sempat melemah pada bulan Agustus. Kini, perak tengah menantikan pemicu baru untuk kembali bergairah.” Ia juga optimistis, “Banyak pihak percaya bahwa harga perak akan melesat di atas US$40, seiring dengan emas yang terus mencetak rekor baru.”

Di samping itu, platina menunjukkan kenaikan signifikan hampir 1%, mencapai US$1.359,70 per ounce. Demikian pula, paladium juga menguat 0,8%, diperdagangkan pada US$1.100,53 per ounce. Kenaikan serentak ini memperkuat gambaran pasar logam mulia yang tengah bergairah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *