Scoot.co.id JAKARTA. Rupiah kembali tertekan. Pada perdagangan Selasa (16 September 2025), nilai tukar rupiah melanjutkan pelemahannya untuk hari kedua berturut-turut.
Data dari Bloomberg menunjukkan bahwa rupiah di pasar spot ditutup pada level Rp 16.440 per dolar AS. Angka ini mencerminkan pelemahan sebesar 0,15% dibandingkan posisi pada Senin (15 September 2025) yang berada di Rp 16.416 per dolar AS.
Rupiah Balik Menguat di Tengah Sesi Selasa (15/9) Siang, Begini Penjelasan Analis
Ironisnya, pelemahan rupiah ini terjadi di tengah tren global yang menunjukkan melemahnya dolar AS. Indeks dolar, yang menjadi tolok ukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama, merosot ke level 97,161. Ini merupakan level terendah sejak 24 Juli.
Keyakinan investor terhadap pemangkasan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve (The Fed) dalam rapat kebijakan pada Rabu (17 September 2025) waktu setempat semakin menguat.
Pasar memprediksi pemangkasan minimal 25 basis poin hampir pasti terjadi, bahkan terbuka peluang untuk langkah yang lebih agresif, yaitu sebesar 50 basis poin.
Secara keseluruhan, pelaku pasar memperkirakan adanya pemangkasan tambahan sebesar 67 bps hingga akhir tahun 2025. Bahkan, angka ini bisa mencapai 81 bps pada Januari 2026.
Rupiah dan Dolar Taiwan Menguat di Asia Selasa (16/9) Pagi, Yen Masih Perkasa
Trump Tekan Powell
Presiden AS, Donald Trump, kembali melancarkan tekanan kepada Ketua The Fed, Jerome Powell, melalui unggahan di media sosial pada Senin (15 September 2025).
Trump mendesak The Fed untuk melakukan pemangkasan suku bunga yang lebih besar, dengan alasan pasar tenaga kerja yang lesu dan perlambatan di sektor perumahan.
Data ketenagakerjaan yang kurang menggembirakan dalam beberapa pekan terakhir memang menjadi pendorong utama ekspektasi pelonggaran moneter yang agresif.
Kondisi ini memicu pelemahan dolar dan penurunan imbal hasil obligasi, sekaligus mendorong harga saham di Wall Street yang kembali mencetak rekor pada perdagangan Senin.
“Pasar semakin yakin bahwa The Fed tertinggal, sehingga perlu segera menurunkan suku bunga hingga ke level netral,” jelas Chris Weston, Head of Research Pepperstone.
Ia menambahkan bahwa investor kini memperkirakan pemangkasan suku bunga tidak hanya akan terjadi di bulan September, tetapi juga berlanjut di bulan Oktober, Desember, hingga Januari tahun depan.
Perkasa, Rupiah Spot Menguat 0,21% ke Rp 16.382 per Dolar AS pada Selasa (16/9) Pagi
Mata Uang Global Menguat
Dolar AS mengalami kemerosotan terhadap sejumlah mata uang utama dunia. Euro menguat 0,23% ke US$ 1,1787, level tertinggi sejak 24 Juli.
Poundsterling Inggris juga mengalami kenaikan sebesar 0,19% ke US$ 1,3624 menjelang rilis data ketenagakerjaan Inggris dan pengumuman kebijakan Bank of England.
Sementara itu, dolar Australia berhasil menembus level US$ 0,6677, menjadi yang tertinggi sejak 8 November 2024. Hal ini didukung oleh sentimen positif dari pasar saham Asia yang mengikuti penguatan Wall Street.
Yen Jepang juga menguat tipis ke 146,975 per dolar, dengan investor yang masih menanti keputusan Bank of Japan pada Jumat (19 September 2025). Mayoritas ekonom memperkirakan bahwa BoJ akan tetap menahan diri dari kenaikan suku bunga.
Rupiah Ditutup Melemah pada Hari Ini (15/9), Begini Proyeksi untuk Besok (16/9)
Dampak ke Rupiah
Di tengah tekanan yang dialami dolar AS secara global, pergerakan rupiah justru berlawanan dengan tren penguatan mata uang Asia lainnya.
Para analis berpendapat bahwa faktor eksternal berupa ketidakpastian global, ditambah faktor domestik seperti kebutuhan impor dan potensi tekanan dari arus modal keluar, masih menjadi beban bagi pergerakan rupiah.
Ringkasan
Nilai tukar rupiah kembali melemah pada perdagangan Selasa, 16 September 2025, mencapai Rp 16.440 per dolar AS, atau turun 0,15% dibandingkan hari sebelumnya. Pelemahan ini terjadi meskipun dolar AS secara global sedang melemah, yang dipicu oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed).
Tekanan terhadap rupiah diperkirakan berasal dari ketidakpastian global, kebutuhan impor, dan potensi arus modal keluar. Presiden AS, Donald Trump, juga terus mendesak The Fed untuk menurunkan suku bunga lebih besar lagi karena kekhawatiran terhadap pasar tenaga kerja dan sektor perumahan.