Bank Indonesia (BI) tengah secara serius menjajaki perluasan signifikan dalam transaksi rekening rupiah–yen. Inisiatif strategis ini bertujuan untuk memfasilitasi pembelian obligasi melalui skema transaksi bilateral menggunakan mata uang lokal (Local Currency Transaction/LCT) bersama Jepang, menandai langkah maju dalam integrasi keuangan regional.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan ambisi besar ini dalam acara High Level Campaign LCT & Launching QRIS Cross Border Indonesia–Jepang di Jakarta pada Senin (18/8/2025). “Kami ingin bergerak lebih jauh, menghubungkan dengan pasar uang dan transaksi keuangan,” tegas Perry. Beliau menambahkan, “Bayangkan saja, rekening rupiah dan yen di ponsel bisa memfasilitasi perdagangan dan investasi secara lebih efisien,” menggambarkan visi masa depan di mana transaksi lintas batas menjadi jauh lebih mudah dan terjangkau.
Dalam upaya mewujudkan visi tersebut, Perry turut mengajak para pelaku industri, termasuk Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), untuk berinovasi. Tujuannya adalah agar rekening yen tidak hanya menjadi alat pembayaran, tetapi juga dapat digunakan untuk membeli obligasi pemerintah, Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan berbagai instrumen keuangan lainnya. Perluasan kerangka LCT ini diharapkan membawa sejumlah manfaat krusial, mulai dari peningkatan jumlah partisipan pasar, perbaikan efisiensi transaksi, penekanan volatilitas nilai tukar, penguatan ketahanan keuangan nasional, hingga pengurangan biaya transaksi yang signifikan.
Perry menegaskan bahwa inisiatif ini merupakan “babak baru yang memperluas kerja sama yang lebih erat.” Dampaknya melampaui sektor perdagangan dan investasi, menjangkau aspek yang lebih dalam yaitu pendalaman pasar keuangan di Indonesia, menciptakan ekosistem finansial yang lebih kuat dan terintegrasi.
Kerangka kerja sama LCT antara Indonesia dan Jepang sendiri telah disepakati sejak tahun 2019 dan secara resmi diimplementasikan mulai tahun 2020. Perkembangan menunjukkan hasil yang sangat positif; sepanjang periode Januari–Juli 2025, nilai transaksi LCT Indonesia–Jepang telah meroket hingga 5,1 miliar dolar AS. Angka ini melonjak tajam dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 2,23 miliar dolar AS. Tak hanya nilai transaksi, jumlah pengguna LCT juga menunjukkan tren peningkatan signifikan, dengan rata-rata 2.072 nasabah per bulan pada tahun 2025, jauh melampaui rata-rata 1.360 nasabah per bulan pada tahun 2024.
Melengkapi upaya penguatan kerja sama keuangan, implementasi pembayaran menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) Cross Border di Jepang juga telah diresmikan. Kemudahan transaksi kini ada di genggaman, di mana masyarakat Indonesia dapat melakukan pembayaran pada merchant yang berpartisipasi hanya dengan memindai kode JPQR Global melalui aplikasi pembayaran domestik mereka, tanpa lagi direpotkan oleh kebutuhan menukar valuta asing.
Pada fase awal, layanan QRIS Cross Border ini telah tersedia di 35 merchant di Jepang. Jangkauannya direncanakan akan terus diperluas secara bertahap, memastikan masyarakat Indonesia semakin nyaman dan mudah bertransaksi di Negeri Sakura. Tak berhenti di situ, implementasi timbal balik juga akan diterapkan di Indonesia, memungkinkan para wisatawan dan masyarakat Jepang untuk bertransaksi dengan praktis melalui pemindaian QRIS menggunakan aplikasi pembayaran dari negara mereka.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) sedang menjajaki perluasan transaksi rupiah-yen untuk memfasilitasi pembelian obligasi melalui skema Local Currency Transaction (LCT) dengan Jepang. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa inisiatif ini bertujuan menghubungkan pasar uang dan transaksi keuangan, serta mempermudah perdagangan dan investasi lintas batas.
Perluasan LCT diharapkan meningkatkan partisipasi pasar, efisiensi transaksi, dan ketahanan keuangan nasional. Selain itu, implementasi QRIS Cross Border di Jepang telah diresmikan, memungkinkan masyarakat Indonesia membayar di merchant Jepang menggunakan aplikasi pembayaran domestik. Nilai transaksi LCT Indonesia-Jepang telah mencapai 5,1 miliar dolar AS pada Januari-Juli 2025.