JAKARTA – Gelombang aksi pembelian kembali saham atau buyback yang dilakukan oleh berbagai emiten pada kuartal IV/2025 telah menunjukkan dampak positif di pasar. Sejumlah saham, termasuk BUKA, BBCA, dan HRUM, kompak mencatatkan penguatan signifikan, menarik perhatian para investor.
Menurut Indri Liftiany Travelin Yunus, seorang Retail Equity Analyst dari PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), langkah buyback saham emiten berpotensi meningkatkan valuasi perusahaan secara substansial. Ini terjadi melalui peningkatan earning per share (EPS) dan return on equity (ROE), sebab jumlah saham yang beredar bebas di publik atau free float akan berkurang. Dengan demikian, harga saham cenderung bergerak naik, sebuah respons positif dari pasar yang sangat menarik untuk jangka pendek.
Namun demikian, Indri mengingatkan bahwa dampak positif ini seringkali hanya bersifat sementara dan tidak menghasilkan kenaikan yang terlalu signifikan atau kuat. Selain dari aspek fundamental, aksi buyback juga berfungsi sebagai strategi teknikal untuk menopang harga saham yang sedang berada dalam tekanan, sebagaimana banyak terjadi pada emiten-emiten tersebut saat ini.
Meskipun demikian, Indri juga menyoroti sisi kurang menguntungkan dari keputusan buyback saham. Ia berpendapat bahwa dana besar yang digunakan untuk pembelian kembali saham sebenarnya dapat dialokasikan untuk membiayai ekspansi bisnis perusahaan, meskipun alokasi tersebut belum teranggarkan sebelumnya. Lebih lanjut, ia memperingatkan bahwa kenaikan harga saham yang cepat selama periode buyback, jika tidak didukung oleh sentimen positif atas kinerja perusahaan yang berkelanjutan, akan berumur pendek. Kondisi ini berpotensi memicu aksi profit taking oleh investor setelah proses buyback berakhir, saat momentumnya telah usai.
Di sisi lain, Abdul Azis Setyo Wibowo, Analis dari Kiwoom Sekuritas, menawarkan pandangan yang lebih optimis. Menurutnya, secara valuasi, harga saham emiten yang menggelar buyback saat ini masih berada dalam taraf wajar dan tidak terindikasi adanya manipulasi. Ia menambahkan bahwa pergerakan harga saham tersebut juga tergolong normal. Bagi Azis, aksi buyback justru merupakan cerminan keyakinan manajemen perusahaan terhadap potensi pertumbuhan dan kinerja positif mereka di masa depan. Hal ini secara langsung memberikan sinyal kepercayaan kepada investor. Azis menegaskan, buyback tidak memicu risiko manipulasi harga; sebaliknya, ia membangun kepercayaan investor, sehingga kenaikan harga saham yang terjadi adalah respons yang logis terhadap keyakinan investor akan prospek pertumbuhan kinerja perusahaan.
Pada penutupan perdagangan Senin (27/10), beberapa saham emiten yang melakukan buyback memang menunjukkan performa yang mengesankan di lantai bursa. Saham PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) berhasil menguat 1,82% menjadi Rp168. Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) naik 0,91% mencapai Rp8.350, dan PT Harum Energy Tbk. (HRUM) ditutup melesat 1,84% di level Rp1.105. Selain itu, penguatan juga dicatatkan oleh PT Asuransi Multi Artha Guna Tbk. (AMAG) yang melonjak 4,97% ke Rp380, serta PT Arwana Citramulia Tbk. (ARNA) yang menguat 2,83% ke Rp545. Kendati demikian, tidak semua saham merespons positif. Saham PT Jembo Cable Company (JMBO) terkoreksi cukup dalam sebesar 6,65% ke Rp1.115. Sementara itu, PT Mandiri Herindo Adiperkasa Tbk. (MAHA) dan PT Jaya Real Property Tbk. (JRPT) tetap stagnan, masing-masing pada harga Rp139 dan Rp860.