Scoot.co.id – JAKARTA. Saham emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya dan anak usahanya menunjukkan performa gemilang dengan kenaikan kompak yang signifikan dalam sebulan terakhir, menarik atensi para investor di tengah dinamika pasar domestik.
Berbagai entitas mencatatkan pertumbuhan yang menonjol. PT Adhi Karya Tbk (ADHI) misalnya, sahamnya melesat 10,69%, sementara anak usahanya, PT Adhi Commuter Properti Tbk (ADCP), bahkan terapresiasi 24%. Tren positif juga terlihat pada PT PP Tbk (PTPP) yang naik 1%, dengan anak usahanya PT PP Presisi Tbk (PPRE) yang jauh lebih agresif dengan lonjakan 84,48% dalam periode yang sama. Dari grup Wijaya Karya, PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) menguat 14,13% dan PT Wijaya Karya Gedung Tbk (WEGE) terbang 54,90%. Kenaikan paling fantastis dibukukan oleh PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) dengan 175%, meskipun perlu dicatat bahwa WSBP saat ini berada di Papan Pemantauan Khusus (PPK).
Kinerja cemerlang saham emiten konstruksi ini hadir di tengah dinamika ekonomi dan politik dalam negeri yang penuh tantangan. Berbagai faktor seperti penerbitan Patriot Bonds, potensi penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI), serangkaian aksi demonstrasi, hingga kebijakan burden sharing, turut mewarnai lanskap investasi selama sebulan terakhir.
Menurut Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, lonjakan saham BUMN Karya dan anak usahanya bukan semata-mata karena penerbitan Patriot Bonds. Ia berpendapat bahwa apresiasi ini didorong oleh harapan perbaikan fundamental melalui wacana merger dan restrukturisasi perusahaan di bawah Danantara. Selain itu, adanya rotasi sektoral dari sektor keuangan dan komoditas juga menjadi pemicu, seiring kejenuhan pasar terhadap sektor-sektor tersebut.
Mengamini sentimen positif, VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menjelaskan bahwa penguatan emiten BUMN Karya disokong oleh beberapa faktor krusial. Pertama, perolehan nilai kontrak baru yang solid di semester I 2025. Sebagai contoh, PTPP berhasil mengantongi kontrak senilai Rp 11,8 triliun per semester I, mencapai sekitar 41% dari target tahun 2025, dengan kontribusi terbesar dari sektor swasta sebesar 42,5%. Sementara itu, ADHI juga mencatatkan nilai kontrak baru sebesar Rp 3,5 triliun, dengan dominasi kontribusi dari BUMN sebesar 58% dan pemerintah 22%. Kedua, potensi dampak positif tidak langsung dari Patriot Bonds. Peningkatan ketersediaan modal untuk proyek strategis di bidang waste to energy (WTE), industrial hub, dan perumahan, diprediksi akan memicu tender-tender baru mulai 2026 dan seterusnya. Terakhir, skema burden sharing BI diharapkan dapat mengakselerasi pengeluaran untuk program perumahan rakyat dan koperasi sebelum akhir 2025 hingga 2026, yang juga akan menguntungkan sektor konstruksi.
Analis Kanaka Hita Solvera, Andhika Cipta Labora, menambahkan bahwa sentimen lain yang mendorong saham konstruksi adalah penurunan suku bunga. Langkah ini berpotensi mengurangi beban bunga perusahaan dan meningkatkan kinerja finansial emiten. Lebih lanjut, peningkatan anggaran Kementerian PU sebesar 37,8% menjadi Rp 118,5 triliun dalam RAPBN 2026 juga merupakan katalis positif yang signifikan bagi prospek saham emiten konstruksi.
Prospek dan Rekomendasi Saham
Melihat prospek ke depan, Rully dari Mirae Asset masih berhati-hati. Ia menilai secara fundamental, emiten BUMN Karya masih dalam fase pemulihan, menghadapi tantangan beban utang yang tinggi dan margin yang tipis, sehingga belum mengeluarkan rekomendasi beli. Namun, Andhika dari Kanaka Hita Solvera memiliki pandangan lebih optimis, memproyeksikan perbaikan signifikan untuk emiten BUMN Karya di semester II 2025. Sentimen utama datang dari potensi pemangkasan suku bunga oleh The Fed yang akan memberi ruang bagi BI untuk juga menurunkan suku bunga. Ia juga yakin Patriot Bonds akan memberikan dampak positif, terutama dalam pendanaan proyek-proyek strategis nasional seperti infrastruktur sosial, energi, dan rumah terjangkau, selaras dengan agenda pemerintah. Atas dasar ini, Andhika merekomendasikan buy on weakness untuk PPRE dengan target harga Rp 130 per saham dan WTON dengan target Rp 120 per saham.
Sementara itu, Audi dari Kiwoom Sekuritas berpendapat bahwa peningkatan permintaan proyek berkat Patriot Bonds dan burden sharing berpotensi mendorong perolehan kontrak baru dan laba bersih emiten BUMN Karya. Namun, ia menekankan bahwa ini sangat bergantung pada eksekusi proyek dan realisasi kontrak yang tepat waktu tanpa mengalami keterlambatan dari jadwal yang ditentukan. Audi juga menyoroti kekhawatiran terhadap kualitas aset beberapa emiten BUMN Karya yang memiliki leverage tinggi, yang dapat memperlambat pemulihan laba jika beban bunga tetap besar. Oleh karena itu, Audi merekomendasikan trading buy untuk ADHI dengan target harga Rp 328 per saham dan PTPP dengan target harga Rp 486 per saham.
Ringkasan
Saham BUMN Karya dan anak usahanya mengalami kenaikan signifikan dalam sebulan terakhir, menarik perhatian investor. Beberapa emiten mencatatkan pertumbuhan menonjol, seperti ADHI, ADCP, PTPP, PPRE, WTON, WEGE, dan WSBP, meskipun WSBP berada di Papan Pemantauan Khusus. Kinerja positif ini didorong oleh harapan perbaikan fundamental melalui wacana merger dan restrukturisasi, rotasi sektoral, serta perolehan nilai kontrak baru yang solid.
Analis memiliki pandangan berbeda mengenai prospek saham BUMN Karya. Andhika dari Kanaka Hita Solvera merekomendasikan buy on weakness untuk PPRE dan WTON, didukung oleh potensi pemangkasan suku bunga dan dampak positif Patriot Bonds. Sementara itu, Audi dari Kiwoom Sekuritas merekomendasikan trading buy untuk ADHI dan PTPP, dengan catatan penting terkait eksekusi proyek tepat waktu dan kualitas aset emiten dengan leverage tinggi.