Stabilitas Rupiah dan Net Buy Asing Dorong IHSG Makin Bertenaga

Scoot.co.id , JAKARTA – Indeks harga saham gabungan (IHSG) dalam pekan ini sudah dua kali menyentuh level tertinggi baru all time high (ATH) sepanjang masa. Dengan tambahan daya dari stabilitas rupiah dan arus masuk modal asing, IHSG diperkirakan makin perkasa hingga akhir pekan.

Equity Analyst Indo Premier Sekuritas (IPOT) David Kurniawan menilai koreksi yang terjadi baru-baru ini diperkirakan hanya bersifat terbatas dan sehat (healthy correction). Adapun, gerak IHSG masih mendapat dukungan kuat dari sektor perbankan, energi, dan infrastruktur yang menopang tren utama IHSG.

Usai dua kali secara beruntun IHSG menyentuh ATH baru pada perdagangan Senin (6/10) dan Selasa (7/10), indeks komposit hari ini, Rabu (18/10/2025) ditutup turun 0,04% ke 8.166.

“Pola uptrend IHSG berpeluang bertahan hingga akhir pekan, bahkan berpotensi berlanjut ke pekan depan, selama arus dana asing dan stabilitas rupiah tetap terjaga,” kata David kepada Bisnis, Rabu (8/10/2025).

: IHSG Dibuka Naik ke Zona Hijau, Saham BUMI, ADMR, dan CBDK Kinclong

David menilai, bahan bakar utama yang mendorong IHSG tembus ATH dua kali beruntun pada pekan ini adalah data makro domestik yang solid. Inflasi masih terjaga di level 2,65% YoY, dan surplus perdagangan besar tercatat sebesar US$5,49 miliar. Dua data ini menurut David memperkuat persepsi stabilitas ekonomi Indonesia

Selain itu, optimisme pasar juga didukung oleh stabilitas politik pasca pergantian Menteri Keuangan dan ekspektasi stimulus fiskal tambahan dalam kuartal IV yang meningkatkan daya tarik aset domestik.

Dalam momentum penguatan IHSG saat ini, terdapat sektor yang tertinggal karena mencatat koreksi. Dalam dua hari perdagangan yang menorehkan level ATH tersebut, saham sektor industri dan konsumer siklikal konsisten menorehkan koreksi. Sebaliknya, saham sektor infrastruktur konsisten mengisi tiga besar sektor dengan pertumbuhan tertinggi.

David menjelaskan, sektor infrastruktur tengah diuntungkan oleh proyek strategis nasional, dorongan investasi pemerintah, dan potensi aliran dana swasta ke proyek energi, telekomunikasi, serta transportasi publik. 

Selain itu, investor melihat infrastruktur sebagai sektor defensif yang tetap tumbuh meski konsumsi melambat.

“Sebaliknya, sektor industri dan konsumer siklikal masih tertekan oleh melemahnya daya beli akibat inflasi pangan dan depresiasi rupiah yang menekan biaya impor bahan baku,” tandasnya.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *