Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang belakangan ini banyak digerakkan oleh saham-saham dari kelompok konglomerat. Fenomena ini menarik perhatian pasar, memicu diskusi mengenai arah dan dinamika pasar modal di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan bahwa kondisi ini merupakan bagian dari dinamika pasar yang lumrah terjadi. Menurutnya, tidaklah bijak untuk menyamaratakan setiap sektor karena masing-masing memiliki faktor pendorong dan kondisi fundamental yang berbeda-beda.
“Saya melihatnya lebih dalam perspektif bahwa dinamika masing-masing kelompok, tentu sektor industri, termasuk emiten baru maupun yang sudah lama, memiliki fundamental serta faktor-faktor yang memengaruhi yang tidak persis sama satu dengan lainnya,” jelas Mahendra saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, pada Kamis (9/10). Penilaian ini menggarisbawahi kompleksitas pasar yang tidak bisa diinterpretasikan secara tunggal.
Lebih lanjut, Mahendra menjelaskan bahwa kenaikan harga saham milik konglomerat besar bukan berarti pasar dikuasai oleh kelompok tertentu. Ia menekankan bahwa setiap industri dipengaruhi oleh faktor makroekonomi dan kondisi global yang beragam, menciptakan variasi dalam pergerakan harga saham.
Senada dengan pandangan tersebut, Purbaya menambahkan, “Contohnya saja misalnya yang mereka lebih dipengaruhi oleh situasi global dan mana yang lebih dipengaruhi oleh kondisi domestik maupun juga dengan kondisi sektor keuangan, sektor riil, sektor energi dan lain-lain.” Pernyataan ini memperkuat argumen mengenai keragaman pemicu pergerakan pasar.
Pada penutupan perdagangan sesi I Kamis (9/10), IHSG tercatat menguat signifikan, naik 33,927 poin atau 0,42 persen ke level 8.199,957. Penguatan ini sebagian besar ditopang oleh kinerja impresif saham-saham konglomerat. Sebut saja Barito Pacific (BRPT) milik Prajogo Pangestu yang naik 1,95 persen ke Rp 4.190, anak usahanya Barito Renewables Energy (BREN) menguat 2,85 persen ke Rp 9.925, dan Chandra Asri Pacific (TPIA) yang naik 0,97 persen ke Rp 7.775.
Tak hanya itu, dari sektor pertambangan, Alamtri Minerals Indonesia (ADMR) yang berafiliasi dengan Grup Adaro melonjak 3,26 persen ke Rp 1.425, sementara Petrindo Jaya Kreasi (CUAN) melesat 4,46 persen ke Rp 2.340. Selain itu, Surya Semesta Internusa (SSIA) yang terafiliasi dengan Grup Djarum juga turut memperkuat posisinya, naik 1,92 persen ke Rp 2.120. Kinerja saham-saham ini menunjukkan vitalitas sektor-sektor kunci di pasar modal.
OJK juga menegaskan komitmen untuk terus memperbaiki tata kelola, transparansi, dan kredibilitas kinerja pasar modal secara keseluruhan. Mahendra Siregar menyatakan, “Kedua, tentu kita ingin perbaiki terus untuk governance-nya, untuk transparansinya, kredibilitasnya dari keseluruhan kinerja di pasar modal kita. Kalau ini berlaku menyeluruh, saya rasa tidak ada yang soal situ.” Hal ini menunjukkan fokus pada peningkatan integritas pasar.
Dalam upaya menciptakan pasar modal yang lebih inklusif dan berimbang, Mahendra memastikan bahwa OJK terus mendorong perluasan akses investasi bagi masyarakat luas, khususnya bagi investor ritel dan generasi muda. Langkah strategis ini diharapkan dapat memperkuat basis investor domestik, menjadikan pasar modal Indonesia semakin kokoh dan berkelanjutan.
Ringkasan
OJK menyoroti penguatan IHSG yang didorong oleh saham-saham konglomerat, namun menegaskan bahwa ini adalah bagian dari dinamika pasar. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyatakan setiap sektor memiliki faktor pendorong yang berbeda dan kenaikan saham konglomerat tidak berarti pasar dikuasai kelompok tertentu.
OJK berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola, transparansi, dan kredibilitas pasar modal. Selain itu, OJK mendorong perluasan akses investasi bagi masyarakat luas, terutama investor ritel dan generasi muda, untuk menciptakan pasar modal yang lebih inklusif dan berkelanjutan.