The Fed Buka Peluang Penurunan Suku Bunga

Jakarta, IDN Times – Ketua Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve atau The Fed), Jerome Powell, memberikan sinyal kuat mengenai potensi penurunan suku bunga dalam waktu dekat. Pernyataan penting ini disampaikannya dalam Simposium Ekonomi Jackson Hole di Wyoming pada Jumat (22/8/2025).

Dalam pidatonya, Powell menggarisbawahi bahwa kondisi ekonomi saat ini menuntut penyesuaian kebijakan. Dengan nada hati-hati namun jelas, ia mengisyaratkan perlunya perubahan arah kebijakan moneter yang selama ini bersifat restriktif.

“Dengan kebijakan dalam wilayah yang ketat, prospek dasar dan pergeseran keseimbangan risiko mungkin memerlukan penyesuaian sikap kebijakan kami,” ujar Powell, sebagaimana dikutip dari The Guardian. Sinyal ini disambut antusias oleh pasar; setelah pidato tersebut, pasar saham global langsung merespons positif, dengan indeks S&P 500 melonjak 1,5 persen dan Dow Jones mencatat rekor baru.

Pelemahan Serius di Pasar Tenaga Kerja

Salah satu faktor utama yang mendorong sinyal penyesuaian kebijakan adalah pelemahan signifikan di pasar tenaga kerja Amerika Serikat. Data terkini menunjukkan bahwa pertumbuhan lapangan kerja melambat tajam sepanjang musim panas. Powell sendiri menggambarkan kondisi ini sebagai situasi yang tidak biasa, mengingat baik permintaan tenaga kerja maupun ketersediaan pekerja sama-sama menunjukkan tanda-tanda melemah. Ia bahkan memperingatkan potensi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang dapat terjadi dengan cepat jika tren negatif ini terus berlanjut.

Kekhawatiran Powell diamini oleh pejabat Fed lainnya. Presiden Fed San Francisco, Mary Daly, turut menegaskan pandangan serupa melalui unggahannya di LinkedIn. “Pasar tenaga kerja telah melemah, dan saya akan melihat perlambatan tambahan sebagai sesuatu yang tidak diinginkan,” tulis Daly, seperti dikutip CNN, sembari menambahkan bahwa pasar kerja yang goyah dapat mengalami penurunan lebih drastis dalam waktu singkat.

Perbedaan pandangan di internal The Fed kian terlihat jelas. Pada Juli lalu, Gubernur Fed Christopher Waller dan Wakil Ketua Pengawasan Michelle Bowman secara mengejutkan menolak keputusan untuk mempertahankan suku bunga untuk kelima kalinya. Mereka mendesak pemangkasan suku bunga sebesar 0,25 persen, dengan alasan kondisi pasar kerja yang lemah – sebuah perbedaan pendapat yang jarang terjadi dan terakhir tercatat pada tahun 1993. Sejalan dengan itu, Presiden Fed Boston, Susan Collins, menilai bahwa pemangkasan suku bunga pada bulan September bisa menjadi langkah relevan apabila pelemahan tenaga kerja terbukti lebih kuat dibandingkan tekanan inflasi. Pandangan serupa juga disuarakan oleh Presiden Fed Chicago, Austan Goolsbee, yang memiliki hak suara dalam keputusan suku bunga tahun ini.

Dampak Tarif Trump terhadap Inflasi dan Kenaikan Harga

Faktor lain yang menjadi sorotan adalah kekhawatiran sejumlah pejabat The Fed terkait dampak tarif impor yang diberlakukan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump. Kebijakan ini dinilai berpotensi mendorong inflasi ke level yang lebih tinggi dari perkiraan. Data terbaru menguatkan kekhawatiran tersebut, dengan Indeks Harga Produsen (IHP) pada bulan Juli yang meroket 0,9 persen, jauh melampaui ekspektasi pasar. Lonjakan IHP ini mengindikasikan bahwa beban biaya produksi mulai menekan pelaku usaha.

Powell sendiri mengakui bahwa tarif dan kebijakan imigrasi memiliki dampak nyata pada perekonomian. “Tahun ini, ekonomi telah menghadapi tantangan baru. Tarif yang jauh lebih tinggi di antara mitra dagang kami sedang mengubah sistem global,” paparnya di Jackson Hole. Ia menambahkan, kebijakan imigrasi yang ketat juga turut memperlambat pertumbuhan tenaga kerja. Efek tarif terhadap harga konsumen pun semakin terasa.

“Kami memperkirakan efek tersebut akan terakumulasi dalam beberapa bulan mendatang, dengan ketidakpastian tinggi tentang waktu dan jumlahnya,” kata Powell, menekankan bahwa dibutuhkan waktu agar dampak tarif ini benar-benar meresap ke dalam rantai pasokan dan distribusi. Austan Goolsbee, dalam wawancaranya dengan Bloomberg, menyoroti fenomena lain, yaitu lonjakan inflasi jasa. “Laporan inflasi terakhir yang masuk, di mana Anda melihat inflasi jasa — yang mungkin tidak didorong oleh tarif — benar-benar mulai melonjak. Itu adalah titik data yang berbahaya, saya berharap itu sedikit anomali,” ujarnya.

Meskipun demikian, The Fed telah mempertahankan suku bunga pinjaman utama untuk lima kali pertemuan berturut-turut. Powell berpandangan bahwa dampak tarif kemungkinan bersifat sementara, hanya akan menimbulkan kenaikan harga sekali waktu, meskipun tingkat ketidakpastian tetap tinggi.

Powell Tegaskan Independensi The Fed dan Komitmen Inflasi

Di tengah riuhnya tekanan politik, terutama dari Donald Trump yang terus mendesak pemangkasan suku bunga secara cepat, Jerome Powell dengan tegas menyatakan independensi institusinya. Ia menegaskan bahwa The Fed akan tetap objektif dalam menjalankan mandatnya.

“Anggota FOMC akan membuat keputusan ini, hanya berdasarkan penilaian mereka terhadap data dan implikasinya untuk prospek ekonomi dan keseimbangan risiko. Kami tidak akan pernah menyimpang dari pendekatan itu,” tegas Powell, seperti dikutip CNBC. Ia juga menyoroti hasil tinjauan kebijakan lima tahunan The Fed, menekankan betapa krusialnya komitmen lembaga terhadap target inflasi.

“Kami percaya bahwa komitmen kami terhadap target ini adalah faktor kunci yang membantu menjaga ekspektasi inflasi jangka panjang tetap terjangkar dengan baik,” ujarnya. Dalam hal ini, The Fed tetap berpegang teguh pada target inflasi 2 persen sebagai acuan utama kebijakan moneternya.

Powell juga mengingatkan kembali pengalaman pahit lonjakan inflasi setelah tahun 2020. Saat itu, strategi flexible average inflation targeting sempat memperbolehkan inflasi melampaui target, namun pada kenyataannya inflasi justru melesat hingga mencapai level tertinggi dalam 40 tahun. “Lima tahun terakhir telah menjadi pengingat yang menyakitkan akan kesulitan yang ditimbulkan oleh inflasi tinggi, terutama bagi mereka yang paling tidak mampu memenuhi biaya kebutuhan yang lebih tinggi,” pungkasnya, menegaskan kembali pentingnya menjaga stabilitas harga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *