Whoosh: Purbaya Bantah Utang Kereta Cepat di Kemenkeu, Lalu Siapa?

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan posisi tegas Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh. Ia secara lugas menyatakan bahwa beban utang tersebut sepenuhnya berada di bawah pengelolaan Danantara, menepis segala keterkaitan dengan Kemenkeu.

Dalam sesi Media Gathering Kemenkeu di Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10), Purbaya menjelaskan, “Yang jelas saya sekarang belum dihubungi. Kalau di bawah Danantara mereka kan sudah manajemen sendiri, punya dividen sendiri yang rata-rata bisa (Rp) 80 triliun lebih, harusnya mereka sudah di situ jangan di kita lagi (Kemenkeu).” Pernyataan ini menggarisbawahi keyakinan bahwa Danantara memiliki kapasitas finansial dan manajerial untuk menangani tanggung jawab keuangannya secara mandiri.

Purbaya lebih lanjut menekankan bahwa tidak semua tanggungan finansial proyek strategis nasional harus kembali kepada pemerintah. Kebijakan saat ini mengarahkan perusahaan pelat merah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk beroperasi layaknya entitas swasta yang mandiri. “Ini kan mau dipisahin, swasta sama government. Jangan kalau enak swasta, kalau gak enak government (yang mengurus),” tegasnya, menyoroti pentingnya akuntabilitas dan kemandirian BUMN.

Senada dengan Purbaya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto, turut memastikan tidak adanya utang pemerintah dalam proyek Kereta Cepat Whoosh. Ia menjelaskan bahwa proyek strategis ini dijalankan melalui konsorsium BUMN yang dipimpin oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI. “Itu keseluruhan equity dan pinjaman Badan Usaha jadi tidak ada pinjaman pemerintahnya,” ungkap Suminto dalam kesempatan yang sama, memperkuat posisi Kemenkeu.

Di sisi lain, Danantara, melalui COO Dony Oskaria, sebelumnya telah mempersiapkan skema komprehensif untuk restrukturisasi utang proyek Whoosh. Inisiatif ini bukan sekadar rencana darurat, melainkan bagian integral dari 22 program kerja strategis yang tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2025 Danantara, menunjukkan keseriusan dalam penanganan isu finansial ini.

Dony Oskaria memaparkan beberapa opsi kunci dalam skema restrukturisasi utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Salah satu pilihan yang dipertimbangkan adalah penambahan ekuitas untuk memperkuat struktur permodalan. Alternatif lain yang juga menjadi sorotan adalah penyerahan beberapa infrastruktur KCJB kepada pemerintah, dengan tujuan agar infrastruktur tersebut dapat dijadikan sebagai Badan Layanan Umum (BLU).

“Atau kemudian memang ini kita serahkan infrastrukturnya sebagaimana industri kereta api yang lain, infrastrukturnya itu milik pemerintah,” ujar Dony di Jakarta, Kamis (9/10), memberikan gambaran fleksibilitas solusi yang tengah dijajaki. Permasalahan utang proyek Kereta Cepat Whoosh, yang merupakan proyek strategis nasional (PSN), memang menjadi perhatian utama.

Beban finansial yang signifikan ini terutama ditanggung oleh PT KAI, yang mengemban utang sebesar Rp 6,9 triliun dari China Development Bank (CDB). Utang tersebut dialokasikan untuk membiayai pembengkakan biaya (cost overrun) proyek Whoosh yang cukup besar. Total biaya proyek secara keseluruhan mencapai USD 7,27 miliar atau sekitar Rp 118,9 triliun, di mana angka tersebut sudah mencakup cost overrun senilai USD 1,2 miliar atau setara dengan Rp 18,2 triliun, menjadikan isu ini kompleks dan mendesak untuk diselesaikan.

Ringkasan

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) menjadi tanggung jawab Danantara, bukan Kementerian Keuangan. Purbaya meyakini Danantara memiliki kapasitas finansial untuk mengelola utang tersebut secara mandiri, mengingat potensi dividen yang dimiliki.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu juga memastikan tidak ada utang pemerintah dalam proyek Whoosh. Restrukturisasi utang proyek Whoosh tengah diupayakan oleh Danantara, termasuk opsi penambahan ekuitas atau penyerahan infrastruktur kepada pemerintah. PT KAI menanggung utang Rp 6,9 triliun dari China Development Bank untuk membiayai pembengkakan biaya proyek.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *