Scoot.co.id JAKARTA. Dalam laporan keuangan perdana pasca-merger yang dinanti, PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk (EXCL) mencatat kinerja yang mengejutkan dengan membukukan kerugian signifikan selama semester I 2025.
Seperti diketahui, entitas raksasa telekomunikasi ini merupakan hasil penggabungan tiga perusahaan besar: PT XL Axiata Tbk (EXCL), PT Smartfren Telecom Tbk (FREN), dan PT Smart Telecom (ST), yang secara resmi bersatu membentuk PT XLSmart Telecom Sejahtera pada 21 Maret 2025.
Namun, dampak dari proses merger yang ambisius ini tampaknya meninggalkan jejak pada performa keuangan EXCL di paruh pertama 2025. Tercatat, perusahaan membukukan rugi bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp 1,22 triliun. Angka ini berbanding terbalik dengan semester sebelumnya, di mana EXCL masih berhasil meraup laba bersih senilai Rp 1,02 triliun.
Kementerian ESDM Beri Sinyal Tak Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga Freeport
Pemicu utama kerugian ini adalah lonjakan beban operasional yang signifikan, naik sebesar 31,67% secara tahunan (YoY), dari Rp 14,10 triliun menjadi Rp 18,56 triliun.
Di tengah tantangan tersebut, EXCL tetap menunjukkan geliat positif dengan mencatat kenaikan pendapatan yang patut diapresiasi, melonjak 11,98% YoY dari Rp 17,05 triliun di semester I 2024 menjadi Rp 19,09 triliun di semester I 2025.
Peningkatan pendapatan ini utamanya didorong oleh pertumbuhan impresif pada segmen jasa GSM dan jaringan telekomunikasi, yang naik dari Rp 16,69 triliun menjadi Rp 18,83 triliun. Kontrasnya, pendapatan dari segmen managed services dan jasa teknologi informasi sedikit terkoreksi, menyumbang Rp 255,75 miliar, turun tipis dari posisi Rp 357,72 miliar pada Juni 2024.
Kendati demikian, metrik profitabilitas lain menunjukkan dinamika berbeda. EBITDA perseroan di semester I tercatat Rp 8,80 triliun, sedikit menurun dari Rp 8,95 triliun setahun sebelumnya. Namun, setelah dinormalisasikan, EBITDA justru menunjukkan peningkatan dari Rp 8,95 triliun menjadi Rp 9,29 triliun, mengindikasikan upaya penyesuaian yang dilakukan perusahaan.
Menanggapi hasil ini, Presiden Direktur sekaligus CEO EXCL, Rajeev Sethi, mengakui bahwa perseroan masih menghadapi berbagai tantangan signifikan. Hal ini mencakup sengitnya persaingan di industri telekomunikasi serta kompleksitas pembenahan operasional pasca-merger yang masih berlangsung.
Kondisi ini secara langsung berimbas pada lonjakan beban operasional EXCL di semester I. Terlihat dari kenaikan beban biaya interkoneksi dan pengeluaran langsung lainnya yang melambung 33,78% YoY hingga mencapai Rp 5,36 triliun, serta peningkatan beban infrastruktur sebesar 21,91% YoY menjadi Rp 2,12 triliun.
“Secara keseluruhan, beban biaya operasional di kuartal kedua ini mengalami peningkatan sejalan dengan munculnya biaya-biaya yang terkait langsung dengan merger menjadi entitas baru,” jelas Rajeev dalam keterangan resminya pada Rabu (27/8/2025), menggarisbawahi dampak langsung merger terhadap struktur biaya perusahaan.
Kendati dihadapkan pada kerugian, Rajeev mengklaim bahwa strategi personalisasi penawaran dan layanan yang diterapkan EXCL di semester I telah berhasil menjadi pendorong utama kenaikan pendapatan perseroan, menunjukkan efektivitas strategi pemasaran mereka.
Untuk masa mendatang, Rajeev menegaskan komitmen EXCL untuk terus berupaya meningkatkan kinerja dan pengalaman pelanggan. Langkah konkret telah mulai dijalankan, termasuk ekspansi jaringan ke 156 kota/area baru, monetisasi pengalaman pelanggan yang lebih mendalam, serta penyatuan budaya korporat antara dua entitas lama yang kini bersatu.
Dalam rangka mendukung strategi ambisius tersebut, EXCL telah menyerap belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar Rp 2,3 triliun hingga semester I 2025, dari total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp 20-25 triliun untuk tahun ini.
Menganalisis situasi ini, Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, menyatakan bahwa penurunan kinerja EXCL di semester I adalah hal yang wajar. Menurutnya, hal ini tak lepas dari pengaruh performa Smartfren Telecom sebelum merger, yang kini tercermin dalam laporan keuangan entitas baru.
“Jadi memang untuk ke depannya EXCL harus benar-benar konsisten dalam menerapkan efisiensi bisnis,” imbuh Nafan, menekankan pentingnya manajemen biaya yang ketat.
Di samping itu, Nafan juga menekankan perlunya EXCL untuk secara disiplin menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance guna memastikan keberlanjutan dan kepercayaan investor.
Rekomendasi Saham
Senada dengan pandangan sebelumnya, Analis OCBC Sekuritas, Gani, juga sependapat bahwa “residu” dari proses merger merupakan faktor utama penurunan kinerja EXCL. Namun, ia optimis bahwa hasil positif dari sinergi ini baru akan mulai terasa dan terealisasi secara substansial pada tahun 2026.
Berpegang pada prospek jangka panjang tersebut, Gani tetap merekomendasikan saham EXCL. “Masih direkomendasikan dengan premis EXCL akan terus menjadi lebih baik di tahun 2026 setelah merger,” pungkasnya, memberikan pandangan positif bagi investor jangka panjang.
Nafan Aji Gusta juga masih melihat adanya potensi harapan terhadap pergerakan saham EXCL di masa depan. Meskipun saham EXCL hari ini ditutup anjlok 6,76% ke level Rp 2.760 per saham, Nafan berpendapat bahwa koreksi ini lebih disebabkan oleh panic selling investor pasca rilis kinerja yang mengejutkan tersebut.
Menariknya, dalam sebulan terakhir, saham EXCL justru menunjukkan tren positif dengan kenaikan 8,24%, dan bahkan menguat 22,67% sejak awal tahun. “Walaupun masih dalam extreme bearish phase, tapi setidaknya untuk posisi low itu masih belum terbentuk secara sempurna kalau dilihat dari sisi teknikal,” jelas Nafan, mengindikasikan bahwa potensi pembalikan arah masih terbuka.
Pendalaman teknikal disampaikan oleh Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana. Ia menjelaskan bahwa pergerakan saham EXCL saat ini berada dalam tekanan dengan volume penjualan yang signifikan. Koreksi harga telah menembus garis MA20, dan indikator MACD serta Stochastic sudah menunjukkan deathcross, mengisyaratkan potensi kelanjutan koreksi dalam waktu dekat.
Melihat kondisi ini, baik Herditya maupun Nafan menyarankan investor untuk mengambil sikap wait and see terhadap saham EXCL untuk sementara waktu. Herditya menetapkan level support di Rp 2.640 dan level resistance di Rp 2.780, menjadi acuan penting bagi para pelaku pasar.
Rio Tinto Angkat Bos Baru Divisi Bijih Besi, Restrukturisasi Jadi 3 Unit Bisnis Utama