Kota Gyeongju yang kaya sejarah di Korea Selatan (Korsel) siap menyambut perhelatan akbar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2025. Dijadwalkan berlangsung pada 31 Oktober hingga 1 November, forum prestisius ini akan mempertemukan para pemimpin dari 21 negara anggota, yang akan berdiskusi dan merumuskan masa depan kerja sama strategis di kawasan Asia-Pasifik. Ini menjadi momentum krusial bagi upaya kolaborasi regional di tengah dinamika global.
Sebagai tuan rumah kehormatan, Korsel mengusung tiga visi dan tujuan utama untuk APEC 2025. Konselor Bidang Ekonomi Kedutaan Besar Korsel untuk Indonesia, Kim Chanwoo, dalam sebuah diskusi, menjelaskan bahwa prioritas pertama adalah memajukan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan memastikan kesejahteraan bersama bagi seluruh anggota kawasan.
Visi kedua yang ditekankan adalah komitmen kuat APEC terhadap Bogor Goals 1994, yang bertujuan menciptakan perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka, dengan target 2010 bagi negara-negara industri dan 2020 bagi negara-negara berkembang. Melengkapi hal tersebut, tujuan ketiga adalah mengimplementasikan Visi Putrajaya 2020. Visi ini berfokus pada pilar-pilar penting seperti perdagangan-investasi yang efisien, akselerasi inovasi dan digitalisasi, serta pencapaian pertumbuhan yang kuat, seimbang, aman, berkelanjutan, dan inklusif di seluruh kawasan Asia-Pasifik.
Senada dengan visi tersebut, Kim Chanwoo juga mengungkapkan bahwa tema sentral APEC 2025 di Korsel akan menyoroti tiga prioritas utama: keterhubungan, inovasi, dan kesejahteraan. Pernyataan ini disampaikan dalam diskusi bertajuk “APEC at the Crossroads: Building Bridges for Regional Growth” yang digelar FPCI di Jakarta pada Senin, 13 Oktober 2025, menggarisbawahi komitmen Korsel untuk memimpin diskusi menuju masa depan yang lebih terintegrasi dan makmur.
Selain tema besar tersebut, Korsel sebagai tuan rumah juga akan memprakarsai dua inisiatif kunci yang relevan dengan tantangan global saat ini. Pertama adalah kerja sama di bidang kecerdasan buatan (AI), yang akan difokuskan pada pengembangan kapasitas dan pembangunan ekosistem investasi yang berkelanjutan. Kedua, inisiatif mengenai pergeseran demografi, dengan tujuan mendorong kebijakan dan sistem yang lebih responsif serta adaptif untuk masyarakat lanjut usia.
Kim Chanwoo menambahkan, melalui inisiatif demografi ini, Korsel berupaya memperkuat mobilitas sumber daya manusia dan mempromosikan inovasi signifikan di sektor kesehatan serta teknologi. Tujuannya jelas, yaitu untuk mentransformasi tantangan yang timbul dari perubahan demografi menjadi peluang emas bagi pertumbuhan ekonomi dan inovasi di masa mendatang.
Jembatan Dialog AS-Cina
Latar belakang KTT APEC 2025 ini sangat krusial, mengingat gejolak geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global yang masih membayangi. Salah satu pemicu utama adalah ketegangan akibat perang dagang yang diakibatkan oleh “tarif resiprokal” yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang telah memanaskan hubungan perdagangan internasional, khususnya antara AS dan Cina. Menanggapi situasi ini, Kim Chanwoo menyatakan bahwa Korsel bertekad menjadikan forum APEC sebagai platform penting untuk mempertemukan Donald Trump dan Presiden Cina, Xi Jinping. Harapannya, pertemuan tatap muka kedua pemimpin ini dapat membuahkan hasil yang konstruktif dan membawa dampak positif bagi stabilitas kawasan dan global.
“Sebagai ketua, kami mengambil setiap kesempatan untuk membawa kedua pemimpin tersebut datang ke pertemuan APEC agar mereka dapat bertemu dengan anggota lain di kawasan ini, membahas bagaimana kawasan ini harus melangkah ke depan,” ujar Kim, seperti dilansir dari Antaranews, menunjukkan komitmen Korsel untuk memfasilitasi dialog tingkat tinggi di tengah kompleksitas hubungan antarnegara.
Di sela-sela agenda regional yang padat, forum APEC juga akan menjadi saksi pertemuan perdana antara Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, dan Presiden Korsel, Lee Jae Myung. Sebelumnya, komunikasi keduanya hanya terjalin melalui sambungan telepon. Presiden Lee Jae Myung sendiri baru dilantik pada Juni 2025, menyusul pemakzulan terhadap presiden sebelumnya, Yoon Suk Yeol, yang terjadi akibat pemberlakuan darurat militer. Pertemuan ini diharapkan membuka babak baru dalam hubungan bilateral kedua negara.