Bank Indonesia (BI) tengah menggarap rencana ambisius untuk memperluas cakupan sistem pembayaran nontunai QRIS antarnegara atau crossborder. Inisiatif strategis ini bertujuan untuk memudahkan transaksi bagi warga Indonesia di luar negeri dan sebaliknya, dengan sejumlah negara seperti China, Korea Selatan, hingga Arab Saudi telah masuk dalam daftar prioritas pengembangan.
Menurut Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Himawan Kusprianto, salah satu perluasan kerja sama yang paling dekat adalah dengan Jepang. Ia menjelaskan bahwa saat ini, masyarakat Indonesia sudah dapat menggunakan QRIS ketika berwisata atau bertransaksi di Jepang (yang disebut sebagai Jepang inbound dari perspektif Indonesia). Namun, untuk penggunaan QRIS oleh warga Jepang ketika berkunjung ke Indonesia (yang disebut Jepang outbound dari perspektif Indonesia), hal tersebut masih dalam tahap perencanaan atau “on the pipeline”. Pernyataan ini disampaikan Himawan saat Media Gathering di Bukittinggi, dikutip Sabtu (25/10).
Lebih lanjut, Himawan menyoroti kemajuan kerja sama dengan China. Rencana ini telah menjalani uji coba atau sandbox pada Agustus lalu. “Harapannya akhir tahun ini atau awal tahun depan, bisa segera launching dan mulai diimplementasikan,” ungkapnya optimis, mengisyaratkan bahwa transaksi QRIS antarnegara dengan China akan segera terealisasi.
Negara lain yang tak kalah penting dalam agenda perluasan QRIS crossborder adalah Korea Selatan. Himawan menambahkan bahwa proses uji coba atau sandboxing dengan Korea Selatan dijadwalkan akan dimulai dalam waktu dekat. Dengan demikian, Jepang, China, dan Korea Selatan menjadi tiga negara prioritas yang paling dekat untuk integrasi QRIS.
Sementara itu, BI juga telah melakukan penjajakan kerja sama dengan Arab Saudi, meskipun pembahasannya masih di tahap awal. Himawan menjelaskan bahwa fokus pada Arab Saudi ini didasari oleh banyaknya jemaah asal Indonesia yang beraktivitas di sana. Tak hanya itu, pihak industri juga dilaporkan tengah membahas potensi implementasi QRIS di India, menunjukkan cakupan eksplorasi yang lebih luas.
Dalam menentukan negara mitra QRIS antarnegara, Himawan menekankan bahwa BI mempertimbangkan sejumlah faktor krusial. Ini mencakup aktivitas ekonomi serta konektivitas antara Indonesia dengan negara tujuan, didukung oleh kesiapan infrastruktur pembayaran di masing-masing pihak. Proses kerja sama ini diawali dengan Struktur Bilateral Cooperation (SBC) yang diinisiasi oleh Departemen Internasional BI, serta mensyaratkan adanya mekanisme Local Currency Transaction (LCT) untuk stabilitas nilai tukar.
Perluasan QRIS ke ranah global ini sejalan dengan pesatnya pertumbuhan pembayaran digital di Indonesia. Data BI menunjukkan bahwa pada Kuartal III lalu, volume transaksi digital di Tanah Air mencapai hampir 13 miliar transaksi (12,99 miliar), mencatatkan pertumbuhan signifikan sebesar 38,08 persen secara tahunan (yoy). Angka ini mengukuhkan dominasi pembayaran digital dalam ekonomi domestik.
Secara lebih rinci, pertumbuhan transaksi melalui aplikasi mobile meningkat 13,11 persen (yoy), dan internet banking naik 17,80 persen (yoy). Namun, QRIS tampil sebagai primadona dengan pertumbuhan paling fenomenal, yakni melonjak 147,65 persen (yoy). Fenomena ini menegaskan posisi QRIS sebagai tulang punggung utama dalam ekosistem pembayaran digital Indonesia, terutama bagi jutaan pelaku UMKM. Hingga Agustus lalu, jumlah pengguna QRIS telah melampaui 57 juta, dengan mayoritas berasal dari sektor UMKM. Sebagai perbandingan, Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) mencatat jumlah kartu kredit yang beredar di Indonesia per Juni lalu mencapai 18,8 juta, menyoroti adopsi QRIS yang masif dan inklusif.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) sedang mengembangkan QRIS antarnegara (crossborder) untuk memudahkan transaksi bagi WNI di luar negeri dan sebaliknya. Negara prioritas pengembangan meliputi China, Korea Selatan, dan Arab Saudi, dengan Jepang menjadi salah satu negara yang paling dekat realisasinya untuk inbound, sementara outbound masih dalam tahap perencanaan.
Uji coba dengan China telah dilakukan, dan diharapkan implementasi penuh dapat dimulai pada akhir tahun ini atau awal tahun depan. Korea Selatan juga akan segera memulai uji coba, sementara penjajakan kerjasama dengan Arab Saudi masih dalam tahap awal karena banyaknya jemaah Indonesia di sana. Pertimbangan utama pemilihan negara mitra meliputi aktivitas ekonomi, konektivitas, dan kesiapan infrastruktur pembayaran.