Scoot.co.id, JAKARTA – Rencana Bank Indonesia (BI) meluncurkan Payment ID, sistem pemantauan transaksi keuangan masyarakat yang terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), telah menuai kontroversi. Sistem ini, yang dijadwalkan diluncurkan Presiden Prabowo Subianto pada 17 Agustus 2025, akan memungkinkan otoritas untuk melacak seluruh aktivitas keuangan individu secara detail, mulai dari kepemilikan rekening bank ganda, pinjaman di multifinance, hingga penggunaan e-wallet dan pinjaman online.
Namun, rencana tersebut mendapat penolakan dari Anggota Komisi I DPR RI, Sarifah Ainun Jariyah (PDI-P). Ia mendesak penundaan peluncuran Payment ID, dengan alasan infrastruktur keamanan digital Indonesia yang belum memadai. “Kita harus belajar dari negara lain. Insentif, bukan paksaan. Perlindungan, bukan eksploitasi,” tegas Sarifah, dikutip dari Antara, Minggu (10/8/2025). Komisi I DPR, lanjutnya, akan terus mengawal isu ini untuk memastikan hak-hak warga terlindungi.
Kekhawatiran Sarifah bukan tanpa dasar. Data Indonesia Data Protection Authority mencatat 3.814 kasus kebocoran data sepanjang 2023-2024. Selain itu, ia juga menyoroti lemahnya sistem perpajakan Indonesia yang belum memberikan insentif memadai kepada wajib pajak. Data Ditjen Pajak menunjukkan hanya 16,5 juta wajib pajak aktif dari total 275 juta penduduk. Sarifah menekankan pentingnya penerapan model pelaporan berkala, bukan per transaksi, serta kompensasi otomatis sebagai insentif bagi wajib pajak, seperti yang diterapkan di Australia dan beberapa negara lain yang memberikan tax refund 10-15%.
Lebih lanjut, Sarifah menyoroti minimnya perlindungan hukum bagi korban kebocoran data. Kasus kebocoran data BPJS Kesehatan 2023 yang menimpa 279 juta orang, tanpa kompensasi yang memadai, menjadi contoh nyata. Ia juga mengutip laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencatat 120.000 rekening nasabah diperjualbelikan secara ilegal di media sosial dan e-commerce. Belum terintegrasinya data KTP dan NPWP di bank, menurutnya, akan memperparah permasalahan.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, anggota DPR dari daerah pemilihan Banten ini meminta pemerintah untuk memperbaiki sistem perpajakan dan perlindungan data sebelum meluncurkan Payment ID. Ia mendorong agar sistem ini diimplementasikan dengan mempertimbangkan keamanan data dan memberikan insentif yang adil kepada masyarakat.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) berencana meluncurkan Payment ID, sistem yang mengintegrasikan transaksi keuangan dengan NIK. Sistem ini akan memungkinkan pelacakan detail aktivitas keuangan individu, mencakup rekening bank, pinjaman, dan e-wallet. Namun, rencana ini menuai penolakan dari anggota DPR RI, Sarifah Ainun Jariyah (PDI-P), yang meminta penundaan peluncuran.
Sarifah mengkhawatirkan infrastruktur keamanan digital Indonesia yang belum memadai, ditunjukkan oleh tingginya angka kebocoran data dan lemahnya sistem perpajakan. Ia juga menyoroti kurangnya perlindungan hukum bagi korban kebocoran data serta meminta perbaikan sistem perpajakan dan perlindungan data sebelum implementasi Payment ID, menekankan perlunya insentif dan keamanan data yang terjamin.