BI: Modal Asing Masuk Bersih Rp15,31 triliun pada 11-14 Agustus

Jakarta, IDN Times – Bank Indonesia (BI) melaporkan geliat positif pasar keuangan domestik pada pekan ketiga Agustus 2025. Tercatat, aliran modal asing masuk bersih menembus angka Rp15,31 triliun selama periode transaksi 11-14 Agustus 2025, memberikan sinyal kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia.

Ramdan Denny Prakoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, menjelaskan bahwa dominasi aliran modal asing ini terlihat pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang menarik Rp7,88 triliun. Tak hanya itu, pasar saham juga menjadi magnet dengan masuknya dana sebesar Rp5,37 triliun, disusul Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang mencatat pembelian oleh nonresiden senilai Rp2,05 triliun.

Meskipun demikian, pandangan jangka panjang hingga pertengahan Agustus 2025 menunjukkan dinamika yang lebih kompleks. Berdasarkan data setelmen hingga 14 Agustus 2025, sepanjang tahun ini nonresiden justru tercatat jual neto yang signifikan di pasar saham, mencapai Rp57,48 triliun. Tren jual neto serupa juga terjadi pada SRBI senilai Rp94,52 triliun. Namun, pada saat yang sama, investasi asing di pasar SBN tetap kokoh dengan beli neto sebesar Rp71,83 triliun. Sentimen risiko pasar global yang diukur melalui premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia 5 tahun juga menunjukkan perbaikan, dengan penurunan menjadi 67,72 basis poin per 14 Agustus 2025, dari sebelumnya 73,78 basis poin pada 8 Agustus 2025.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah menghadapi tekanan. Pada penutupan perdagangan Jumat, 15 Agustus 2025, kurs rupiah terpantau melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup anjlok 53,5 poin atau 0,33 persen ke level Rp16.168,5 per dolar AS, setelah sempat dibuka melemah 38,5 poin di angka Rp16.153,5 per dolar AS pada pagi harinya.

Analis pasar keuangan, Ibrahim Assuaibi, menyoroti beberapa faktor pemicu pelemahan rupiah ini. Utamanya adalah penguatan indeks dolar AS yang signifikan terhadap mata uang berbagai negara. Selain itu, sentimen negatif pelaku pasar terhadap instrumen berisiko masih terus berlanjut, dipicu oleh efek kebijakan tarif resiprokal yang digulirkan oleh Presiden AS Donald Trump. Kekhawatiran akan kembali memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China juga turut menambah beban, terutama jika gencatan senjata tarif antara kedua negara tidak diperpanjang dan memicu kenaikan tarif baru.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *